Mentari pagi sepertinya sedang malu menampakkan diri, tapi masih ada sedikit cahaya yang menyinari bumi. Genangan air yang memenuhi sepanjang jalan yang berlubang membuat para insan mengantisipasi diri agar tidak terkena cipratan. Tak bisa dipungkiri, meski demikian, Hana harus pergi untuk menimbah ilmu bersama teman-teman.
Tiba di sekolah, Hana berjalan menuju kelasnya yang bersebelahan dengan tangga menuju lantai dua. Disepanjang langkah Hana pun disapa oleh para siswa-siswi di sana yang ingin berkenalan dengannya. Bagaimana tidak, setiap Hana bertemu dengan seseorang pasti dia akan tersenyum meskipun ia tak mengenalnya.
"Hana tipe cewek yang ceria ya." Belum saja Hana duduk di bangkunya Yeshy langsung menimpali pujian.
"Lah, bisa aja kamu ini. Kamu juga tuh, dikit-dikit ketawa," timpal Hana yang tak kalah memuji teman barunya itu. Mereka pun tertawa senang.
Suasana kelas masih ramai, dan murid-murid pun masih berhamburan ke sana kemari, ada yang menghampiri kekasihnya, ada yang bergosip ria, ada pula yang tekun dalam buku bacaannya. Hingga akhirnya bel berbunyi dan menghentikan aktivitas mereka sebelumnya.
Semua duduk disiplin di bangku masing-masing dan doa dipimipin oleh ketua kelas. "Menurut kepercayaan masing-masing, berdoa dalam hati-mulai."
Suasana hening ketika berdoa. Memang SMA Warna termasuk dalam kategori sekolah yang disiplin, makanya tidak heran jika para siswa dan siswinya selalau disiplin dalam waktu.
"Selesai," ujar sang ketua kelas ketika aktifitas berdoa telah usai.
Suara langkah kaki yang bersepatu itu mulai terdengar, dan akhirnya guru seni budaya masuk kedalam kelas Xl Bahasa 2.
"Pagi anak-anak, kali ini pelajaran seni budaya kelas Xl Bahasa 2 akan saya pegang, dan kalian bisa panggil saya pak King," terangnya di hadapan para murid-muridnya.
"Iya, Pak."
"Baik, Pak."Pelajaran bermulai dengan syahdu, para murid pun mendengarkan guru seni budaya itu bercerita tentang salah satu siswa SMA Warna yang selalu membawakan musik modern dan lirik-lirik lagu ciptaannya dengan baik dan mereka sangat antusias, meski sesekali menguap.
Hana yang masih murid baru tak mengerti siapa sosok yang diceritakan oleh guru seni budaya itu, hingga akhirnya tingkat ke-kepoannya meluap-luap dan masih bingung, Hana pun bertanya kepada teman sebangkunya. "Emang yang diceritain pak King itu siapa, Yesh?"
Tanpa banyak bicara Yeshy menjelaskan itu. "Owalah, itu tuh Reyhan. Dia emang best sih, pinter akademi, jago pula mengasah bakatnya, tapi-"
"Eh Udah-udah nanti aja dilanjut, sekarang dengerin materi ini dulu," ujar Hana menghentikan Yeshy. Karena sekarang pak King sudah tidak lagi bercerita tentang Reyhan. Namun, berganti membahas materi tentang musik modern.
"Dengar-dengar di sini ada anak baru ya? Mana anaknya?" tanya guru seni budaya itu.
"Saya, Pak," Hana mengangkat tangan kanannya, yang lain pun ikut menoleh ke arah Hana.
"Ooh, oke. Kamu saya suruh ambil gitar ya diruang band. Supaya kamu lebih tau ruangan-ruangan yang ada di sini. Kamu lurus terus nanti belok kanan, di sebelah ruang OSIS di situ ada ruang band," tutur pak King saat menjelaskan arahnya.
"Baik, Pak." Hana mengangguk mencoba memahami.
"Han, inget! Di sebelah ruang OSIS ada ruang band, bukan di sebelah ruang OSIS ada doi," ujar Yeshy bercanda sebelum Hana beranjak pergi.
Sedangkan Hana tertawa diam-diam agar tidak ketahuan dan menggeleng-gelengkan kepala.
Saat di koridor Hana berjalan sambil menghafal arah yang di jelaskan oleh guru seni budaya-nya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Temporary |End|
Teen FictionReyhan Alkantara "Biarkan angin ini menerpa kehidupan yang penuh akan kebahagiaan, kebahagiaan yang hanya sementara kita rasakan. Namun, setiap hembusan angin yang menerpa, aku mencoba untuk mengikhlaskan apa yang telah datang dan akan pergi layakny...