34. CRUSH HOUR

8.5K 1.1K 58
                                    

Kecupan yang mulai mendarat di wajah—khususnya bibir—Odessa berulang kali disertai cengkeraman kokoh sang suami membuat perempuan itu agak kewalahan, meski semula dia yang menginginkan hal ini terjadi. Ditangkupnya wajah Seda untuk memberi jeda.

"Udah, gitu aja?" tanya Odessa.

"Apanya? Kamu yang nahan aku buat berhenti cium kamu. Kenapa malah nanya 'udah gitu aja'?"

"Maksudku soal aplikasi Madam Rose," balas Odessa.

Pria itu menatap ponsel Odessa sekilas yang sudah ditaruh di meja kecil samping ranjang mereka.

"Udah, kan? Udah kamu hapus juga."

"Tinggal gitu doang? Ngapain kita debat panjang lebar kalo ternyata kamu maunya aku hapus aplikasinya?"

"Kamu yang ngajak debat, aku nggak. Aku bilang kondisi kamu nggak boleh tertekan."

"Astaga, Mas!" Odessa mengusap wajahnya sendiri sebelum dengan gemas mencubit puting suaminya agak keras hingga Seda mengaduh dan belingsatan untuk meredakan rasa perih akibat cubitan istrinya.

"Des, perih, Des."

Odessa memasang wajah tak bersalah. Siapa yang tidak akan gemas dengan sikap Seda yang luar biasa itu?

"Karena aku udah komit buat selalu ngomong apa mauku, makanya aku akan lakuin apa pun ke kamu supaya kamu tahu aku sebenarnya rasain apa dan mau apa."

Seda memberikan tatapan tak percaya pada istrinya. "Dengan cara nyubit puting aku???"

"Iya. Anak kita juga yang mau, Mas. Gemes sama bapaknya yang ribet padahal bisa bikin sederhana masalah."

"Aku nggak ribet, Des." Seda masih berusaha mengelak.

"Iya, deh, nggak ribet. Tapi drama!"

Seda masih ingin membalas ucapan istrinya, tetapi terpaksa diam begitu Odessa menggunakan telunjuknya untuk membuat pria itu bungkam.

"Jangan bales! Dengerin aku, Mas Seda Dactari." Memanggil nama lengkap berarti Seda harus benar-benar diam. "Aku hapus aplikasinya itu jalan keluar saat ini, maka cara keluar dari masalah kita selanjutnya adalah sering-sering ngobrol."

"Iya, aku tahu—"

"Jangan tahu-tahu terus! Kamu, tuh, lebih dari perempuan tahu nggak? Emangnya aku nggak tahu kamu habis nangis di klinik? Mata kamu bengkak, hidung kamu merah, tapi kamu nggak mau ngomong apa pun ke aku. Itu namanya tahu? Itu namanya paham?"

Seda langsung merunduk lemas. Dia ketahuan sudah menangis. Padahal Seda tak mau jika sampai ketahuan menangis.

"Aku nggak mau kamu kepikiran, Des."

"Tapi akhirnya aku malah jadi lebih kepikiran karena kamu nggak mau ngomong apa perasaan kamu, Mas!"

"Maaf," ujar Seda seraya berusaha mendekatkan wajahnya kembali pada Odessa. Mengira jika pembicaraan selesai.

Sayang, Odessa langsung menepuk-nepuk bibir pria itu yang semangat sekali untuk maju.

"Aduh, Des. Kenapa lagi?"

"Jangan cium-cium dulu kalo kamu nggak cerita apa yang kamu pikirin dan kamu rasain."

Untuk menyelesaikan masalah ini lebih cepat, Seda menegakkan tubuh dan segera menjawab secara lengkap.

"Aku ngerasa nggak berguna, Des. Curhatan kamu di aplikasi Madam Rose bikin aku ngerasa bahwa aku adalah pria yang mengecewakan dan bisanya bikin kamu tertekan karena nggak peka, nggak perhatian. Aku bahkan sampe doa yang nggak baik buat Tadaaa dan pasangannya, yang ternyata doa itu adalah untuk kamu dan ... aku. Selama ini aku nggak sadar aku udah separah itu hidup sama kamu. Bisa dibilang aku bahkan nggak pernah bikin kamu bahagia. Aku takut kalo deket-deket sama kamu makin bikin kamu tertekan, apalagi kamu lagi hamil. Makanya ... aku pengen jaga jarak sama kamu."

Odessa mulai memahami letak kesalahpahaman mereka yang sesungguhnya. Dia menjitak kepala Seda dan segera menarik leher pria itu saat Seda berniat memprotes. Membungkam Seda untuk tak melayangkan protes karena sudah dicubit, dipukul bibirnya, sampai dijitak keningnya dengan ciuman dalam.

Kebetulan lagi, tiba-tiba hujan mengguyur bumi. Rasa dingin dan lembab membantu mereka untuk saling merekat tak lepas guna membagi kehangatan.

"Hhh, buka dulu celana kamu, Mas." Odessa membisikkan kalimat itu diantara leher dan telinga suaminya.

Seda mana bisa berpikir jernih jika diberi aba-aba seperti ini? Belum lagi tepat di depan matanya puting susu Odessa mengeras, antara cuaca dingin karena hujan atau karena terangsang begitu dalam. Jadi, sembari berusaha menarik celananya lepas, Seda merunduk di dada istrinya berusaha bertindak sekaligus tak melewatkan merasakan kenikmatan.

"Aku ... Mas, jangan digigit terlalu kuat kayak biasanya, ya." Odessa menekan kepala suaminya sekaligus memberi peringatan. Kontras sekali apa yang dilakukan Odessa. Tubuh bicara apa, mulutnya bicara apa.

"Nah, ahhh, gitu!"

Banyak sekali bahasa yang muncul dari bibir Odessa. Seda cukup takjub dengan hal itu.

"Kamu makin cerewet, Des."

Untung saja Odessa tidak marah dengan ucapan suaminya itu. Justru Odessa malah semakin aktif meminta dipuaskan dengan menggenggam milik Seda dan tak sabaran mengarahkannya pada diri Odessa sendiri.

"Des, aku ini makhluk hidup, bukan dildo yang bisa kamu putar sana sini."

Odessa yang mulutnya merekah dan buta karena gairah langsung tersenyum dengan ucapan suaminya. "Ups, maaf, Mas. Nggak tahan soalnya."

Seda menggeleng takjub dan sengaja melumat bibir Odessa sebelum mereka memasuki sesi penuh peluh.



[Ups🙊🔥🔥🥵 hujan beneran di tempatku.]

CRUSH HOUR /TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang