Chapter 6

229 12 0
                                    

"Vin! Gue, mau masuk kelas lagi ya." Cindy menatap wajahku tajam.

Tanpa sepatah kata diri ini hanya menoleh arah tembok putih ruang UKS sebagai tempat persembunyian hari ini, karena kelelahan membuatku hilang fokus dan tak lagi berkonsentrasi akan suara yang datang bertubi-tubi.

"Bell. Kok, Vina diam saja sih, dari tadi. Gue, mendadak takut nih, bertanya sama dia." Cindy mulai menjauhiku dan melangkah mundur.

Seketika aku melihat sosok wanita bergaun merah tengah mengeluarkan tangannya dari lantai keramik, dan Cindy menginjak kaki itu sangat keras membuatku ketakutan.

"Cin ... awas, di sana." Teriakku menunjukkan jari ke arah tangan yang sedang dia pijak.

"Astaga! Vin, nggak ada apa-apa kok, di sini." Celetuknya membuat para teman-teman mendatangiku yang mulai terisak tangis.

Siswa baru itu juga menghampiri tubuhku saat ini, tangan menekan wajah keras dan menoleh kanan dan kiri. Ruangan tampak sunyi dan seketika berubah menjadi gelap, ketakutan menjadi momok terpatri dalam otak tanpa mau pergi dari jiwa ini.

"Vin, Vin, sadar. Hei ..." Bella menggoyang-goyangkan tanganku dan sembari memeluk tubuh ini erat.

"Bell, gue takut ... di sana ada dia lagi ..." tunjukku mengarah lukisan itu.

"Ada apa dengan lukisan ini?" tanya siswa baru ketika dia beranjak meninggalkan sebuah gambar terpatri di sudut tembok ruang UKS.

"Lukisan itu, berhantu. Dia hidup," cetus mulut dan sontak bola lampu menjadi putus, cahaya hilang seketika menambah suasana di dalam ruang UKS mendadak gelap gulita.

Tenangin diri Loe, Vin. Nggak ada hantu di dunia ini, itu semua hanya ilusi doang, "jawab Bella dan kawan-kawan yang lainnya."

Tiba-tiba siswa laki-laki itu mendatangi tubuhku dan menatap wajah ini tajam, dia melirik sangat heran dengan gelagat tingkahku yang hampir seperti orang gila. Dia tak mau beranjak dari hadapanku, bersama Bella dia sesekali melirik semua sahabat.

"Loe, nggak apa-apa?" tanya siswa baru itu.

"Nggak, gue ... nggak apa-apa." Sosor Bella memotong pembicaraan saat ini, sepertinya sahabatku itu tak ingin memberitahu bahwa aku memiliki sebuah keanehan dalam bersikap.

Kring ....
Kring ....

Belpun berbunyi, pergantian pelajaran untuk saat ini telah tiba. Kami berjalan menuju pintu dan membukanya, langkah lebar membawa kami untuk segera mengikuti pelajaran pagi ini. Akibat beberapa keanehan yang tampak jelas di kedua bola mata, membuat pemikiran akan teror itu tak kunjung usai. Menggandeng tangan sahabat terbaik membuat kami melangkah dari anak tangga gedung sekolah, ketika itu siswa tampan mengikuti kami dari arah belakang. Dia sepertinya telah mengerti sesuatu hal dari diriku, dan dia tampak sangat penasaran akan apa yang terjadi saat ini. Duduk bersebelahan dengan Bella, membuatku tenang tanpa harus memikirkan sesuatu keanehan lagi duduk sendirian seperti biasanya.

Cindy dan Arumi kembali menuju bangku mereka dan siswa baru itu, sesekali dia melirik ke arahku membuat batin ini berkata bahwa tatapan yang sengaja tak kubalas. Pelajaran Fisika dimulai dan aku mulai fokus untuk mengikuti pelajaran kedua pagi ini, tiba-tiba pena terjatuh di lantai membuyarkan fokus. Aku meraih pena yang sudah terjatuh tanpa menatap ke arah benda itu, sontak jari kiri menyentuh sebuah tangan yang sepertinya itu adalah hantu. Terasa lembut dan memiliki cakar tajam, sontak aku menoleh ke arah belakang. Saat itu, tak ada hal aneh membuat hati berkata sendiri sambil kebingungan.

Bella yang sudah menulis dari tadi membuatnya tak memperhatikan kejadian barusan. Suara angin seperti kedatangan makhluk tersebut kembali menyergap diri ini, sebisa mungkin kini hanya fokus dan menatap ke arah papan tulis saja. Tiba-tiba, pluk ... sebuah kertas menggumpal tengah mengenai kepalaku sangat keras, kedua bola mata menoleh menuju arah Arumi dan Cindy saat itu memperhatikanku. Mereka tak mau berkata akan tetapi menunjuk ke bangku geng yang paling menyebalkan di sekolah, yaitu Risma dan kawan-kawan. Benak berkata tak akan ada masalah lagi seperti biasa ketika aku melayani mereka, yang ada urusan bertambah semakin ribet dan panjang. Sebisa mungkin kini untuk sabar dengan perlakuan buruk dari mereka, selagi ada Bella semua akan aman-aman saja.

"Anak-anak, kalian kerjakan soal itu. Ibu akan ke kantor sebentar saja," suruh Bu guru menunjuk soal-soal yang telah dia catat sebelum meninggalkan ruangan kelas.

"Baik, Bu ...," jawab kami serempak.

Suara tapakan kaki tengah mengarah menujuku saat ini, sosok berdiri tegap dan memasang senyum manis membuat kedua bola mata tak mau berkedip. Ya, dia adalah siswa baru berwajah sangat tampan dan keren. Sepertinya aku mulai tertarik untuk mengenalnya lebih jauh, tapi aku menarik kembali perasan itu karena diri ini adalah hanya gadis culun tak pantas untuk memiliki pria setampan dia.

"Hai! Nama kamu siapa?" tanya pria itu membuat aku, Bella menatap heran mengarahnya.

"Saya, Bella." Sodor tangan kanan sahabat terbaikku itu yang sepertinya juga suka pada siswa baru.

"Gue, Roy." Mereka bersalaman, tapi tidak denganku.

Tanpa berkata sepatah kata akhirnya aku membuang tatapan menuju papan tulis dan mencatat soal-soal fisika yang ada di sana.

"Kok, kamu diam saja!" ucapnya mengajak diriku berbicara.

"Vin, dia mengajak kamu berbicara. Sahut dong," suruh Bella menggoyangkan pundakku.

"Hai, tampan ...," panggil geng Risma menggoda siswa baru itu dengan berjalan menuju ke arah bangku kami.

"Mulai deh, ganjennya muncul. Nggak bisa lihat cowok ganteng dikit langsung nyosor tuh, mulut." Celetuk Bella sedikit menantang geng pembuat onar itu.

"Ih, apaan sih, kamse upay banget tau gak!" sosor Risma dan gengnya.

"Suuttt ..., Bell. Biarin saja mereka, nggak usah ikut campur." Sahutku pelan membisikkan kata-kata padanya.

Tanpa jawab apapun akhirnya sang siswa baru bernama Roy itu pergi meninggalkan geng Risma, dia berjalan kembali menuju tempat duduknya tadi. Membuat para geng itu manyun akibat tak ditanggapin sama sekali, sontak Bella kembali meringis seperti senang tak terkira melihat mereka diacuhin pada pria tampan tersebut.

"Apa Loe, ketawa ketiwi." Bentak Risma mengajak bicara sahabatku yang jahil itu.

"Dasar, siswi ganjen." Sahut Bella berbisik.

Karena dia mendengar akhirnya dia menarik hijab Bella sangat kencang dan merusak penampilan sahabatku itu.

"Apa Loe, bilang." Dia menarik hijab Bella berulang kali.

"Biasa saja Loe, nggak usah main hijab." Bentak Bella berdiri menujuk jari tengahnya mengarah wajah Risma.

"Wait, wait, wait. Bell, sabar!" ucapku berdiri di tengah mereka berdua.

Seluruh siswa dan siswi menyaksikan pertikaian mereka berdua, tapi tak ada satupun yang berani melerai karena mereka berdua adalah siswi paling jinggo dan jagoan di sekolah ini. Jangankan pada sesama siswi perempuan, pada siswa laki-laki saja mereka berani menantang dan berkelahi. Spontan kepalaku pusing melihat pertikaian itu, bisikan yang datang bertubi-tubi membuat kedua tangan menekan kepala ini.

'Tampar dia ... bunuh dia ... ayo, bunuh dia ...'

Suara yang aneh kembali menghantui isi kepalaku untuk membunuh Risma dan kawan-kawanya, sontak Bella menyentuh pundakku dan membuat tubuh ini duduk seketika. Para geng pembuat onar kembali ke bangku mereka karena ketakutan akan apa yang sudah terjadi saat ini, bangku yang aku duduki sesaat bergerak dan membuat tubuh terangkat tiga jengkal dari lantai keramik ruang kelas. Para siswa dan siswi berhamburan keluar ruangan, tapi sahabat terbaikku tetap berada di samping dan membacakan ayat-ayat alquran. Sontak bangku kembali terbanting keras, buku-buku berserakan dan suasana ramai kembali hening.

Kala itu aku tak sadarkan diri sembari tidur di atas meja belajar, suasana kembali gelap dan buram. Kedua bola mata tertutup tak bisa terbuka kembali, aku yang sedang masuk dalam dimensi lain membuat diri ini telah dikuasai oleh makhluk tak kasat mata itu. Dari arah yang jauh, aku melihat tengah ada wanita bergaun merah berbaris mengitari lorong gelap sebuah pondok kecil, dan aku berjalan ke arah mereka sembari menatap tajam menuju pondok itu.

Suara isak tangis sangat kencang, dan semakin kencang.

[ "Vin ... uruslah mayatku dengan layak, aku ingin bebas dari belenggu para penjaga pintu neraka." ]

[ "Kalian kenapa? Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya mulut sambil menatap tajam ke arah pondok kecil itu. ]

[ "Tolong kami, Vin. Tolong ....," ]

Tujuh Arwah Dalam Jiwaku (THE ROYAL AWARD WINNER 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang