Omega

1.5K 181 34
                                    


Iqbaal tersenyum melihat (Namakamu) tengah berdebat dengan Andi. Andi mencoba mengambil laptop itu dari pangkuan (Namakamu) yang masih dirawat di rumah sakit ini, tetapi (Namakamu) malah melindungi laptopnya dari jamahan tangan Andi.

"Astaga, Andi! Saya cuma sebentar lihat e-mail yang masuk," ucap (Namakamu) yang mulai membawa laptopnya ke dalam pelukannya.

Andi mulai berpindah tempat ke mana laptop itu dipeluk. "Buk, kata Dokter, ibu gak boleh banyak pikiran. Pekerjaan itu saya yang urus, ibu istirahat saja," balas Andi seperti biasa sopan dan kaku.

(Namakamu) pasrah saat Andi mengambil laptop itu dari pelukannya, ia pun melirik Iqbaal yang tersenyum melihat keakraban dirinya dengan Andi. "Bang, bosan," rengek (Namakamu) mengadu kepada Iqbaal.

Iqbaal pun berdiri dari duduknya, ia mendekat ke tempat tidur (Namakamu). "Andi, saya bisa minta tolong belikan kopi saya? Kalau kamu mau, bisa juga sekalian belikan." Iqbaal memberikan kartunya."Bisa, kan?"

Andi menurutinya, dan segera pergi meninggalkan ruang rawat itu.

Iqbaal duduk di pinggir ranjang (Namakamu), ia mengusap perut istrinya dengan sayangnya. "Kamu mau apa? Makan?" tanya Iqbaal dengan lembut.

"Nonton drakor."

"Kecuali itu."

"Ha? Kenapa sih, Bang? Itukan hiburan aku, Bang."

"Kamu bisa nggak makan karena itu, abang nggak mau ambil resiko itu."

"Aku ingat makan kok, nggak mungkin—"

"Mending lihat abang aja, abang bisa buat kamu gak bosan."

(Namakamu) pun penasaran, ia mulai menatap Iqbaal," Abang mau atraksi apa?" tanya (Namakamu) dengan polosnya.

Iqbaal membawa (Namakamu) ke dalam pelukannya, ia mengusap punggung itu dengan kasih sayangnya. "Abang lakuin apapun asal kamu bahagia, (Namakamu). Abang selalu ada untuk kamu dan anak kita, jangan lagi berpikir untuk menanggung semuanya sendiri." Bisik Iqbaal dengan suara beratnya.

(Namakamu) tersenyum, ia merasakan kehangatan Iqbaal yang tidak ada gantinya di dalam dunia ini. "Abang udah punya nama nggak untuk anak kita nanti?" tanya (Namakamu) sembari melepaskan pelukannya dengan Iqbaal.

Iqbaal mengusap rambut istrinya dengan penuh kelembutan. "Faleesha Asha."

"Artinya?"

"Faleesha adalah tulip, dan Asha adalah harapan. Anak kita adalah harapan yang akan selalu mekar untuk setiap orang yang menyanyanginya. Sama seperti kamu, asaku sampai aku dipanggil Tuhan nantinya."

(Namakamu) melihat senyuman itu terukir kembali diwajah suaminya, akhirnya ia melihat senyuman manis itu untuk pertama kalinya setelah pertemuan kami. Ia begitu bahagia dengan keadaannya sekarang. "Aku juga ber-asa hanya untuk kamu."

Iqbaal mengecup dahi (Namakamu) dengan sayangnya, lalu memeluknya kembali. "Makasih sudah mau menanggapi asa-ku, (Namakamu)."

**

Iqbaal merapikan selimut istrinya yang sudah tertidur lelap, tak lupa ia mengecup kembali dahi itu. Tak lama kemudian, ponselnya bergetar menandakan panggilan masuk. Iqbaal melihat nama Mama nya ada di sana.

Iqbaal menjawab panggilan itu, lalu berjalan keluar dari ruangan (Namakamu).

"Iqbaal! Maksud kamu apa nuntut mama ke pengadilan? Mama salah apa sama kamu, Nak?"

Iqbaal menyandarkan tubuh tegapnya ini ke dinding di belakangnya. "Mama bisa baca sendiri dari surat panggilan itu. Semua tertera jelas di sana." Balas Iqbaal dengan suaranya yang serius.

"Kamu kenapa sih, Baal? Ini mama, Baal! Mama yang ngerawat kamu sampai sebesar sekarang! Mana rasa sayang kamu ke Mama?! Mana? Tega kamu nuntut mama kamu hanya perkara kecil ini? Kamu mau dibilang anak durhaka? Ha?!"

"Perkara kecil? Mama mengancam seseorang sampai dia melakukan bunuh diri, itu adalah perkara kecil? Bahkan dia masih dibawah umur, Ma. Dan karena rasa sayang aku ke mama, aku mau mama berubah. Mungkin dengan jalan ini, mama bisa berubah dan mengerti apa itu kebahagiaan sebenarnya."

"DASAR ANAK KURANG AJAR! MANA SI JALANG ITU? (NAMAKAMU) ANJING! BERANI-BERANINYA DIA BONGKAR SEMUA ITU! KEPARAT! BIADAB!"

Iqbaal mengeratkan kepalan tangannya. "Dan tolong, jangan sekali lagi memaki istri saya dengan ucapan tidak pantas itu atau anda akan benar-benar menderita di dalam penjara nanti. Saya bisa melakukan apapun jika anda mengutuk istri saya lagi. Mengerti?" Iqbaal mengancamnya dengan penuh keseriusan.

Ia mematikan panggilan itu, dan kembali menelpon seseorang.

"Ini saya, Iqbaal. Saya mau kasus ini benar-benar menjerat dia dengan hukuman lama. Saya tidak perduli dengan apapun, yang mau saya dengar adalah bahwa dia menderita di dalam sana. Sangkutkan semua pelanggaran kasus yang pernah dia lakukan juga."

"Baik, Pak."

Iqbaal pun menutup panggilan itu dengan amarahnya yang bergelonjak. Andi yang baru saja tiba pun segera menghampiri Iqbaal dengan kopi pesanannya.

"Pak, ini kopinya."

Iqbaal yang menyadari Andi di sini membuatnya segera tersenyum kembali dan menerima kopi tersebut. "Terima kasih, Andi."

"Pak, mengenai laporan di rumah sakit jiwa, ibu Salsha sedang masa pengobatan juga, Pak. Keluarga Salsha benar-benar mengeluarkan surat tuntutan juga untuk Mamanya pak Iqbaal. Apa saya—"

Iqbaal memegang pundak Andi dengan lembut. "Terima kasih sudah menjaga istri saya selama ini. Terima kasih juga atas kerja keras kamu untuk istri saya, Andi."

Andi menganggukkan kepalanya dengan cepat, ia begitu kaku dan sopan.

"Saya ke dalam dulu, ya." Iqbaal mencicip kopinya,"kopinya enak." Dan Iqbaal masuk ke dalam ruangan itu kembali.

Andi begitu senang saat yang ia asa kan, benar-benar terjadi. Akhirnya, (Namakamu) tidak menangis lagi setiap malamnya.

"Terima kasih, Pak sudah mau menunggu ibu (Namakamu)."

**

"Pa.. ak-aku mau di penjarakan sama Iqbaal, Pa.. tolong aku!" mohon mama Iqbaal denga penuh ketakutan.

Papa Iqbaal sibuk dengan laptopnya. "Saya lagi sibuk, jangan ganggu."

"PAPA! AKU MAU DIPENJARA, PA! TOLONG BANTU AKU! SUAMI TOLOL! KERJA TERUS KERJA! ISTRI KAMU INI MAU DIPENJARA TOLOL! AAAAA... KENAPA DI RUMAH INI TIDAK ADA YANG BANTU AKU!"

Papa Iqbaal segera berdiri dari duduknya, lalu menampar istrinya dengan kuat. Istrinya terjatuh dengan pipinya yang merah.

"Detik ini juga, kita cerai! Tidak ada pembagian harta gono-gini, kamu akan saya miskinkan! PERGI KAMU DARI RUMAH SAYA!"

Mama Iqbaal terkejut dengan semua yang terjadi. Kenapa dirinya semakin sial? Apa yang salah darinya? Apa?

"PAAAA! KENAPA AKU YANG DISALAHKAN?! "

"MBAK, PANGGIL SATPAM DAN USIR PEREMPUAN GAK TAU DIRINYA KELUAR!" ucap papa Iqbaal dengan amarahnya.

"LEPAS! KENAPA AKU YANG KENAK SIAL!! LEPASIN AKUUUU! ANJING KALIAN SEMUA! ANJIIING! LEPASSSIIIIN SAAAAYYAAA!"

**

'Kali ini rindu ke 3009 ini sudah selesai diakhir angka. Aku akhirnya kembali bersama asa yang aku cari. Pencarianku usai, dan kini aku tidak lagi memilih. Kini kebahagiaanku akan menjadi rumah untuk akhir hayatku nanti. '

**

TAMAT

P.S : SUDAH YA WKWK SEMOGA KALIAN SENANG DENGAN CERITA INI. AMBIL POSITIFNYA DAN LUPAKAN NEGATIFNYA. JANGAN TAKUT UNTU BER-ASA

ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang