Odessa tidak mengerti kenapa mendadak saja ada truk menyambangi rumahnya dan menurunkan barang yang tidak pernah dia pesan. Bunga. Semua hal yang berkaitan dengan romantisme jelas bukan tipikal Odessa sekali. Dia bahkan tidak mengerti kenapa ada truk dengan bunga yang dirangkai dengan cantik pada masing-masing bentuk. Sepertinya ada orang yang salah mengirimnya hingga berakhir di kediamannya.
"Siapa yang kirim, ya? Saya nggak pesan bunga sebanyak ini, Pak." Odessa memberikan penyangkalan dari kegiatan para pegawai menurunkan buket bunga. "Tunggu-tunggu! Jangan diturunin dulu. Saya nggak mau terima karena saya nggak pesan semua ini."
Agak kesal menanggapi orang-orang itu, Odessa memberikan seruan yang membuat tiga orang pria itu berhenti. Salah satunya langsung mewakili untuk bicara pada Odessa.
"Bu, ini alamatnya bener di sini. Yang kirim Seda Dactari dari stasiun televisi yang terkenal itu. Kami cuma melakukan tugas. Kalo ibu nggak mau nerima, kami nggak peduli, Bu. Yang penting kami bener ke alamat yang dituju."
Mungkin karena lelah dan faktor pekerjaan lama di jalanan yang panas membuat ketiganya seolah akan mengunyah Odessa hidup-hidup bila masih berisik protes pada mereka. Odessa tak berani mengatakan apa-apa lagi. Jika memang suaminya yang berulah dengan semua ini, maka Odessa akan melemparkan semua kemarahannya pada Seda nanti. Sekarang biarkan saja bunga-bunga itu diangkut ke pekarangan Odessa. Meski tak seharusnya bunga itu berada di sana, karena memang tujuannya sebagai hiasan.
*
Odessa memberikan tatapan tajam tanpa ampun kepada suaminya yang baru saja memasuki ruang tamu dengan wajah cerah, secerah matahari yang bersinar. Namun, senyuman itu langsung berubah pias karena Odessa tak menunjukkan kebahagiaan yang ia mau.
"Des?"
"Das Des Das Des!" Odessa menyalak kepada suaminya. "Kamu punya selingkuhan siapa? Sampe bawain bunga satu truk!"
"Selingkuhan?" balas Seda.
"Iya! Aku, tuh, nggak ngerti kenapa kamu melakukan hal yang nggak ... astaga, Mas!" Odessa mendesah napas keras. Menangis dengan apa yang dirinya dapatkan kini. Suaminya membuat Odessa kesal bukan main.
"Des, aku nggak selingkuh. Semua bunga itu aku beli untuk kamu supaya nggak marah lagi."
Tatapan Odessa semakin menajam. "Kamu ... seorang Seda Dactari mikirin cara supaya aku nggak marah dengan kirimin bunga? Kamu yakin itu ide kamu?" Pertanyaan itu jelas menyudutkan Seda. Ada kecurigaan yang muncul dari bibir Odessa, alarm tanda bahaya Seda berbunyi keras.
"Jangan mikir macam-macam, Des."
"Terus aku harus mikir apa, Mas!? Kamu bukan pria yang suka ngasih bunga atau semacamnya. Kamu nggak akan punya ide begini. Ngaku, Mas. Kamu itu dapet dari siapa ide kayak begini???"
"Tenang dulu—"
"Aku nggak bisa tenang kalo ada tanda nggak beres dari sikap suamiku yang nggak seperti biasa! Aku nggak mau kamu sembarangan dapet ide dari orang lain, Mas."
Seda tak percaya istrinya begitu memiliki pemikiran buruk.
"Aku dapet ide dari asistenku!" balas Seda agak keras karena istrinya tampak kalut dengan isi pikirannya.
"Perempuan??? Asisten kamu itu perempuan, kan? Yang waktu itu datang ke rumah karena kamu nggak kerja di kantor?? Kenapa kamu cerita soal masalah kita ke asisten perempuan kamu?"
"Asisten aku laki-laki, Des!"
Odessa langsung terdiam. Meski begitu, dia tetap melayangkan tanya kembali pada suaminya.
"Laki-laki? Kok, bisa ...?"
Seda mengusap wajahnya frustrasi. Tak suka dengan perdebatan mereka yang tidak masuk akal ini.
"Bisalah! Asistenku ganti karena Kamayang resign! Puas?!"
Lelah dengan sesi perdebatan itu, Seda memilih mengakhirinya lebih dulu. Lelah sepulang kerja dan tidak mendapati kenyataan yang tak sesuai ekspektasi. Sungguh Seda baru kali ini berhadapan dengan Odessa yang mudah marah dan curiga.
"Mas," panggil Odessa dengan suara pelan. Mungkin baru sadar atas kesalahannya. "Maafin aku, Mas. Aku harusnya tau kamu bukan pria yang suka deket sama perempuan lain."
Seda tak mempermasalahkan sama sekali dengan kecurigaan Odessa. Sebab dia memang sudah berbohong mengenai ide dari asistennya. Jelas-jelas Seda memang mendapatkan ide tersebut dari Tadaaa. Untuk apa juga Seda balik marah? Itu hanya membuatnya merasa lebih bersalah karena berbohong pada istrinya.
"Aku nggak marah, Des. Ngapain minta maaf begitu?" tanya Seda sembari melepaskan jam tangan mahalnya secara hati-hati.
"Aku nuduh begitu, aku harus minta maaf sama kamu, dan kamu harus maafin aku, Mas."
Seda menatap istrinya bingung. "Masa minta maaf maksa?"
Perempuan itu sudah memajukan bibirnya bersiap merajuk kembali. Dengan begitu Seda mengucapkan, "Iya, iya. Aku maafkan kamu. Sekarang boleh nggak aku minta kamu siapin air hangat? Aku mau mandi terus makan."
"Aku nggak masak," ucap Odessa tanpa Seda perkirakan.
"Kenapa? Bahan masakan habis?"
"Nggak. Aku cuma males aja cium aroma masakan, bikin mual."
Seda menganggukan kepala. "Oh, yaudah aku pesan online aja."
Pasangan yang benar-benar tak peka itu menjalankan aktivitas masing-masing tanpa memikirkan kemungkinan lain atas kebiasaan baru Odessa.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUSH HOUR /TAMAT
General FictionMATCHMAKER SERIES KAROS PUBLISHER Seda Dactari adalah pria kaku yang hidup bersama perempuan yang dijodohkan orangtuanya bernama Odessa Fica. Nama mereka mungkin mirip, tapi tidak secara ketertarikan. Dalam rumah tangga yang tidak menarik itu, merek...