⏳Temporary|9

6 2 0
                                    

Setelah malam minggu kemarin Hana masih saja terpikirkan dengan apa yang dikatakan Reyhan saat ia akan pulang, dan saat itu pula teman-temannya tidak ada yang mendengar karena Reyhan berkata lebih ke arah berbisik.

Dan saat ini Hana masih dibuat tersenyum dan bingung oleh kata itu.

"Biarkan mata ini membinar, waktu yang mengarah dan hati bisa berkata."

Lepas dari momen itu, kini Hana sedang mencoba fokus dengan teks puisi yang akan dia bawakan seusai upacara nanti. Ia belajar untuk menghayati setiap bait yang akan Hana sampaikan dan tentu mimik wajah yang harus ia sesuaikan. Karena menampilkan sebuah karya tak semudah menyuguhkan kacang goreng. Semua butuh rasa dan kejujuran dalam jiwa agar penikmat bisa merasakan pesan tersirat yang akan disampaikan.

Hana pun mencari tempat yang sunyi agar tidak ada yang mengganggunya saat ia berlatih. Mondar-mandir dengan memeragakan gaya sesuai isi dari bait puisi tersebut dan masih banyak sekali yang Hana latih sebelum  ditampilkan kepada semua teman-teman dan guru-gurunya.

Usai itu, upacara pun dimulai, dan berakhir dengan sangat hikmat. Anak OSIS pun memanggil nama Hana Almeera untuk maju ke depan dan mengambil tropi serta akan menampilkan sesuatu di depan banyak warga sekolah.

Hana mengambil alih microfon itu. "Terima kasih, Kak."

Hana mulai memejamkan mata, menghirup segarnya udara pagi dan membuka mata bersamaan dengan ia mengucapkan puisi yang Hana bawakan.

Pada lembaran yang putih, kuukirkan kisah dibalik senyum yang manja
Mengambil tema warna pelangi yang kusuka
Kutitipkan salam pada angin tuk disampaikannya
Agar simfoni turut meramaikan suka dan cita

Bait pertama telah ia suguhkan dengan baik, dan yang menikmati pun merasa terhenyut dalam setiap kata yang keluar dari bibir Hana.

Kelopak bunga yang mulai bermekaran
Saat senandung telah kunyanyikan
Berirama, juga pula seperti rasa
Yang tidak akan bisa dipaksa

Aku pun termenung dalam sejuknya embun
Beraduh pada setiap sudut pemikiran yang masih abu
Ada bait, ada pula melodi perindu
Lantas mampukah tuk bersatu, karena memang selalu membuatku candu

Semua pun dibuat terkesima dengan apa yang telah Hana tampilkan, begitu memukau dan sangat tepat dengan instrumen yang disediakan.

Beribu pujian pun menyerbu dirinya. Dan dibalik segala hal itu, ada dua mata yang tanpa sadar terpaku untuk menatap dari jauh saat Hana tampil didepan banyak siswa-siswi. Begitu merasuk meski ia tak begitu memahami dengan benar apa isi dari setiap baitnya. Namun, ia mampu merasakan setiap kata dari bait yang diucapkan, jantungnya berpacuh lebih dari kata normal.

Bulunya dibuat berdiri. Dan tangannya berkeringat basah. Ia adalah Reyhan Alkantara. Yang sampai detik ini masih memandang Hana dari kejauhan, tapi sepertinya hati ingin berdekatan. Namun, masih menetapkan pendirian.

"Wah, Hana keren sih coi, anak baruu diaa!" ujar Afka saat berada Diantara Reyhan dan Kenzo.

"Gokil! Gokil! Gue like nih kek begini, belum apa-apa udah nunjukkin kemampuannya."

Temporary |End|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang