16

4.9K 563 71
                                    

Iqbaal pulang dengan wajahnya yang terlihat menyimpan rasa kesal, akibat (Namakamu) selalu membuatnya kesal. (Namakamu) hanya melihat Iqbaal pergi meninggalkan dirinya di rumah besar ini.

(Namakamu) menggelengkan kepalanya pelan, lalu mulai membalikkan badannya untuk kembali ke kamar.

"Bagaimana, (Namakamu)? Sudah ada perkembangan mengenai cucu?"

(Namakamu) tahu itu, ia bahkan mengetahui suara itu tengah duduk santai di ruang tamu yang besar itu dengan secangkir tehnya. (Namakamu) menghentikan langkah kakinya, lalu menatap wanita paruh baya itu dengan tatapan dinginnya.

"Belum pergi, Tante? Katanya mau arisan," jawab (Namakamu) dengan suara tenangnya.

Liana- si wanita paruh baya itu- meletakkan kembali cangkir mahalnya ke meja kaca itu dengan baik.

"Kamu sudah berani datang ke sini, lalu kembali menunjukkan kesombongan kamu."

(Namakamu) mengangkat kedua bahunya dengan santai, "kenapa, enggak? Saya punya pendidikan yang tinggi, saya punya pekerjaan, dan saya tidak bergantung pada harta warisan siapapun. So?" balas (Namakamu) dengan tenang.

Liana menyunggingkan senyumannya, "tapi nyatanya, Iqbaal tetap tidak bisa kamu miliki seutuhnya. Kamu hanya sebagai alat pemberi cucu, kalau cucu saya sudah dapat, maka kamu akan pergi dari kehidupan Iqbaal." Dia mengatakannya dengan penuh rasa bahagia.

"Kita lihat nanti, siapa yang dia pilih. Ibu kandung atau istri yang akan mengandung?"

Liana hanya menatap (Namakamu) dengan tidak suka. (Namakamu) berjalan kembali menuju kamar tidurnya, ia seakan-akan bahagia telah membuat mertuanya diam.

**

Salsha menyambut Iqbaal dengan senyumannya yang manis, ia melihat Iqbaal dengan wajah gembiranya.

"Sudah makan, Baal?" tanya Salsha dengan senyumannya.

Iqbaal hanya menganggukkan kepalanya, lalu tanpa mengganti baju, ia langsung ke tempat tidur, ia lelah.

Salsha membuka kaus kaki Iqbaal.

"Jangan dibuka, biar saya sendiri," balas Iqbaal dengan serak.

Salsha pun menghentikan tangannya yang hendak membuka kaus kaki Iqbaal, ia pun dengan pelan mengambil posisi di samping Iqbaal.

"Baal," panggil Salsha dengan lembut.

Iqbaal mendengarkan, tetapi tidak menjawab.

"Boleh aku meminta hakku sebagai istri untuk malam ini? Pelengkap batiniahku," ucap Salsha dengan pelan.

Iqbaal mendengar itu, ia mendengar jelas itu. Tetapi, entah kenapa ini tidak membuatnya tertarik bahkan ingin melakukannya.

"Jangan sekarang, saya sedang kelelahan."

Salsha menggigit bibir bawahnya pelan sembari menghela napasnya pelan. Iqbaal pura-pura memejamkan kedua matanya untuk menandakan bahwa ia nyenyak akan tidurnya.

"Maaf," ucap Salsha pelan.

Iqbaal diam. Ia hendak mengunjungi mimpi agar terlepas dari hari ini.

**

(Namakamu) membaca kembali artikel mengenai kehamilan. Dengan camilannya, tanktop beserta celana jeans pendeknya di atas lutut sekali, dan rambutnya yang diikat sembarang, membuatnya dengan membaca artikel itu.

"Pasti lucu, deh kalau dijadikan sebagai karya seni lukis," gumam (Namakamu) dengan senyumannya saat meliha gambar bayi lucu.

(Namakamu) kembali membacanya dengan santai, meski ia tidur sendiri di kamar Iqbaal yang besar ini, tetap membuatnya nyaman. Nyaman dalam hal memakai apapun. Tidak ada yang perlu dijaga.

(Namakamu) kembali mengambil camilannya, lalu mengunyahnya kembali. Saat dirinya ingin membaca lebih artikel lain, tiba-tiba dari layar ponselnya terlihat nama Iqbaal di sana.

(Namakamu) segera mengangkatnya dengan mulut yang mengunyah.

"Hmm.." sahut (Namakamu) dengan kunyahannya

"Belum tidur?" tanya Iqbaal dengan suaranya yang berat dan serak.

(Namakamu) kembali mengunyah,"hmm.."

Terdengar helaan napas di ujung sana, "jangan tidur malam-malam, (Namakamu)."

(Namakamu) sudah menelan sebagian camilannya, "iya."

"Tidak ada ucapan selamat tidur untuk suami kamu, (Namakamu)?"

"Salsha udah tidur?" tanya (Namakamu) sembari mengambil camilannya lagi.

"Kenapa tanya Salsha, jika suami kamu lagi bertanya, (Namakamu)?"

(Namakamu) memutar kedua bola matanya dengan malas. "Iya, selamat tidur, jangan lupa berdoa sebelum tidur."

"Kamu juga, jaga kesehatan."

"Iya!" (Namakamu) segera mematikan panggilan itu. Sebenarnya, ia tidak ingin berbuat kasar seperti itu, ia hanya ingin menjaga perasaan Salsha. Ia takut, Salsha merasa tidak dihargai.

Saat (Namakamu) tengah berpikir, ia melihat notifikasi pesan dari Iqbaal. (Namakamu) membukanya, lalu membacanya.

'Abang rindu.'

(Namakamu) mengeluarkannya segera, lalu kembali mematikan ponselnya. Ia tidak bisa seperti ini terus.

"Baik, kita akan cari cara supaya cepat dapat anak. Fighting!" (Namakamu) mulai mencari artikel kembali.

**

Bersambung

ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang