26

2K 327 43
                                    

3 bulan telah berlalu, banyak hal yang sangat (Namakamu) tidak sangka bahwa dirinya telah berpacaran dengan dosennya sendiri, Iqbaal. Banyak yang tidak bisa ia tebak mengenai sifat Iqbaal, dan perilakunya terhadap dirinya. Ia menyayangi Iqbaal, rasa cintanya semakin bertambah.

"Gimana kuliahnya tadi? Ada tugas?" tanya Iqbaal dengan suara beratnya yang lembut.

(Namakamu) dan Iqbaal tengah makan malam di tepi jalan. Iqbaal pernah berkata kepada dirinya bahwa ia belum pernah makan di pinggir jalan, dikarenakan keluarganya selalu membawanya ke tempat-tempat mewah. Tetapi, semenjak berpacaran dengan (Namakamu), ia diajarkan hidup sederhana namun nyaman.

(Namakamu) melihat Iqbaal tidak pernah melepaskan genggamanya. "Ada, Bang. Tugas kelompok gitu," jawab (Namakamu) dengan tatapannya ke Iqbaal.

Iqbaal mengusap lembut punggung tangannya (Namakamu). "Mau abang bantu?" tawar Iqbaal dengan serius.

(Namakamu) menggelengkan kepalanya pelan, "Bang, aku yang kuliah, aku yang harus berjuang. Abang nggak usah ikut-ikut, ya," balas (Namakamu) dengan lembut.

Iqbaal pun mengusap puncak rambut kekasihnya ini dengan penuh kasih sayang. "Abang nggak bisa lihat kamu kesusahan, selagi abang ada, abang mau bantu." Dan ini bukan untuk pertama kali (Namakamu) mendengar perkataan ini. Iqbaal sudah sering menawarkan hal seperti ini kepadanya.

(Namakamu) hanya berdecak kecil, Iqbaal pun tersenyum, ia tahu (Namakamu) paling tidak suka jika dirinya sudah berkata seperti itu.

"Di mana-mana, kalau dimahasiswanya ditawarkan kaya gini, bakalan diterima, Sayang. Mereka bakalan senang, karena bisa lulus cepat. Kamu itu aneh, masa ditawarkan mudah, malah milih yang susah," ucap Iqbaal sembari menatap (Namakamu) dengan senyumannya.

(Namakamu) memutarkan kedua bola matanya, "ini mau makan atau kuliah? Kalau kuliah, biar aku ambil buku catatan nih," balas (Namakamu) dengan kesal.

Iqbaal tertawa mendengar ucapan kekasihnya ini. Ia sudah bahagia bersama gadis di hadapannya ini, tidak ingin ia lepaskan lagi.

"Abang mau kenalin kamu sama mama. Boleh?" tanya Iqbaal sembari mengusap punggung tangan kekasihnya.

(Namakamu) menatap Iqbaal yang terlihat serius. Iqbaal tersenyum memandangi kekasihnya.

"Abang serius sama kamu. Setelah kamu wisuda, abang akan lamar kamu, Kamu mau kan jadi istri abang?" ucap Iqbaal dengan lembut.

(Namakamu) menyunggingkan senyumannya. "Tapi, nilai aman, kan?"

Iqbaal kembali tertawa bahagia mendengar ucapan kekasihnya ini. Semesta memiliki kejutan terhadap dirinya.

**

(Namakamu) tengah berada di dalam perpustakaan, ia ingin mencari buku-buku mengenai musik untuk referensi belajarnya. Telah banyak buku-buku di dalam pelukannya, dan ia mengambil buku terakhir untuk ia bawa ke meja perpustakaan.

Ia berjalan menuju meja itu, dan meletakkan buku itu di sana. Ia mengikat rambutnya, lalu mulai belajar.

Suasana di dalam perpustakaan ini begitu sepi, karena mahasiswa datang hanya untuk melihat contoh skripsi tahun-tahun sebelumnya.

"(Namakamu)?"

(Namakamu) yang tengah serius belajar dan mencatat, tiba-tiba teralihkan oleh panggilan itu. (Namakamu) melihat seorang wanita paruh baya berdiri tidak jauh darinya.

Ia berdiri dari duduknya, dan tersenyum. "Iya, saya (Namakamu). Ada apa, Bu?" tanya (Namakamu) dengan senyuman sopannya.

Wanita paruh baya itu menatap (Namakamu) dengan tatapan yang membuat (Namakamu) tidak nyaman. Lalu wanita paruh baya itu melemparkan foto-foto ke atas meja itu.

(Namakamu) sedikit terkejut saat wanita paruh baya itu melemparkan foto itu.

"Itu kamu dan Iqbaal, kan?" tanya wanita paruh baya itu.

(Namakamu) melihat foto itu. Itu adalah dirinya dan Iqbaal tengah menikmati liburan, menikmati makan malam di pinggir jalan, dan di dalam sebuah toko buku.

"Saya adalah mama Iqbaal."

(Namakamu) seketika menatap wanita paruh baya itu. "Saya..—"

"Kamu yatim piatu, kan? Masuk ke kampus ini juga karena biasiswa, kan? Kalau kamu mau lulus tanpa ada gangguan, lebih baik kamu putuskan Iqbaal. Iqbaal akan saya jodohkan, jadwal pernikahannya sudah ditentukan.Ngerti?" potong wanita paruh baya itu dengan cepat.

(Namakamu) menggelengkan kepalanya dengan pelan, "saya nggak bisa begitu saja mengambil keputusan itu. Saya cinta dan sayang kepada Iqbaal. Iya, saya memang yatim piatu, saya memang membayar kuliah ini dengan biasiswa. Ibu juga harusnya menghargai perasaan—"

PLAK!

(Namakamu) ditampar kuat oleh wanita itu.

"KALAU SAYA BILANG TINGGALKAN YA TINGGALKAN, PELACUR! SAYA TAHU KAMU MENCOBA MEMANFAATKAN IQBAAL. DASAR PELACUR! KAMU MAU UANG BERAPA, HA?! JANGAN BERANI-BERANI KAMU MELAWAN SAYA. CINTA..CINTA..," teriak wanita paruh baya itu dengan amarahnya.

(Namakamu) merasa perih di pipinya, ia merasakan sakit. Tetapi tidak cukup sampai di sana, kerah bajunya pun sampai ditarik kuat oleh wanita itu, membuat (Namakamu) mendekat ke arah wanita itu dengan berjinjit.

"Kalau kamu nggak tinggalkan Iqbaal, saya bikin teman kamu menderita! Gita, kamu tau Gita, kan? Akan saya bangkrutkan perusahaan orang tuanya, dan Gita akan saya keluarkan dari kampus. Ngerti?!" dan (Namakamu) didorong begitu saja hingga terjatuh keras di lantai perpustakaan itu.

Ia bahkan diludahi oleh wanita itu, dan pergi begitu saja meninggalkan (Namakamu). (Namakamu) mencoba berdiri dari jatuhnya, kedua matanya memerah menahan tangis dan pedih di dalam hatinya. Ludah wanita itu ia hapus dengan lengan bajunya.

Ia mencoba tersenyum, ia mencoba tersenyum seperti biasa. Ia lihat beberapa foto itu, dan kumpulkan, ia menatap senyuman Iqbaal di sana, senyuman kebahagiaan. Pada akhirnya, ia pun menjatuhkan airmatanya, ia terjatuh kembali dengan tangisannya.

"Bang Iqbaal.." isak (Namakamu) dengan suaranya yang bergetar.

**

"Kak Gita bunuh diri."

(Namakamu) baru saja menelepon Gita, ia ingin bercerita kepada Gita. Tetapi, yang mengangkat panggilan itu bukan Gita, melainkan orang lain.

(Namakamu) tertawa kecil, "nggak mungkin. Soalnya tadi aja masih ketemu, gue dikerjainkan?" tanya (Namakamu) dengan tawa kecilnya.

"Dia sedang dibawa ke rumahnya, Kak Gita akan dimakamkan."

(Namakamu) menggelengkan kepalanya pelan, "nggak.. nggak mungkin. Gita nggak mungkin gini. Hp dia pasti dicuri, ini penipuan! Hei, saya bisa laporkan ke polisi!"

"Maafkan aku, Kak. Kakak bisa ke rumah."

(Namakamu) tetap tidak percaya, "please.. ini pasti bohong, kan? Gita lagi ngerjain gue kan? Tolong lah.. ini pasti bohongkan," ucap (Namakamu) dengan tangisannya.

"Ayah.. ayah bangkrut, dan kak Gita dikeluarkan dari kampus. Kak Gita nangis dari tadi, dia nggak terima tiba-tiba dikeluarkan, terus dia bunuh diri."

(Namakamu) mendengar tangisan adik Gita di ujung sana, tangisan yang menyakitkan.

"Kak Gitaaa...."

(Namakamu) mematikan telepon itu. Ia merasa ini hanya mimpi. (Namakamu) menampar pipinya sendiri, ia mencubit pipinya sendiri. "NGGAK! INI CUMA MIMPI! INI MIMPIII!" teriak (Namakamu) kuat. Ia menangis, menangis.

"GITAAA.."

**

Bersambung

Komentar minimal 39

ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang