Mati atau Hidup

5.5K 581 46
                                    

Iqbaal tersenyum manis saat melihat gadis yang sangat ia cinta berada di sisi mobilnya, dia terlihat menghilangkan rasa menunggu itu dengan cara bermain ponsel itu. Iqbaal segera menghampiri gadis itu dengan dasinya yang telah dilonggarkannya.

Dengan langkah kakinya yang panjang, Iqbaal akhirnya berada di belakang gadis itu, Iqbaal seketika memeluknya dengan lembut. Gadis yang merasa pelukkan hangat itu membuatnya membalikkan badannya menghadap Iqbaal, Iqbaal tersenyum dengan manisnya.

"Gimana kuliahnya? Lancar?" tanya Iqbaal sembari mengusap titik-titik keringat gadisnya ini.

Gadis itu tersenyum kecil sambil menganggukkan kepalanya, Iqbaal dengan rasa sayangnya melingkarkan kedua tangan besarnya di pinggang gadisnya ini. "Aku sayang kamu," ucap Iqbaal tepat di hadapan gadisnya ini.

Gadis itu merapikan kerah kemeja Iqbaal dengan tangan-tangan mungilnya,"abang pasti sibuk banget kan hari ini? Kenapa paksa minta ketemuan, Bang?" tanya gadis itu dengan tatapannya ke arah Iqbaal.

Iqbaal menatap penuh cinta kepada gadis di hadapannya ini, "aku setiap waktu rindu akan kamu, kamu merupakan harta dan energi yang aku miliki. Sebanyak apapun mahasiswa yang sedang sidang, aku akan lewati itu demi bertemu kamu. Biar aku yang susah, asal kamu duduk manis menunggu aku."

Gadis itu menatap pria tampan di hadapannya ini dengan perasaannya. Ia sedikit berjinjit, lalu mengecup pipi Iqbaal, Iqbaal semakin bahagia.

"Jangan terlalu memprioritaskan aku," ucap gadis itu dengan lembut. Iqbaal tidak menjawabnya, tangannya mendekatkan gadis itu kepadanya.

"Kamu sudah makan?" tanya Iqbaal dengan suara beratnya. Gadis itu hanya tersenyum tanpa menjawab, Iqbaal berdecak kecil dengan kernyitan di dahinya, "(Namakamu), jangan biasakan seperti itu. Sebanyak apapun tugas kuliah itu, makan tetap menjadi utama, kalau kamu tidak makan, kamu akan sakit kalau kamu sakit, siapa yang menderita? Aku! Aku lebih sakit karena kamu yang aku lihat terbaring lemah. Kamu dengarin aku, kan?"omel Iqbaal dengan nadanya yang lembut.

Gadis yang dipanggil (Namakamu) itu hanya biasa mengambil kedua tangan Iqbaal ke dalam genggamannya, Iqbaal menatap tangannya di genggam oleh (Namakamu). (Namakamu) menatap Iqbaal dengan senyuman manisnya.

"Kita putus, ya," ucap (Namakamu) dengan senyuman manisnya.

Iqbaal mengernyitkan dahinya saat mendengar ucapan (Namakamu). "Kamu marah karena aku tegur kamu? Itu kan demi kebaikan kamu, Sayang. Lagian..aku sering ngomel ke kamu kalau kamu makannya nggak teratur. Aku marahin kamu karena aku sayang kamu, bukan berarti aku benci. Aku sayang kamu, (Namakamu)," balas Iqbaal dengan lembut. Kini, ia menggenggam kedua tangan (Namakamu) dengan hangatnya.

(Namakamu) menggelengkan kepalanya dengan senyuman manisnya, ia mencoba melepaskan tangannya dari Iqbaal, tetapi Iqbaal menahannya.

"Ini bukan hal yang bisa dibercandakan, (Namakamu). Kamu boleh mempermainkan yang lain asal jangan dengan ini. Aku nggak suka!" ucap Iqbaal dengan tegas.

(Namakamu) menurunkan senyumannya, "kamu tahu kenapa aku terima kamu menjadi pacar? Karena banyak senior yang bilang kalau di mata kuliah kamu itu hanya sedikit mahasiswa yang bisa lulus. Aku giat untuk dapat perhatian kamu, dan akhirnya kamu masuk ke dalam perangkapku,kan? Ya.. karena kamu mudah banget diluluhi, dan berkat kamu juga, aku bisa lulus dari kamu plus dapat nilai yang tinggi. Terima kasih sudah menjadi dosen yang baik untuk aku dan nilai aku. Oh iya, terima kasih juga materi-materinya. Belum aku buang kok."

Iqbaal merasakan tangan itu terlepas dari genggamannya, (Namakamu) menatap Iqbaal dengan senyumannya.

"Aku tetap mencintai kamu, aku gak apa-apa menjadi alat nilai kamu, aku rela. Aku akan kasih nilai berapapun itu asal kamu selalu di sisiku, aku begitu mencintai kamu, (Namakamu). Aku akan beri kamu ilmu yang kamu minta, aku akan kasih. Tapi.. aku mohon.. jangan akhiri hubungan ini, aku mohon..."

(Namakamu) hanya menatap Iqbaal sebentar, lalu menggelengkan kepalanya. "Kamu terlalu tua untuk aku, aku malu. Selamat tinggal, Pak Iqbaal." Dan (Namakamu) pergi berlari menjauh dari Iqbaal.

Iqbaal terisak dengan airmatanya, napasnya mulai tidak beraturan, ia merasakan buminya hancur lebur tanpa ada sisa.

Ia menangis untuk dia, (Namakamu) Anabela.

**

'Aku memiliki asa yang menggunung untuk dirimu.'

**

Hidupku kini sudah menjadi abu di berterbangan di awang-awang, aku tidak tahu lagi harus mengejar apa, aku tidak tahu lagi bagaimana menjalankan hidup. Hidupku pergi menjauh, menghancurkan semua asa yang telah aku buat.

Bagaikan beberapa kartu yang akan membentuk sebuah rumah, namun kartu itu hilang hingga merobohkan rumah itu.

Tidak ada lagi yang bisa membuatku bangkit, hanya ada sebuah perasaan mengawang-awang, hanya itu.

Kini, pilihanku hanya satu. Mati atau Hidup.

"Iqbaal akan Mama jodohkan sama Salsha, dia sudah bekerja di Melbourne, pendidikannya juga sudah S2. Minggu depan, kita akan hantaran ke rumahnya."

Setiap jam, menit, dan detikku hanya mendengar ucapan pernikahan itu. Aku memilih untuk diam, aku tidak bereaksi, aku juga tidak memperlihatkan amarahku untuk menolak.

Lagi pula, aku menolak untuk siapa?

"Iqbaal, Papa juga ingin kamu menikah karena umur kamu sudah hampir kepala 3. Masalah cinta, itu akan datang seiring waktu. Papa mendukung kamu, Baal."

Dan kembali aku diam. Hidupku milik mereka, bukan milik aku lagi.

"Kalau kamu menolak, lebih baik kamu melihat Mama mati dengan derita."

Ya.. Aku memang tidak memiliki apapun lagi yang berarti.

**

Bersambung

ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang