"Baal, belum tidur, Nak?"
Iqbaal yang tengah berkutat dengan laptopnya pun hanya dapat membuka kacamatanya, ia melihat Mamanya memasuki kamar tidurnya dengan baju tidur. Iqbaal sedikit menjauhkan laptopnya dari jangkauannya.
"Masih ada kerjaan," balas Iqbaal dengan singkat.
Mama Iqbaal mengambil posisi di pinggir tempat tidur Iqbaal, ia menepuk kaki anak laki-lakinya ini. Iqbaal hanya melihatnya.
"Gimana pekerjaan kamu, Nak? Ada masalah?" tanya Mama Iqbaal dengan lembut.
Iqbaal hanya menatap, dia tidak menjawab. Mama Iqbaal menyampirkan rambutnya yang sudah mulai beruban itu, lalu tersenyum menatap anak semata wayangnya ini.
"Mama sudah lama ingin cucu dari kamu, Baal. Dan istri kamu, Salsha dinyatakan ternyata mandul." Mama Iqbaal mendekat ke anaknya," Mama sudah punya solusi. Gimana kalau kamu punya istri lagi. Poligami, mau, kan?"
Iqbaal yang mendengar itu seketika tertawa kecil sembari menatap Mamanya. "Mama bangga punya anak seperti Iqbaal?" tanya Iqbaal untuk pertama kalinya di dalam hidupnya.
Mama Iqbaal mengusap kepala Iqbaal dengan lembut, "kamu adalah kesayangan Mama, Baal. Mama berharap lebih sama kamu," ucap Mama Iqbaal dengan senyumannya.
Iqbaal menganggukkan kepalanya dengan tatapannya ke arah Mamanya, "lakukan seperti biasa Mama lakukan."
Mamanya tersenyum mendengar jawaban anaknya, lalu pergi keluar dari kamar tidur Iqbaal. Ia keluar dengan perasaan bahagia.
Iqbaal dengan kuat menutup laptopnya, ia mengacak kasar rambutnya dengan rahang yang mengeras.
**
(Namakamu) yang tengah membereskan kopernya pun menghentikan aktivitasnya, ia melihat foto Iqbaal dan dirinya yang tertawa tanpa beban. Mereka mengabadikannya saat Iqbaal mengajaknya jalan-jalan mengelilingi kota Bandung.
Ia melihat Iqbaal menatapnya dengan senyuman bahagia itu, dan dirinya yang tidak mengetahui bahwa difoto.(Namakamu) mengusap foto itu dengan rasa rindunya.
"Boleh kan rindu sebentar, hanya sebentar saja." (Namakamu) dengan pelan.
"(Namakamu), lo lagi sibuk, nggak?"
(Namakamu) yang mendengar namanya dipanggil membuatnya seketika menyimpan foto itu ke dalam genggamannya, ia menyembunyikan sedihnya dengan memberikan senyuman manisnya kepada Salsha.
"Nggak kok. Ini mau bongkar-bongkar aja, kenapa?" tanya (Namakamu) yang tersenyum.
"Mau temani gue ke rumah mertua gue? Gue masih takut pergi sendirian, gue takut dimarahi lagi," ucap Salsha dengan pelan.
(Namakamu) berdiri dari duduknya di lantai.
"Jangan sedih gitu, dong! Males ntar gue di Indonesia kalau lo sedih mulu," balas (Namakamu) dengan senyumannya.
Salsha memberikan senyumannya kepada (Namakamu), "jangan pergi lagi! Kalau mau S4 di sini aja."
(Namakamu) tertawa sembari mengusap bahu Salsha, "jadi, jam berapa kita pergi?"
**
Salsha menghela napasnya, dan (Namakamu) menguatkannya. "Mungkin mertua lo mau minta maaf, jangan gugup dan jangan takut. Suami lo ada di rumah, kan?" ucap (Namakamu) dengan lembut.
Salsha menganggukkan kepalanya, ia pun mulai membuka pintu mobilnya kemudian menutupnya kembali. Wajah sedihnya masih terlihat saat ia mengingat bagaimana teriakan mertuanya kepada dirinya.