24. CRUSH HOUR

8.1K 1.2K 42
                                    

Rutinitas bangun pagi sepertinya tidak menjadi hal wajib lagi bagi Odessa. Dia menjadi malas untuk bangun pagi dan menyediakan semua kebutuhan suaminya. Bahkan untuk bangun dari kasur saja perempuan itu enggan. Otomatis, yang terkena imbas dari kemalasan Odessa yang tiba-tiba itu adalah Seda. Pria itu tak merasa melakukan kesalahan, tapi sepertinya sang istri menghukumnya.

"Des, kamu nggak siapin baju kerja aku?"

Odessa yang merasa terpanggil menggerakan lehernya dan mendapati suaminya berdiri bingung dengan handuk yang terlilit di pinggang.

"Loh? Kamu udah mandi, Mas?"

"Kelihatannya aku habis apa, Des? Garuk tanah?"

Odessa berdecak kesal. "Nggak usah sewot juga kali, Mas!"

"Ya, gimana nggak kesel? Kamu biasanya bangun pagi nyiapin baju kerjaku, sekarang malah nanya aku udah mandi atau belum. Ini udah hampir jam sembilan, Des."

Melihat jam dinding, Odessa masih saja membalas. "Lebay, ah. Orang baru jam delapan gitu. Kamu lebay banget sumpah, Mas."

"Kenapa malah jadi lebay? Biasanya kamu jam segini udah marah-marah kalo aku belum siap juga," balas Seda tak lagi bisa santai.

"Itu, kan, biasanya. Sekarang aku lagi nggak pengen disiplin kayak biasanya, Mas. Kamu jangan bikin aku jadi bete, deh, Mas."

Seda berdecak, memilih untuk langsung bertanya kesediaan istrinya. "Udahlah, kamu mau pilihin baju buat aku kerja atau nggak, Des?"

"Nggak!" balas Odessa mendadak sama kesalnya pada sang suami.

"Terserah kamu, Des."

Seda sibuk untuk memilih pakaian kerjanya sendiri. Tidak peduli bahwa wajah Odessa memerah dan tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh Seda. Tak terima karena bukannya membujuk, Seda justru sibuk sendiri.

Tiba-tiba saja mata Odessa memanas dan menitikkan airmata. Dia tak mengerti kenapa menangis menjadi senjata yang ampuh. Namun, hanya ini yang bisa dilakukan perempuan itu untuk menarik perhatian Seda. 

"Kok, malah nangis?" 

Ditanya oleh suaminya semacam itu malah membuat Odessa semakin mengeraskan tangisannya. Seda tidak bisa berkata apa-apa karena istrinya semakin nyaring menangis. 

"Des?" 

"Aku yang kesel kenapa kamu yang nangis? Salah lagi aku bilang gitu?" 

"Kamu emang salah, Mas!" 

Pusing memikirkan bagaimana harus menghadapi istrinya. Seda memilih untuk mendekat dan mencium kening perempuannya. 

"Aku nggak tahu kamu kenapa, Des. Terserah kamu mau nangis sampe guling-guling, aku nggak ada waktu. Oke? Kalo mau ngambek lagi, aku nggak akan pesen bunga satu truk. Aku nggak akan melakukan apa pun ke kamu. Aku berangkat!"

Seda keluar dari kamar dan segera melangkahkan kakinya tanpa membalikkan tubuh dengan raungan istrinya yang disertai dengan memanggil Seda. 

"Mas Seda! Mas! Aku nangis! Mas!!!"

Tidak akan mempan, Des! Suamimu orang paling nggak peka. 

*

"Mukanya kenapa, Pak?" tanya Deprima seraya menumpukkan beberapa berkas yang sudah dicek oleh Deprima sebelumnya. 

"Kenapa tanya-tanya?" balas Seda sewot. 

"Nggak kenapa-kenapa, Pak. Hanya saja muka bapak kusut sekali." 

Seda menggebrak permukaan meja dengan berkas yang sengaja diambilnya serampangan. Deprima langsung memundurkan kepalanya karena terkejut bukan main. 

"Saya nggak dapat jatah tadi malam. Itu menjawab pertanyaan kamu?" 

Deprima tidak menyangka bahwa jawaban itu yang akan muncul dari mulut atasannya. Luar biasa memang Seda ini. 

"Oh, gitu, Pak. Saya nggak berani tanya lagi, deh." 

"Ya udah, pergi! Saya lagi nggak senang. Kerja yang bener dan jangan ganggu saya!"

"Nggak berniat pake HP buaya saya lagi, Pak?"

"Nggak! Minggir kamu!" 

Deprima tidak akan menanyakan apa pun lagi. Dia lebih dulu pergi sebelum Seda mengusirnya untuk kesekian kalinya. Suasana hati Seda benar-benar tidak menyenangkan sama sekali. 

Mengenai ponsel buaya yang biasanya Seda gunakan hasil dari meminjam, Seda sudah mulai tak percaya. Secara jawaban akun Tadaaa tidak terbukti berhasil. Seda tidak akan melakukan apa pun. Sepertinya memang lebih baik tidak melakukan apa-apa supaya tidak memicu pertengkaran dengan istrinya. 

Baru beberapa jam, setelah salah satu ketua program KopDar memberikan waktu untuk rapat singkat. Seda kembali teringat mengenai aplikasi yang digunakan oleh Deprima. Segera memberikan tanggal pasti pada si Tadaaa untuk menghadiri acara baru itu nantinya. 

"Prim, kirim pesan ke Tadaaa rincian acara Kopdar yang bentar lagi mulai syuting, ya!" seru Seda saat baru memasuki ruangannya dengan jalan cepat. 

"Loh? Jadi kopdar nya, Pak?" tanya Deprima. 

"Jadilah. Kamu juga siapin apa aja yang harus dibawa buat syuting. Kita syuting ke Bandung, di kafe yang saya mau. Ketemu di sana, ya. Rincian biaya nanti di koordinasi sama anak divisi kopdar. Kasih ke saya buat saya tanda tangan. Kerja cepat, biar cepat selesai. Saya pengen pulang cepat."

Deprima hanya bisa melongo dengan ultimatum yang diberikan oleh atasannya. Deprima tak bisa mundur dari tugasnya. Syuting juga Seda yang meminta langsung, bagaimana lagi ... KopDar harus tetap berjalan. 

CRUSH HOUR /TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang