31

3.6K 386 87
                                    

(Namakamu) membuka kedua matanya dengan perlahan, dengan penglihatannya yang sedikit kabur, ia melihat ruangan yang berbeda. (Namakamu) memejamkan matanya sebentar, lalu membukanya kembali.

(Namakamu) merasakan sebuah beban di punggung tangannya, ia mengalihkan pandangannya ke arah beban tersebut.

"Ba-bang Iqbaal." (Namakamu) terkejut melihat Iqbaal tertidur di dekatnya. (Namakamu) melihat tangan Iqbaal yang terluka parah, dan penampilannya yang berantakkan.

Tak lama, pintu ruangan itu terbuka. (Namakamu) segera mengalihkan pandangannya ke arah pintu itu, ia melihat Andi di sana.

"Ibu su—"

(Namakamu) memberikan peringatan untuk diam. Ia tidak mau mengganggu Iqbaal tertidur.

"Sejak kapan, Ndi? Dari mana dia tahu?" tanya (Namakamu) dengan suaranya pelan.

Andi menutup pintu ruangan (Namakamu) dengan pelan. Ia mendekati (Namakamu) dengan pelan.

"Saya juga nggak tahu, Bu. Disaat saya menunggu ibu sadar, pak Iqbaal datang dengan penampilannya seperti ini. Sudah dua hari ibu tidak sadar, dan selama itu juga pak Iqbaal nggak pernah beranjak dari tempat duduknya. Dia menunggu terus."

(Namakamu) melihat Iqbaal dengan tatapan sedihnya, apa yang terjadi dengannya?

"Saya panggil dokter dulu, Bu," izin Andi dengan perlahan.

(Namakamu) menganggukkan kepalanya, ia kembali menatap suaminya yang masih tertidur. (Namakamu) melihat tangan Iqbaal yang tidak diobatin, entah kenapa ini membuatnya sakit.

(Namakamu) mencoba melepaskan tangannya dari Iqbaal secara perlahan-lahan, namun karena pergerakannya itu, Iqbaal pun terbangun. (Namakamu) melihat Iqbaal terbangun. Ia melihat wajah Iqbaal yang terlihat pucat.

"Sayang, kamu sudah sadar? Bentar, abang panggil dokter," ucap Iqbaal untuk pertama kalinya.

(Namakamu) pun menahannya, ia menatap suaminya dengan sedih. "Abang kenapa? Kenapa sampai kaya gini?" tanya (Namakamu) dengan sedihnya. Airmatanya jatuh melihat suaminya seperti ini.

Iqbaal mengusap airmata itu, "abang nggak apa-apa, abang senang kamu sudah sadar," ucap Iqbaal dengan senyumannya.

(Namakamu) semakin sedih melihat suaminya ini. Ia membawa tangan Iqbaal yang terluka itu ke dalam genggamannya. "Ini kenapa? Abang kenapa?" tanya (Namakamu) dengan airmatanya yang jatuh.

Iqbaal menatap (Namakamu) dengan penuh rasa cintanya, ia mengusap pipi (Namakamu) dengan lembut. "Jangan pergi lagi, ya. Sakit rasanya kalau kamu pergi seperti waktu itu, abang bisa gila karena kamu, (Namakamu). Cukup, kamu di sini bersama abang. Jangan pergi lagi." Iqbaal meneteskan airmatanya tepat di hadapan (Namakamu) dengan senyumannya.

(Namakamu) akhirnya dapat menangis di depan Iqbaal untuk pertama kalinya. Untuk kematian sahabatnya, untuk perpisahannya, dan untuk pertemuan pertamanya kembali dengan Iqbaal. Ia menyimpan tangisannya sendiri, dan kini ia menunjukkan airmata itu di depan Iqbaal.

Iqbaal mengusap airmata (Namakamu), "abang di sini, untuk kamu selamanya."

(Namakamu) menganggukkan kepalanya dengan tangisan bahagianya. Iqbaal mengecup punggung tangan istrinya dengan penuh rasa sayangnya.

'Rindu yang ke-3009 ini akan berakhir di sini. Aku menjumpai asaku kembali, aku menemuinya dan membuatnya bersamaku sampai selamanya. ASA.. terima kasih.'

**

"Ma-ma nggak ada ngomong apa-apa, Pa. Mama Cuma—"

PLAK!

Mama Iqbaal ditampar oleh suaminya sendiri. Papa Iqbaal marah, ia melihat sekarang menantunya, Salsha tertawa, menyakiti diri sendiri, dan menangis.

"DIA MENANTU KAMU! DIA ANAK KAMU! SEKARANG LIHAT? DIA SUDAH SEPERTI INI!" bentak papa Iqbaal dengan amarahnya tak tertahankan.

Mama Iqbaal menangis, ia takut dengan kemarahan suaminya. "Pa.. Mama mau punya cucu, dan si Salsha mandul. Mama mau ada keturunan untuk kelua—"

PLAK!

Suaminya kembali menampar istrinya dengan sangat kuat hingga istrinya terjatuh dengan darah yang keluar dari mulut istrinya itu.

"Aku mengikuti semua kemauanmu, tapi kau memperlakukannya seperti ini. Kita memintanya baik-baik kepada orang tuanya, dan sekarang apa yang kau lakukan?! DIA JUGA PEREMPUAN SAMA DENGANMU!" bentak papa Iqbaal dengan kuat.

Mama Iqbaal merangkak ke kaki suaminya, ia ketakutan. "Maaf, Pa.. maaf... mama minta maaf," isak Mama Iqbaal dengan ketakutan.

Papa Iqbaal menggelengkan kepalanya dengan tidak mengerti lagi. "Tanggung jawab dengan semua yang kau lakukan. Aku tidak ingin ikut campur!" Dan dia membiarkan istrinya meraung meminta maaf di dalam kamar tidur itu.

**

Dulu, seseorang bertanya kepadaku.' Apa aku mempunyai asa?' Aku hanya tertawa mendengar pertanyaan itu. Tentu semua orang memiliki asa, semua berhak memiliki asa. Dan kembali ia bertanya, apa asa yang ingin ku wujudkan?

Aku menjawabnya, 'aku ingin menjadi perempuan karier, perempuan sukses, perempuan yang akan membanggakan keluargaku.' Dan aku melihat dia hanya tersenyum, kembali aku bertanya kepadanya, asa apa yang dia miliki.

'Aku hanya ingin melihat orang-orang ber-asa itu dapat bahagia.' Aku terdiam mendengar itu, aku baru pertama kali mendengar asa seseorang dengan pengucapannya yang tulus. Mengapa dia mementingkan kebahagian orang? Ada apa dengan dia? Hanya itu yang terpikir denganku. Tapi, dia tersenyum melihat kebingunganku.

'Aku ingin kamu bahagia dengan asa yang kamu kejar.'

Salsha menghentikan tulisannya, ia membahasi kertasnya dengan airmatanya.

Tapi itu semuanya hanya omongan kosong. Apanya yang bahagia? Orang lain bahagia, dia yang menderita. Penipu, pembohong!

Dan lucunya, dia menyembunyikan itu semua. Dia kira aku tidak mendengar tangisannya? Dia kira aku tidak mendengar raungan kecilnya? Dia kira aku tidak mendengar doa-doanya yang khusyuk itu? Hanya demi kebahagiaan yang lain, dia meneteskan berjuta airmata untuk asanya.

(Namakamu) Anabilla.

Aku menemukanmu bukan karena kebetulan semata, tapi karena takdir. Ternyata, Tuhan ingin aku mewujudkan asa-mu. Dan, dengan segenap rasa sayangku kepada mu, akan ku lepaskan rasa cintaku kepada Iqbaal. Aku ingin kalian bersatu untuk merajut asa yang kalian bangun.

Maafkan aku.. maafkan aku yang terlalu rakus dengan asa itu, maafkan aku..

Terima kasih, sudah menjadi tamengku, terima kasih untuk semuanya. Aku akan mengirim gugatan ceraiku. Dan dengan ini semua, aku akan mengubah kembali asaku. Terima kasih, (Namakamu).

Salsha melipat kertas itu dengan lemah, "tolong sampaikan semua berkas-berkas itu."

Salsha hanya dapat diam di ruangan ini. Ia harus memulihkan mental dan kejiwaannya, terlalu banyak kejadian yang menerpa dirinya. Dan sudah saatnya ia beristirahat.

**

Asa..

Aku pergi. Terima kasih dan Maaf.

**

T A M A T

ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang