⏳ Temporary | 21

4 1 0
                                    

Riuhnya acara perpisahan menjadi saksi bisu bagaimana perasaan Hana. Senang, sedih, haru, takut, semua melebur dalam suatu momen. Bersama dengan Ayahnya, Hana duduk untuk menyaksikan persembahan dari siswa-sisiwi SMA Warna setelah proses wisudah dari kelas XII.

"Nak ... kita pulang ya, sudah waktunya," ucap Ayah Hana padanya.

Sedangkan Hana masih dengan kegelisahannya mencoba untuk mencegah sejenak. Meski nantinya hal itu tidak bisa ia tunda lagi. "Bentar ya, Yah. Hana boleh kan ketemu sebentar sama temen-temen Hana?"

Dengan hati yang terpaksa, Irfan membolehkan anaknya untuk sekadar menyapa. "Ya udah, Ayah tunggu di sini," ucapnya mengelus rambut Hana.

Hana menelusuri tiap sudut area sekolah, mencari Yeshy yang entah di mana keberadaannya. Sedangkan panggilan whatsappnya tak kunjung pula di angkat. Ia menaiki tangga untuk menuju lantai dua, saat di persimpangan tangga, tak sengaja menabrak bahu seseorang.

"Ups, sorry," ujar Hana yang hendak melanjutkan langkahnya.

Namun, tangan lembut itu pun dicekal oleh seseorang itu. "Hana! Mau ke mana lo? Buru-buru amat."

Hana menatap siapa yang sedang menyapanya. "Yeshy!! Aih, aku cari juga."

"Hehe, kenapa emang?"

Hana terdiam. Memikirkan kata apa yang pantas untuk ia ujarkan pada temannya ini.

"Lo udah ketemu belum sama Reyhan?" tanya Yeshy.

Gadis bertoga itu menggelengkan kepala.

"Lahh ... lo-"

"Cari tempat duduk, yuk," seru Hana menarik tangan Yeshy.

Angin yang berembus kencang serta abunya awan, seakan semesta mendorong Hana untuk membicarakan hal ini dengan Yeshy.

"Kenapa sih? Kok kayaknya nggak happy gitu tuh muka," ujar Yeshy yang kini sudah mendaratkan pantatnya di kursi depan kelas.

Hana mengembangkan sudut bibirnya. "Nggak kenapa-kenapa, Yesh. Cuma mau ....-"

"Mau apa??"

"Mau ..., " Hana mengebuskan napasnya. "mau minta tolong."

Yeshy mengerutkan dahinya, ia tak mengerti dengan maksud temannya ini. "Minta tolong apa dah?"

Hana mengeluarkan kotak berwarna abu-abu dengan pita merah muda dari balik badannya.

"Apa ini?" tanya Yeshy yang masih mengerutkan dahi.

Gadis di hadapan Yeshy itu mencoba untuk tetap tersenyum. "Yesh ... aku minta tolong ya, tolong kasih ini ke Reyhan-"

"Lah, kenapa gak lo kasih sendiri?"

"Nanti, kalau Reyhan udah selesai tampil, tolong kasih, ya! Terus bilang terima kasih dari Hana," ujarnya dengan mata berkaca-kaca seperti ada yang tersimpan di dalamnya.

"Plis, gue masih nggak ngerti mau lo kayak apa?"

"Aku mau pergi, Yesh!" ucap Hana spontan dengan satu tarikan napas.

Membuat Yeshy terperangah mendengar penuturan dari temannya itu. Ia menggeleng, seperti tak percaya, tapi sorot mata temannya mampu menjelaskan itu semua.

Sebelum Yeshy meminta, Hana pun menjelaskan maksud kepergiannya. Meski terasa sesak, tapi itulah jalan takdir yang ada. Dengan perasaan Haru, Yeshy memeluk erat temannya, menyalurkan segala energi yang ada. Karena baginya, memiliki teman seperti Hana adalah keberuntungan yang luar biasa.

"Tak hanya cantik rupa, tapi hatinya tak kalah indah, selain baik, Hana itu penyayang dan sangat peduli," ujar Yeshy di relung hatinya.

"Gue bakal ngerasa kehilangan banget, Han," lanjut Yeshy yang kini ia lontarkan secara langsung pada temannya.

Temporary |End|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang