8. CRUSH HOUR

12.7K 1.5K 68
                                    

Menatap suaminya lebih lekat dari biasanya, Odessa tiba-tiba bingung harus memulai semua dari mana. Jujur saja, rutinitas akhir minggu rasanya tidak akan cukup untuk membuat mereka lebih dekat. Kesalahan dalam komunikasi harus benar-benar dikikis dan kembali dimulai dari awal. Awal yang bukan serba salah paham, tapi awal yang membuat mereka bisa bicara dan saling mengerti apa maunya hati.

Eh, tunggu? Hati? Memangnya selama ini mereka sudah menggunakan hati dalam menjalani hubungan? Bukannya mereka kacau soal urusan hati? Jadi apa maunya hati mereka jika mereka sendiri tak pernah menggunakan bagian paling perasa di dalam diri manusia itu?

"Mulai dari mana, Mas?" tanya Odessa.

Wajah Seda juga menunjukkan jawaban yang kabur alias tak tahu jawaban tepatnya. Namun, mereka tetap harus membangun hubungan yang baru, bukan?

"Aku tadi bilang ... rutinitas mingguan, kan?" balas Seda ragu.

"Ya. Memulainya dari mana? Nggak mungkin kita tiba-tiba pergi tanpa ada rencana dan saling persetujuan, kan?"

Betul. Jawaban benar itu juga yang membuat Seda semakin terjerumus dalam renungan kaku. Mengapa kaku? Karena memang pria itu terlalu minim pengalaman dengan wanita. Kaku adalah bagian dari namanya yang bersifat gaib. Tidak terlihat dengan mata, tapi mampu terasa oleh kebiasaan saling bersama.

"Mungkin ... kita bisa mencobanya dari seks?"

Odessa tidak terkejut. Seks adalah hal biasa yang tetap mereka lakukan meski saling mempertanyakan kemana fungsi hati mereka masing-masing.

Jika diluaran sana ada drama dalam hubungan rumah tangga dimana salah satu pihaknya mempertanyakan dan merasa keberatan dengan hubungan badan tanpa perasaan, maka berbeda hal dengan Odessa dan Seda. Mereka bisa dikatakan hanya terpatok pada consent dalam berhubungan. Sisanya komitmen untuk menjalin jalan berdua.

"Aku rasa kita terlalu menganggap seks adalah hal yang biasa, Mas." Anggapan Odessa mulai terang. Tak lagi gelap tanpa pengetahuan.

Ya, tentu saja Odessa mendapatkan pencerahan dari kawan perpesanan Madam Rose-nya. Deprima, si teman chatting yang sangat asyik untuk diajak betukar pendapat.

"Gitu? Jadi, menurut kamu kita harus membuat seks menjadi hal yang luar biasa?"

Dessa menggelengkan kepalanya. Dia membenarkan posisi duduk di sofa menjadi menghadap pada suaminya secara penuh.

"Gini, Mas. Bukan masalah seks-nya yang harus kita garis bawahi. Tapi kita harus serius soal hal-hal kecil dan menurut kita biasa aja menjadi hal yang luar biasa."

"Contohnya?"

Tampaknya Odessa memang harus membimbing suaminya yang dungu soal romansa itu.

"Ngobrol harus lebih rutin. Aku akan mulai manja-manja sama kamu. Terus lebih banyak skinship yang nggak melulu soal seks."

Seda memiringkan kepalanya. Memberikan jawaban kelewat jujur yang membuat pipi Odessa memerah. "Tapi seks itu enak, Des. Apa iya kita mau sebatas skinship aja? Aku nggak yakin bisa nahannya kalo sama kamu."

Sebentar. Sebagai perempuan, Odessa harusnya tersipu atau marah dengan hal itu, ya? Karena ada poin dimana dia merasa diistimewakan oleh sang suami dan ada poin dimana dia merasa hanya dijadikan bahan pelampiasan seksual Seda.

"Tahan, Mas! Bukannya dokter yang kita kunjungi juga bilang jangan terlalu gencar buat bikin anaknya? Harus diatur, Mas."

Seperti para tetua yang dulu suka menyepelekan ilmu medis, Seda mendecak dan berkata, "Halah! Berhubungan intim, kok, dibatasi? Kalo nafsu gimana coba?"

Lama-lama Odessa menjadi kesal juga harus melayani ocehan suaminya itu. Meski lebih tua, kenapa rasanya Seda lebih cerewet dari biasanya, sih?

"Ah, terserah, Mas! Aku capek ngasih masukan."

Seda langsung menapakkan sebelah kaki ke lantai guna menahan istrinya yang hendak pergi.

"Jangan kabur, Des! Katanya mau mulai. Kamu malah marah begini. Gimana mau mulainya?"

Merajuk, Odessa melepas tautan tangan suaminya. "Gara-gara, Mas! Setiap aku kasih masukkan dibales terus. Mana balesannya malah ngoceh kayak kakek-kakek pula!"

Berdeham pelan, Seda membuat gerakan menutup bibirnya rapat dengan zip yang tidak terlihat mata.

"Aku diem, Des." Kata pria itu tak ingin membuat istrinya pergi.

"Yaudah, gini. Dengerin aku. Kita mulai coba untuk lebih romantis. Kita saling tumbuhkan cinta satu sama lain supaya bisa lebih terbuka dan nggak malu buat manja-manja. Aku akan lebih sigap buat jadi istri dan mas harus lebih peka jadi suami. Gimana?"

Seda mengangguk-angguk tanpa mengeluarkan sepatah kata.

"Kok, diem?" tanya Odessa.

Seda menunjuk bibirnya sendiri yang sudah dia buat tertutup sebelumnya. Odessa mendecak.

"Udah, sekarang boleh ngomong."

Begitu diizinkan, Seda memberi tanggapan. "Karena kita akan mulai mengatur hubungan di ranjang, kalo aku minta jatah malam ini apa boleh? Kamu aturnya mulai besok. Aku pengen malam ini dapet buat jadi kesempatan cheating day aku."

Birahinya besar juga bapak tua yang satu ini.

CRUSH HOUR /TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang