Bukan pertemuan yang aku sesali, melainkan sebuah takdir yang mengharuskan kamu memilih, antara aku atau kehidupan yang menipumu. Seandainya aku dapat memberikan dunia, aku akan berikan, tapi apa daya, aku hanya dapat memberimu setitik sisa darah yang kumiliki.
**
Iqbaal berjalan meninggalkan mobilnya yang sudah ia parkir di tempat parkir khusus yang telah ditentukan. Hari ini ia ada masuk kelas siang, namun pagi ini ada pertemuan dengan anak bimbingannya untuk skripsi.
Iqbaal mengusap tengkuk belakangnya dengan pelan, ia merasa lelah saat kemarin ia tidak tidur-tidur akibat memikirkan gadis itu, (Namakamu). Ia belum juga mendapat nomor ponsel gadis itu, walau ia bahkan secara terang-terangan memintanya, tetap tidak diberinya.
Iqbaal menghembuskan pelan napasnya, lalu berjalan menuju gedung kampus ini. Ia sedikit malas untuk tersenyum karena mood-nya yang tidak mengenakkan untuk hari ini.
Ia tidak pernah seperti ini sebelumnya, sebagai dosen yang seperti punya masalah keluarga kemudian dibawa ke dalam pekerjaan, dan dampaknya adalah anak didiknya. Ia tidak pernah seperti ini sebelumnya.
"Mentang-mentang lo cantik, banyak digemari, jadi seenak lo hina keluarga gue?! Lo masih junior, bacot lo udah berani ya sama gue! Lo mau gue hancuri masa depan lo? Iya?!"
"Kak, sumpah demi apapun, aku nggak ada hina keluarga Kakak."
(Namakamu) sedang terkurung di hadapan kakak senior laki-lakinya ini. Senior ini menuduh dirinya karena telah menghina keluarganya, padahal ia kenal saja tidak, apalagi menghina. Ia merasakan aura kemarahan seniornya ini mulai diujung tanduk. (Namakamu) takut ada perlakuan kekerasan terhadap fisik.
(Namakamu) merasakan mahasiswa dan mahasiswi lainnya melihat mereka, tidak ada yang mencoba menghentikan.
Senior itu mengangkat kerah baju (Namakamu) hingga membuat (Namakamu) berjinjit, (Namakamu) kesakitan dan sesak bernapas.
"PEREMPUAN BIADAB!" Senior itu melepaskannya cengkramannya di kerah baju (Namakamu) itu dengan kasar. (Namakamu) terjatuh keras di tanah itu, ia terbatuk-batuk.
Senior itu mulai menggerakkan kakinya, (Namakamu) mencoba untuk menghindar dari tendangan itu. Namun hindarannya terhenti saat melihat senior itu terjatuh sedikit tergeser jauh dari tempatnya.
(Namakamu) membolakan kedua matanya saat melihat senior itu terjatuh parah kemudian ia melihat Iqbaal dengan salah satu tangannya yang mengepal, dan gertakan giginya yang terlihat jelas di sana. (Namakamu) melihatnya dengan jantung berdegup kencang.
"Lo minta maaf sama dia atau gue yang bakal jamin masa depan lo yang gue hancuri. Pilih?!"ucap Iqbaal dengan tatapan amarahnya ke arah senior yang terjatuh itu.
(Namakamu) melihat untuk seumur hidupnya, ia diberi rasa nyaman dan aman untuk dirinya. (Namakamu) melihat Iqbaal begitu mempesona di sana dengan amarahnya, atau dirinya kini terbuai?
**
(Namakamu) mengusap airmatanya dengan rasa pedih di hatinya, ia merasakan kembali kenangan-kenangan indah itu.
"Aku mencintai kamu, tetapi aku juga tidak mungkin membiarkan kamu melawan orang tua kamu demi aku. Aku ini hanya apa? Hanya seorang gadis beruntung mendapatkan laki-laki seperti kamu. Aku tidak apa-apa tersakiti, asal kamu tidak durhaka kepada orang tua kamu."
(Namakamu) mengusap foto kenangan mereka, berfoto dengan senyuman yang tak terkira. (Namakamu) merindukan laki-laki kesayangannya.
"Hubungan kita tidak direstui, dan aku memilih untuk memutuskan diri. Maafkan aku membuat kamu luka, maafkan aku. "
(Namakamu) memeluk foto itu, ia menangis sebisa yang ia buat..ia terluka sangat terluka.
Maafkan aku, Iqbaal.
**
Iqbaal menutup pintu kamarnya kemudian menguncinya, ia tidak menghidupkan lampu kamarnya.
Membiarkan gorden kamarnya tertutup rapat, lalu ia membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan pelukan erat dengan gulingnya. Iqbaal menumpahkan airmata kesakitan dan kerinduannya di dalam guling itu.
"Kamu ke mana, (Namakamu)? Aku rindu kamu.. aku rindu kamu, Sayang.." Iqbaal menangis di dalam diamnya, ia menangis dengan rasa sesak di dalamnya.
"Aku ingin kamu kembali, biarkan aku merasakan sakit berkali-kali karena kamu memanfaatkan aku.. tetapi.. kamu tetap di sisiku.." Iqbaal terisak di dalam sana.
Hanya ini tempat dia melepaskan airmatanya dari tekanan-tekanan di sekelilingnya, ia tidak dapat lagi menahan sesaknya ini.
"Aku ingin menunggu kamu kembali, tetapitetapi orang tuaku tidak memberi aku sebuah pilihan. Apa yang harus aku perbuat, (Namakamu)?" isak Iqbaal di dalam tangisannya.
"Iqbaal menggelamkan tangisannya, apa, sayang?" isak Iqbaal.
**
Bersambung