Mentari telah menyapa, dan seperti hari biasa jika Reyhan akan pergi ke sekolah. Ia melajukan motornya dengan santai. Namun, ada sesuatau yang tiba-tiba membuatnya terkejut.
Reyhan melihat Hana berboncengan dengan Afka. Pikirannya mulai keluyuran. Entah terjadi apa, mengapa bisa temannya bersama seseorang yang mereka ketahui jika dirinya pun sedang mencoba mendekatinya. Reyhan mencoba santai menanggapi itu semua, meski hatinya beraduh tak karuan.
Sampai di area sekolah, Reyhan masih melihat pemandangan yang tak mengenakkan suasana hari dan juga hatinya. Sampai dipersimpangan koridor, Reyhan belok kanan menuju kelasnya dan bertepatan dengan itu Afka pun melihat lalu segera menyusul temannya yang memasang wajah tertekuk.
Sampai di depan pintu kelas mereka, Afka merangkul temannya itu. "Ngapa lo coi?"
"Nahh, kok kusut muka lo, kayak roti bakar yang gosong dah," sahut Kenzo yang sudah duduk di bangku kelas.
"Kok jadi laper," timpal Afka yang memegangu perutnya lalu duduk di sebelah Kenzo.
Sedangkan Reyhan hanya sanggup menanggapi itu dengan senyuman yang terpaksa. Memilih membiarkan kedua temannya bergurau tak karuan.
Sampai pada bel masuk, barulah kedua teman Reyhan itu berhenti untuk bergurau. Karena pelajaran pun berlangsung dengan tepat waktu.
***
Sampai pada bel istirahat berbunyi, Yeshy mengajak teman sebangkunya itu untuk ke kantin sekedar nongkrong melepas kejenuhan.
"Kantin yok," serunya.
Yang diajak pun mengangguk mengiyakan saja. Toh dirinya juga ingin menghilangkan kejenuhan setelah menghadapi pelajaran matematika.
Sampai di tempat tujuan, Hana ditinggal oleh Yeshy di bangku kantin. Karena ia mau pesan minum untuk dirinya dan temannya itu.
Ketika Hana sedang asik bermain sosial media, suara berat itu menusuk ke telinganya.
"Boleh ... duduk?" tanyanya ragu.
Hana yang mengetahui hal itupun menoleh, melihat siapa yang sedang menajadi lawan bicaranya detik itu.
Seketika Hana merasa gagu. "Kenapa ya ....," batinnya.
Hana menyengir, tapi tetap berusaha untuk tersenyum. "Ah, oh iya boleh-boleh," respon Hana.
Afka yang mendengar respon baik itu langsung mengikuti arahan Hana yang menyuruhnya duduk di depannya.
Saat itu pula Yeshy datang dan terkejut ketika melihat siapa yang sedang duduk di hadapan temannya itu.
"Hooo ... eeee," serunya yang awalnya bersorak senang. Namun, tiba-tiba perlahan suaranya seperti terjerat di tenggorokan.
"Awalnya deket sama siapa kok dari tadi nemunya anak orang yang beda dari biasanya?" batinnya yang sampai kini tak di mengerti.
Karena yang Yeshy tau Hana memang sedang dekat dan bertukar cerita tentang Reyhan teman dari Kenzo–cowok yang dia suka.
"Apa ... lagi jamannya gini ya, deket sama siapa? Jalannya sama orang yang beda?!" lanjutnya dalam hati.
"Oi, dah lama lo?" sapanya basa-basi. Dan memberikan minuman ke Hana.
"Ah, nggak. Baru duduk juga kok," jawab Afka dengan lembut.
Yeshy pun mengangguk mengerti. Meski dalam hati dan pikirannya masih bertanya-tanya.
Di sisi lain, kini Reyhan berjalan menuju kantin setelah ia mengantar Kenzo dari toilet. Saat ia memasuki area kantin, matanya langsung tertuju pada bangku yang berada di tengah. Lagi dan lagi sosok temannya sedang bersama cewek yang akhir-akhir ini ingin ia kenali lebih dalam.
Afka sedang mengusap ujung bibir Hana yang belepotan karena memakan es krim. Tak hanya Reyhan yang membulatkan matanya karena terkejut. Namun, Yeshy pun demikian. Dan saat itu pula Reyhan segera menghindari tatapan mata itu dan beranjak pergi mengajak Kenzo setelah membeli air mineral.
"Apa gue terlalu lama untuk mendekatinya? Tapi terburu juga gak baik. Tapi ... dah lah, malah jadi gini," ujarjnya dalam hati.
"Ken, lo duluan deh ke kelas, gue mau sendiri dulu," ujar Reyhan.
Awalnya Kenzo tak ingin mengiyakan. Namun, melihat raut wajah Reyhan yang kusut, Kenzo membiarkan temannya itu untuk menyendiri.
"Oh, oke-oke. Hati-hati, Rey. Kalau lagi ngelamun pikirin gue ya," gurau Kenzo menepuk pundak Reyhan.
Sedangkan Reyhan hanya mencoba tersenyum tapi terpaksa. Lalu meninggalkan Kenzo dan menuju suatu tempat favorit SMA Warna, karena di tempat itu sangat membawa ketenangan, tak hanya tempatnya yang penuh penghijauan tapi juga lebih hening karena kebanyakan dihuni oleh anak-anak yang sedang belajar ataupun membaca buku perpustakaan sekolah. Namun, sebelum dia pergi ke taman, Reyhan mengambil gitarnya di ruang band lalu langkahnya mulai mengarah ke taman sekolah.
Reyhan memilih duduk agak menjauh dari keramaian, karena yang dia mau hanya ketenangan. Dan kini dia sedang memetik-metik senar gitar dengan asal, tapi rasanya siapapun yang mendengar itu pasti merasa terbawa ke awan-awan.
Saat ia hendak menyeriuskan petikan gitarnya sambil bernyanyi, tiba-tiba dering ponselnya berbunyi. Menampakkan nama yang terterah, yaitu papahnya.
Reyhan mengangkat telepon itu, meskipun dia tak begitu nyaman berbicara dengan papah dan mamahnya yang terlalu menyibukkan diri tanpa mengerti kondisi hati dan fisiknya.
"Halo ....," Ucap Reyhan dalam telepon.
"Han, nanti pulang sekolah langsung ke rumah ya, kita makan siang bareng. Papah sama mamah udah balik dari Singapure," ucap papahnya yang saat itu sudah berada di bandara.
Reyhan terdiam sejenak, mengusap pelipisnya. Bukan Reyhan tak menginginkan kehadirannya. Namun, yang Reyhan mau ialah berkumpul dengan kehangatan, tapi selalu saja jika orang tuanya berkumpul bukan kehangatan yang diberikan.
"Ehmm, oke," respon Reyhan seadanya. Lalu mematikan sambungan teleponnya.
Jika ingin jujur, Reyhan benar-benar tidak ingin kembali ke rumah nanti, ia pun sedang merasa gundah anatara hati dan pikirannya yang tak pernah berjalan searah.
Tapi Reyhan mencoba berpikir lebih dalam lagi, ia mencoba menemui kedua orang tuanya nanti. Mungkin mereka sudah tak lagi seperti dulu yang selalu beraduh argumen.
"Temen gue gak perlu tau, ini hidup gue. Gak mungkin juga gue memulai aduh nasib di hadapan mereka. Toh tiap individu memiliki masalah sendiri," gumamnya lirih.
Reyhan selalu memiliki prinsip yang sepertu itu, ia tipikal orang yang tak mau menyusahkan orang lain, apalagi orang lain ikut memikirkan masalahnya. Itu bukan suatu yang wajar bagi Reyhan. Meski ia tau, jika memang temannya akan selalu mendukung dari sisi mana pun, tapi tetap ia tak mau merubah prinsip yang entah salah atau benar itu.
Ia pun lalu mencoba menghilangkan pikiran-pikiran yang tadinya sangat mengganggu ketenangannya. Dan Reyhan pun memilih menyanyikan sebuah lagu dengan suara yang lirih.
***
Terima kasih sob🐇
KAMU SEDANG MEMBACA
Temporary |End|
Ficção AdolescenteReyhan Alkantara "Biarkan angin ini menerpa kehidupan yang penuh akan kebahagiaan, kebahagiaan yang hanya sementara kita rasakan. Namun, setiap hembusan angin yang menerpa, aku mencoba untuk mengikhlaskan apa yang telah datang dan akan pergi layakny...