⏳ Temporary | 22 -|End|-

16 2 0
                                    

Cowok berhidung mancung itu telah mengetahui semua alasannya, ia mencoba memahami keadaan yang lagi-lagi membuatnya kecewa. Namun, ia tetap menyayangi mereka yang telah membuatnya tersenyum bahagia di hari-hari tertentu, meski pada akhirnya terjadi sangat berlawanan dengan kemauannya.

Di sejuknya angin malam, Reyhan berdiri di pinggir pagar balkon sambil menatap kotak pemberian Hana. Belum ia buka, dan juga tak mengerti apa isi di dalamnya. Karena ia masih mengingat momen di mana ia masih bersama Hana.

"Han," ujar Kenzo dari balik badannya. Namun, sapaannya tak merubah posisi Reyhan yang membelakanginya.

"Kan gue udah sering ajak lo nonton di channel tv pindang terbang itu ... tiap masalah, pasti ada hikmahnya, percaya deh," lanjutnya.

"Ada benernya, Rey kata Kenzo," sahut Afka tuk menenangkan Reyhan.

"Ya emang bener," celetuk Kenzo.

"Yee, ya lebih bener kata gue dong," cerocos Afka membuat Kenzo terperangah bingung.

"Lah, emang kata lo apaann? Sok bener," Kata Kenzo seolah mencaci.

"Lah gue kan ngebenerin perkataan lo, ya lebih beneran gue dong, sob!" ujar Afka bangga.

Membuat Kenzo mengerutkan dahi. "Kok lama-lama jadi muak ya berteman sama lo."

"Dih, ntar lo kenapa-kenapa juga larinya ke gue lagi, ya kan Rey?" ujar Afka yang ikut serta menepuk pundak Reyhan seperti Kenzo.

Reyhan mengembuskan napas besar. "Bisa tolong tinggalin gue sendiri?"

Dengan perlahan Kenzo dan Afka melepas tangan yang tadinya menyandar pada pundak Reyhan, lalu memundurkan langkahnya dari tempat Reyhan berdiri.

Angin malam terus berembus, serta rintik gerimis yang menyapa memori untuk dikenang kembali. Reyhan menatap nanar kotak berwarna abu-abu itu. Ia mendekati kursi yang berada di balkon untuk didaratkan tubuh tegapnya yang terasa rapuh.

Perlahan, ia mencabut pita serta membuka kotak itu. Dan menampilkan secarik kertas dan semacam notebook yang Reyhan ketahui itu milik Hana.

Reyhan membuka secarik kertas itu, meski rasanya tak menginginkan hadiah di penghujung perpisahan ini, karena pasti akan membuat hatinya tergores perih.

Hai ... ini untukmu,

Untukmu yang telah menjadi misteri serta pelangi di separuh duniaku.
Untukmu yang telah menjadikanku bagian terpenting dalam hidupmu.
Untukmu ... yang memintaku tuk bertahan, tapi karena permintaan maafku ini kamu dengan paksa harus melepasku.
Terima kasih ya, karena segala warna t'lah kamu taburkan dalam imaji duniaku.
Terima kasih juga, kamu sudah mau jadi pemeran utama dalam cerita singkatku di kota hujan ini.

Mungkin ... kalau kamu nggak jadi pemeran utama, ceritaku tak semenyenangkan ini. Karenamu, redupnya malam pun terasa terang. Dinginnya hujan pagi, terasa menghangatkan. Dan panasnya terik matahari pun mencerahkan setiap moment yang kamu buat.

Temporary |End|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang