Twenty Eight

4.4K 159 8
                                    

Suara tepuk tangan nyaring terdengar setelah acara menggunting pita peresmian hotel milik Brian yang terletak di daerah Seminyak selesai. Brian melirik Clary yang kini sudah menjadi istrinya, dia tersenyum bahagia. Setidaknya tahun ini, impiannya untuk menikah dengan Clary dan membuka hotel di daerah Seminyak menjadi kenyataan.

Para tamu undangan di persilahkan masuk ke aula yang sudah di persiapkan untuk menyantap jamuan yang telah dihidangkan. Sedangkan Brian yang didampingi Clary masih melakukan sesi wawancara dengan para wartawan.

Setelah selesai melakukan sesi wawancara, Brian mempersilahkan para wartawan untuk ikut menyantap jamuan.

"Congratulation, Bro, Cla!" ucap Xavier dan Diandra. Sekarang mereka sudah menjadi keluarga dengan Clary, Clary sendiri tidak menyangka.

"Tengkyu, Bro, tengkyu, Di!"

"Aku denger, bulan depan kamu mau launching parfum baru lagi ya, Cla? Sumpah, kamu keren banget! Selamet ya!" ucap Diandra.

"Makasih ya, Di."

Clary melirik ke salah satu meja khusus untuk kedua sahabatnya. Meja itu hanya diisi oleh Darwyn yang datang dengan Gracia. Iya, mereka sudah bertunangan sebulan yang lalu. Namun, tidak ada Keenan. Clary masih memikirkan sahabatnya itu. Apa alasan Keenan tidak hadir? Padahal Clary sudah mencari tahu kalau Keenan tidak ada trip bisnis hari ini. Padahal Aria dan Karin, orang tua Keenan sudah hadir dan saat ini sedang berbincang dengan kedua orang tuanya dan orang tua Brian.

"Are you okay?" tanya Brian saat melihat raut wajah Clary yang sedikit gelisah itu. Dia tahu apa yang Clary pikirkan. Clary hanya tersenyum dan mengangguk. "Duduk dulu yuk, Sayang, mungkin kamu lelah."

Brian menggandeng tangan Clary, menarik sebuah kursi untuk Clary, dan memberikan segelas air untuk istrinya itu. Tatapan lembutnya saat menatap Clary membuat Clary sadar kalau tidak seharusnya dia memikirkan Keenan di acara ini. Namun Brian paham kalau Clary mengkhawatirkan Keenan karena Clary merasa bersalah.

"Kalo kamu capek, kita balik ke kamar aja yuk!" ajak Brian.

"Aku gak apa-apa, Sayang. Ini kan acara kamu, masa kita pergi gitu aja." tolak Clary halus.

Brian menatap Clary lembut. Mengelus kepalanya sambil berkata, "Aku yakin Keenan pasti dateng. Dia gak mungkin ngecewain kita."

"Maaf ya, Sayang, kamu malah jadi mikirin aku."

"Aku bahagia kalo kamu bahagia, aku sedih kalo kamu sedih." kata Brian. Dia mencium punggung tangan Clary untuk memberi semangat.

Mata Brian tak lepas dari Clary yang masih duduk di tempat semula, meskipun saat ini Brian sibuk menyapa tamu-tamu yang hadir dan tak sedikit membicarakan bisnis padanya.

Bahkan Brian meminta seseorang untuk mengecek keberadaan Keenan agar dirinya dapat tenang. Dan beberapa menit kemudian, Brian mendapat kabar kalau Keenan sedang dalam perjalanan menuju acaranya.

Brian tersenyum, dan mendekati istrinya sambil membawa beberapa makanan kecil untuk di makan oleh Clary karena sejak tadi mereka memang tidak sempat makan.

"Aku punya kejutan buat kamu." kata Brian sumringah.

"Kejutan apa?" tanya Clary. Dia melirik makanan yang di bawa Brian, mengambil alih sendok dan garpunya, lalu menyuapi Brian.

"Ini makanan aku ambil buat kamu loh! Kamu belum makan apa-apa dari tadi."

"Kamu kan juga belum makan apa-apa."

Clary tidak mau kalah. Dia kekeuh menyuapi Brian, Brian mengalah. Brian juga gantian menyuapi Clary.

"Kamu juga harus makan. Kejutanku lagi on the way. Kamu tunggu aja!" ucap Brian.

"Sayang, aku gak perlu kejutan. Semua yang kamu lakuin buat aku, udah buat aku seneng."

"Meskipun kamu seneng, aku maunya kamu tambah seneng."

Clary tersenyum. Dia seberuntung itu mendapatkan suami seperti Brian. Pria itu sangat tulus mencintainya. Brian terlalu mengerti maunya.

Setelah selesai makan, Brian meraih tangan Clary dan mengajaknya ke lobby hotel. Beberapa menit mereka berdiri dengan tangan Brian yang menggandeng Clary. Tak lama datang sebuah mobil sedan mewah berwarna putih. Ternyata itu Keenan, namun Keenan buru-buru lari ke pintu penumpang dan membukakan pintu untuk seseorang.

Clary terbelalak. Keenan datang bersama Intan. Intan tersenyum, begitu pula Keenan. Clary menatap sahabatnya itu menyelidik, sepertinya Keenan punya hutang cerita dengan Clary.

Brian melirik Clary yang sudah terlihat sumringah. Dia senang, karena sepertinya Clary tidak perlu khawatir tentang perasaan Keenan. Brian cukup paham situasi, Keenan sudah move on, membuat beban yang ada di pundak Clary hilang.

* * *

Flashback...

Keenan tahu, langkah kakinya yang berat itu harus dia lawan. Clary sudah memilih, dia memilih Brian. Itu pilihannya, itu kebahagiaannya, Keenan harus menghargai itu. Apalagi Clary memintanya dan Darwyn untuk mendampinginya.

Beberapa hari kemarin sepertinya dia sudah memantapkan hati untuk acara hari ini, namun di hari ini, hatinya kembali bergejolak.

Setelah ijab kabul selesai, Keenan menghilang. Dia masuk ke dalam mobilnya, menumpahkan air matanya. Hatinya benar-benar sakit sekaligus bahagia karena Clary sudah bahagia. Dia tidak boleh egois. Dia berjanji ini terakhir kalinya.

Setelah emosinya reda, Keenan ke toilet untuk mencuci mukanya. Dia harus fresh kembali, agar Clary tidak merasa terbebani.

"Keenan?"

Dia familiar dengan suara itu. Keenan menoleh. Melihat seorang perempuan cantik, perawakannya ceria, tersenyum ke arahnya.

Keenan menatap perempuan itu dalam-dalam. Beberapa bulan yang lalu mereka baru saja bertemu dengan tidak sengaja.

Pikiran lain Keenan mulai menghampiri. Mengapa dia bertemu lagi dengan perempuan ini. Apakah ini takdir? Mungkin saja selama ini dia tidak peka terhadap takdir yang jelas-jelas ada di depan mata.

Sepertinya hari ini, Keenan memang harus menutup cintanya untuk Clary dan membuka hati dengan yang lain. Mengapa tidak terlintas di benaknya kalau Intan nantinya akan menemani hari-harinya. Saling mengobati, saling mengisi, saling menerima.

Tanpa sadar Keenan tersenyum pada Intan yang di balas dengan senyuman manis milik perempuan itu.

"Lo dateng sama siapa, Ken?" tanya Intan.
"Sendiri, lo?"
"Sama. Temenin gue ya."
"Dengan senang hati."

Keenan dan Intan melangkah dengan mantap ke dalam aula.

Mereka tidak pernah menyangka kalau langkah mereka yang sejajar itu akhirnya akan membawa mereka ke dalam hubungan yang lebih dalam.

* * *

END

CLARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang