Iqbaal menggosok rambutnya yang lebat itu dengan handuk, ia berjalan menuju tempat tidurnya. Duduk di pinggir tempat tidurnya dan mulai menatap ke sekeliling kamarnya.
"Tempat di mana aku menangisi kamu, Sayang. Tempat di mana aku mulai tersenyum dengan balasan pesan kamu, (Namakamu), dan tempat di mana aku ingin menjumpaimu secepat mungkin untuk keesokan harinya. Ini tempat aku mengingat diri kamu, (Namakamu)," ucap Iqbaal dengan memberhentikan usapan rambutnya.
Iqbaal mengalihkan tatapannya ke nakas, samping tempat tidurnya. Ia menarik salah satu laci itu, dan tersenyum sedih saat melihat bingkai foto yang terpaksa ia simpan, ia tidak ingin rusak foto gadis ini.
(Namakamu) dengan rambutnya yang panjang, sedikit kecokelatan, senyuman manisnya dengan bibirnya yang berwarna pink itu. Ia begitu cantik, dan itu membuatnya jantungnya kembali berdetak.
Iqbaal mengusap kaca foto itu, ia begitu merindukan kekasih hatinya ini.
"Asa, kapan kembali?"
**
Salsha menggelengkan kepalanya, ia menangis sejadi-jadinya. "Gu-gue terlalu cinta sama suami gue, (Namakamu). Gue nggak mau pisah dari dia," isak Salsha dengan rasa lelahnya menangis.
(Namakamu) melihat sahabatnya kini menangis terisak membuatnya juga sedih, ia dengan lembut membawa Salsha ke dalam pelukannya.
"Seandainya gue bisa memilih, gue nggak mau memilih takdir menjadi wanita mandul. Lebih baik, gue sakit melahirkan daripada mandul. Gue juga me-menderita, (Namakamu)," isak Salsha dengan ketidaksanggupannya.
(Namakamu) mengusap punggung sahabatnya ini dengan lembut, "lo nggak salah, Sal. Bukan salah lo, kalau lo mandul. Gue sedih, Sal lihat lo gini," bisik (Namakamu) dengan lembut.
Salsha terisak sangat sedihnya, ia sudah tidak sanggup lagi.
(Namakamu) menghela napasnya dengan pelan, ia mengusap lembut rambut Salsha. Kedatangannya ke Indonesia dikejutkan oleh dua hal. Pertama, sahabatnya sudah menikah tanpa ia ketahui, dan yang kedua, sahabatnya akan cerai pada saat hari di mana ia, mengetahui bahwa sahabatnya telah menikah.
Selama ia menjalankan pendidikan S3-nya di Australia beserta pekerjaannya di sana, dirinya melupakan sejenak tentang tempat kelahirannya. Dan, ketika ia merindukan tempat kelahirannya, ia mendapatkan kejutan yang hampir membuatnya jantungan.
"Gue udah berkorban demi pernikahan itu. Karir gue, kebebasan gue, gue korbanin demi pernikahan ini, (Namakamu). Tapi, karna gue seperti—"
"Ssst.. jangan banyak bicara lagi, lo harus istirahat. Gue nggak mau lo dirawat di rumah sakit hanya karna tangisan lo semalam suntuk." (Namakamu) memotong ucapan Salsha dengan cepat.
Salsha memejamkan kedua matanya, bahkan ia menganggukkan kepalanya ketika (Namakamu) berbicara. (Namakamu) dengan lembut melepaskan pelukannya, lalu mengusap airmata sahabatnya ini.
"Tidur, ya," pinta (Namakamu) dengan lembut. Salsha pun menurutinya, ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur yang sejak tadi ia duduki. (Namakamu) menyelimuti sahabatnya ini, dan membuat senyaman mungkin.
(Namakamu) melihat Salsha sudah memejamkan kedua matanya, membuat (Namakamu) mengatur suhu pendingin ruangan ini agar membuat Salsha tidak kepanasan. Setelah itu, ia menunggu sahabatnya ini tidur pulas.
DRT
DRT
DRT
(Namakamu) mendengar getaran ponsel Salsha membuatnya segera turun dari tempat tidur itu, lalu mengambil ponsel itu dari tempat tidur.
(Namakamu) segera mengangkatnya sembari berjalan keluar dari kamar.
"Salsha. Ini saya."
(Namakamu) menutup pintu kamar itu, lalu kembali meletakkan ponsel tersebut di telinganya. "Maaf, ini bukan Salsha. Saya sahabatnya. Salsha lagi istirahat, kalau penting nanti saja ditelepon," balas (Namakamu) dengan pelan.
(Namakamu) mengernyitkan dahinya saat hanya sebuah keheningan di ujung sana.
"Halo," sapa (Namakamu) kembali.
"Di mana, Salsha?" tanya suara itu di ujung sana dengan pelan.
(Namakamu) memutar kedua bola matanya dengan malas, "dia istirahat. Jadi, kalau ada info, nanti saja." (Namakamu) melirik jam di pergelangan tangannya.
Diam. Kembali diam di ujung sana. (Namakamu) menghela napasnya dengan pelan, "kalau begitu saya matikan dulu. Eh.. tapi tunggu, ini dari siapa, ya? Soalnya, Salsha nggak ada nyimpan nomor kamu di sini. Mana tahu saya bisa sampaikan ke Salsha," tanya (Namakamu).
"Bilang saja dari orang rumah," balas suara berat di ujung sana.
(Namakamu) menganggukkan kepalanya, lalu dengan segera mematikannya. Tetapi sedikit mengernyitkan kembali dahinya, "suaranya kok familiar, ya di telinga gue."
**
Bersambung
Komentar minimal 13