Disadari oleh Odessa bahwa cinta tidak selamanya menjadi hal yang harus dipuja-puja di dalam sebuah hubungan. Takdir seseorang memang berbeda-beda, mungkin sudah takdir Odessa memiliki suami yang tidak suka romantis sama sekali, bahkan tak mengerti cara menyampaikan perasaannya selain menyatakan dirinya nyaman dan tak memilih pusing untuk dirinya mencari jawaban atas perasaannya. Meski sempat berharap bahwa Seda mau menggali apa yang dirasakannya pada Odessa, rasanya memang lebih baik mengalah dan menghidupkan pernikahan ini dengan apa adanya perasaan mereka.
"Siapa yang bawa makanan buat saya, Prim?" tanya Seda pada asistennya.
"Oh, itu—"
"Suami saya udah—eh, Mas! Akhirnya kami dateng juga. Aku ke sini ternyata kamu lagi ada rapat. Deprima bilang kamu nggak di ruangan, jadi aku nunggu."
Odessa berjalan dari arah kamar mandi yang tersedia di ruangan Seda. Tampak santai dan tenang meski ini pertama kali perempuan itu datang ke kantor Seda. Tentu saja membuat Seda melirik Deprima yang kini sudah melihat sosok 'Tadaaa' secara langsung, setelah sebelumnya tidak berjalan lancar karena Seda lebih dulu tahu keberadaan istrinya di lokasi syuting.
"Kenapa kamu nggak bilang ke aku?" Seda mengangkat tangannya untuk menyingkirkan letak rambut Odessa yang menempel di bibir berpoles lipstick istrinya. "Lain kali jangan dandan secantik ini," ucap Seda dengan nada bicara yang begitu dalam. Odessa bisa merasakan perbedaan cara ucap suaminya yang digunakan sehari-hari dan saat ini.
"Hm? Kenapa aku nggak boleh tampil cantik? Aku perempuan, Mas."
Seda duduk di kursi kejayaannya, menatap sang istri dengan gelengan kepala tak percaya. Pria itu hanya memilih mendengkus sebelum mengalihkan diri pada tumpukan dokumen di mejanya.
"Kamu belum makan siang, Mas. Makan dulu, baru kerja."
"Nanti," jawab Seda tanpa menatap Odessa.
Bukan hanya Odessa yang bisa merasakan hal aneh di sini. Bahkan Deprima juga merasakannya. Maka dengan tahu diri Deprima mengambil keputusan untuk pergi dari ruangan tersebut.
"Pak, Bu, saya permisi makan siang lebih dulu."
Seda tidak membalas ataupun mengangguk. Sedangkan Odessa yang tidak merasa terganggu memilih menganggukan kepala pada Deprima.
"Nah, lihat? Asisten kamu aja paham meskipun sibuk kerja, harus tetep ingat makan."
Seda memilih diam tanpa menjawabnya, bahkan pria itu mengabaikan Odessa yang menunggu reaksi suaminya itu. Sulit sekali membaca apa yang pria itu pikirkan kini, karena Odessa bisa melihat betapa fokusnya Seda melakukan pekerjaannya.
"Mas, kamu nggak suka aku dateng ke sini? Kamu nggak seneng aku bawain makan siang?" tanya Odessa dengan rasa kecewa yang tidak ditutupi.
Begitu banyak yang ingin Odessa tanyakan, tetapi Seda mempertahankan sikap diam yang membuat Odessa bingung.
"Mas? Kamu kenapa, sih? Kenapa aku kamu diemin?"
Belum terjawab pertanyaan Odessa, telepon di meja pria itu berbunyi. Seda mengabaikan Odessa sepenuhnya.
"Ya?"
"..."
"Sudah datang? Deprima ada lantai bawah, kan? Suruh dia sambut dulu, saya akan langsung ke ruangan nanti."
"..."
"Ya. Jangan dibuat rumit. Yang bayar saya, kalo sok sibuk suruh pergi saja."
Begitu dinginnya cara bicara sang suami, Odessa berusaha untuk mengimbangi. Jangan sampai mereka saling marah. Odessa akan mengalah karena sepertinya Seda sedang marah untuk satu alasan pasti.
"Aku ikut!" ucap Odessa saat suaminya berdiri dari tempatnya.
Seda mengernyitkan kening. "Mau apa?"
"Ikut kamu. Pokoknya aku mau ikut kamu mau lakuin apa pun."
Mereka saling bertatapan, membaca maksud satu sama lain. Seda menghela napasnya dan bertanya, "Kamu mau melakukan kesalahan untuk kedua kalinya?"
"Kesalahan apa? Aku bahkan nggak tahu kesalahan yang kamu—"
"Kamu dateng ke sini, sengaja buat lihat Deprima. Kamu dandan secantik ini, sengaja supaya Deprima bisa lihat 'Tadaaa' yang dia tahu akun Madam Rose nya aja. Sekarang kamu mau nunjukkin diri di depan orang yang bakalan meeting sama aku? Kamu mau tambah bikin aku kesal, Des?"
Odessa terperangah. Ucapan suaminya yang jelas, sarat akan rasa kesal dan kecemburuan itu baru Odessa dapatkan sekarang. Ternyata pria itu tanpa sadar mengungkapkan jawaban yang Odessa inginkan. Sepertinya baru dua hari kemarin mereka sibuk berdebat dan merangkai bahasa tubuh di ranjang. Sekarang Odessa sudah menemukan jawabannya tanpa menunggu bayi mereka lahir lebih dulu.
Tak mau membuat Seda semakin merasa kesal dengan kalimat menggoda—karena itu tidak akan mempan—Odessa memilih untuk mengangguk pasrah dan bertanya dengan baik. "Jadi, kamu maunya aku gimana? Lebih baik aku diem nunggu kamu di sini?"
Itu bukan pilihan yang bagus. Karena Odessa bisa membaca suaminya tak akan suka Deprima berduaan di ruangan itu bersama Odessa.
"Jangan kasih aku jawaban untuk pulang ke rumah, ya. Karena aku nggak pengen pulang sama sekali, Mas."
Seda mengikis jarak diantara mereka. Mencium sekilas bibir istrinya yang sukses membuat tubuh Odessa oleng. "Sayangnya jawabanku adalah aku mau kamu pulang, Odessa."
Odessa tak akan menang dengan pria yang sedang cemburu buta, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUSH HOUR /TAMAT
Ficción GeneralMATCHMAKER SERIES KAROS PUBLISHER Seda Dactari adalah pria kaku yang hidup bersama perempuan yang dijodohkan orangtuanya bernama Odessa Fica. Nama mereka mungkin mirip, tapi tidak secara ketertarikan. Dalam rumah tangga yang tidak menarik itu, merek...