14

4K 535 76
                                    

(Namakamu) kali ini benar-benar sah menjadi istri Iqbaal. Dia sudah menyerahkan miliknya yang berharga untuk suaminya, Iqbaal. (Namakamu) pura-pura tertidur untuk memberi tahu Iqbaal bahwa dirinya kelelahan akibat aktivitas mereka yang baru saja selesai.

Ia merasakan badannya dibawa ke dalam pelukan hangat itu, (Namakamu) memejamkan matanya berpura-pura terlelap.

Iqbaal merapikan selimut istrinya dengan lembut, lalu merapatkan pelukannya ke istrinya ini. "Terima kasih," bisik Iqbaal dengan suara seraknya yang pelan. Ia pun tak lupa mengecup dahi (Namakamu) dengan sayangnya kemudian menutup matanya untuk mengistirahatkan dirinya.

(Namakamu) merasakan kehangatan yang dalam. Kehangatan yang tidak akan pernah ia cari ke siapapun.

**

Salsha menatap dirinya di cermin kamar Iqbaal, ia menyisir rambutnya yang halus itu dengan sisir yang mahal. Ia melihat kecantikan dirinya, dan ia menyadarinya bahwa dirinya lebih cantik jika ia terus melakukan perawatan tanpa henti.

"Diri gue lebih berharga, gue cantik, gue berpendidikan, dan gue memiliki apa orang yang tidak miliki. Terus, gue harus secepat itu menyerah karena gue mandul?" Salsha tersenyum menatap dirinya yang begitu cantik di cermin.

"Masa lalu adalah masa lalu, gue akan tetap mempertahankan rumah tangga gue. Yang seharusnya pergi, akan pergi juga pada akhirnya. Ini hanya singgahan sebentar, kemudian setelah gue mendapatkan semuanya, gue akan usir dia secara perlahan-lahan," Salsha menyunggingkan senyuman kecilnya, "ya, secara perlahan-lahan."

Salsha meletakkan sisir itu, lalu mulai membuka maskara yang mahal itu dengan anggunnya. Ia mulai memakaikannya di bulu mata lentiknya. "Gue harus bisa berubah demi Iqbaal." Salsha tersenyum.

**

(Namakamu) mendengar suara napas Iqbaal yang sudah teratur, berarti Iqbaal sudah tertidur lelap. (Namakamu) mencoba menggerakkan sedikit kakinya, dan ia merasa ngilu. (Namakamu) menghela napasnya pelan, ia akan istirahat saja untuk meredakan ngilunya.

Kini, ia menatap Iqbaal yang berada di dekatnya, wajah tampan itu tampak nyenyak saat tidur. (Namakamu) melihat sedikit kerutan di dahinya, ia mulai menua. (Namakamu) tersenyum kecil, ia dengan pelan mengusap helaian rambut Iqbaal yang sedikit menutup dahinya.

"Udah mulai tua. 35 tahun masih juga harus diurus-urus," gumam (Namakamu) sembari merapikan helaian rambut Iqbaal.

(Namakamu) melihat kantung mata Iqbaal yang juga terlihat, ia juga mengusapnya dengan lembut. "Jangan sampai sakit ya, Bang," bisik (Namakamu) dengan sangat pelan.

(Namakamu) sayang dengan pria tua ini, ia mencintai pria tua ini, ia sangat jatuh hati akan pria tua ini.

(Namakamu) berharap, ia bisa bahagia ketika sepeninggalannya dulu, tetapi ia melihat gurat kesedihan di wajah tampan pria tua ini. "Jika memang kita ditakdirkan untuk bersama, maka aku akan lakukan kembali untuk kebahagiaan kamu. Jika anak ini akan jadi di dalam rahimku, maka aku akan memberikan bukti ke Mama bahwa aku masih mencintai kamu seperti Tuhan mencintaiku."

(Namakamu) merasakan Iqbaal mengeratkan pelukannya, tetapi kedua matanya memejam nyaman.

"Aku mencintai kamu." Untuk pertama kalinya, (Namakamu) mengucapkannya di hadapan Iqbaal yang terlelap.

**

(Namakamu) terbangun dengan deringan di ponselnya, ia dengan malas membuka kedua matanya, dan ia melihat juga Iqbaal yang terbangun akan getaran di ponselnya. (Namakamu) segera mengambil ponselnya di bawah bantalnya, lalu mulai mengangkat panggilan itu.

Ia melihat Iqbaal menutup matanya kembali tetapi dengan posisi menghadap (Namakamu).

"Halo, Di."

"Bu, galeri sudah siap. Saya tinggal tunggu ibu mengunjunginya."

(Namakamu) menghela napasnya pelan,"nanti saya telepon lagi waktu kunjungannya. Kamu selalu di sana saja, oke?"

"Baik, Bu."

"Oh iya, Andi. Jangan lupa jaga kesehatan, saya tidak ingin kamu sakit."

"Siap, Ibu bos."

(Namakamu) tersenyum kecil sembari mematikan teleponnya, ia kembali meletakkan teleponnya di bawah bantal.

"Dia selingkuhan yang kamu bilang, (Namakamu)? Yang membuat kamu pergi dariku dan meninggalkan aku?"

(Namakamu) yang mendengar suara Iqbaal membuatnya sedikit terkejut dan sedikit heran. "Aku nggak ngerti," balas (Namakamu) yang mencoba merapikan selimutnya yang menutupi tubuh telanjangnya.

Iqbaal membuka kedua matanya, dan menatap (Namakamu) dengan tajam. "Kamu tidak akan pernah ke mana-mana kalau tidak ada izinku! Kamu ngerti?!" ucap Iqbaal dengan tegas.

(Namakamu) menatap Iqbaal dengan heran, "bukannya aku nggak pernah keluar, ya? Kamu selalu kurung aku, di mana pun aku berada. Aku sampai bangkrut jika kamu lakukan aku seperti ini," balas (Namakamu) sembari menggelengkan kepalanya.

"Lebih baik kamu bangkrut, dan kamu tidak ada lagi tempat perlarian kecuali bersamaku."

(Namakamu) menatap Iqbaal, "susah bicara sama orang tua, bawaannya pengin berdebat terus," gumam (Namakamu) kesal.

"Aku suami kamu, bukan orang tua kamu!" balas Iqbaal dengan kesal.

(Namakamu) hanya menggelengkan kepalanya pelan, lalu mulai kembali tidur. Ia memejamkan kedua matanya.

Iqbaal melihat istrinya kembali tidur membuatnya dengan lembut membawanya ke dalam pelukannya, (Namakamu) kembali membuka kedua matanya. "Ini hari terakhir kamu bersamaku, lebih baik istirahat, aku tidak mau kamu sakit karena aktivitas kita," bisik Iqbaal dengan suaranya yang berat.

(Namakamu) tersenyum kecil, lalu memejamkan kedua matanya. Iqbaal merapikan selimut istrinya ini dengan pelan, lalu mengusap punggung istrinya ini.

'Aku mencintaimu seperti Tuhan mencintaiku.'

**

Bersambung

Komentar minimal 30

ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang