Sepulang sekolah, Hana menunggu di tempat parkir seperti apa yang dipintah Reyhan dalam kertas lipatan tadi.
Siswa-siswi mulai memandanginya dengan tatapan yang tidak biasa, karena Hana berdiri tepat di area parkir yang saat itu ramai dikerumuni anak yang mau mengeluarkan motornya.
Tak lama Reyhan menghampiri Hana dengan motor Nmex-nya. Ia membuka kaca helm. "Kenapa gak nunggu di kursi deket gerbang, hm?"
Hana menautkan kedua alisnya. "Kan tadi nyuruhnya di tempat parkir," ujarnya lirih.
Lantas Reyhan mengusap kedua alisnya dengan jari dan mengembuskan napas lirih.
Helm berwarna merah muda yang Reyhan pegang itu langsung ia berikan pada Hana agar segera dipakai dan menaiki motornya. Namun, saat Hana hendak menaiki motornya, Reyhan mencekal lengannya.
Reyhan melepas jaket yang ia kenakan tadi dan memberikannya ke Hana. Namun, Hana masih tidak bisa memahami apa maunya. Lantas Reyhan pun turun dari motornya dan menalikan lengan jaket itu di pinggang Hana karena Reyhan pasti tau jika nanti Hana menaiki motornya setengah paha Hana akan terekspos. Entah kenapa Reyhan tidak mau itu terjadi.
Hana pun memilih diam saat motor Reyhan mulai melaju. Merasa tidak enak dengan kejadian tadi. Dengan bodohnya Hana terus saja menepuk-nepuk jidatnya.
"Kenapa jidatnya terus dipukul begitu?" tanya Reyhan yang mengetahui hal itu lewat kaca spion.
Membuat Hana tersipu dan membalas itu dengan senyuman saja.
Laju motor telah berhenti, tepat di halaman parkir perpustakaan Hana kerja dan salah satu tempat pelarian Reyhan jika jengah berada di rumah. Hana memberikan helmnya dan juga melepas jaket milik Reyhan yang melekat di pinggangnya tadi.
Reyhan pun menerima dan mengenakan jaket itu kembali. Lalu tangannya merambat menggandeng tangan Hana, menyelipkan jari-jarinya pada celah jari Hana.
Lalu Reyhan melangkah masuk, sedangkan tangan yang digenggam itu memilih menerima meski tadi sempat terlihat raut wajahnya bimbang.
Ketika tanganya digenggam, Hana berkata dalam hatinya seraya menatap tubuh tinggi dan besar Reyhan dari belakang. "Jujur aku tak mengerti apa ini, rasa senang bercampur ragu datang seketika. Aku pun bingung harus mengekspresikan ini seperti apa. Pikiran dan perasaanku berkecamuk tak searah. Yang satu ingin Mencobanya rasa, tapi sisi lain menampar suatu kisah. Dan kini, aku masih dibuat bingung olehnya."
"Eehh," ujar Hana menarik genggaman Reyhan.
"Hm?"
"Ngapain naik ke atas, Rey?" tanya Hana yang mengetahui arah langkahnya.
"Ke rooftop, biar bisa cepet cari inspirasinya," alibinya.
"Ha?"
"Gue, minta bantuan lo untuk buat puisi. Gue dapet tugas."
Hana yang mengetahui itupun terperangah. Karena dia kira Reyhan memintanya untuk membantu hal lain atau surat tadi itu hanya alasan dibalik ia mengajaknya.
Hana mengembuskan napasnya lalu mengangguk menyetujui saja.
Reyhan pun memilih untuk duduk di pinggir pagar agar bisa menyaksikan padatnya kota, dan Hana mengekorinya. Memilih menopang dagunya dengan telapak tangan di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Temporary |End|
Teen FictionReyhan Alkantara "Biarkan angin ini menerpa kehidupan yang penuh akan kebahagiaan, kebahagiaan yang hanya sementara kita rasakan. Namun, setiap hembusan angin yang menerpa, aku mencoba untuk mengikhlaskan apa yang telah datang dan akan pergi layakny...