Chapter 21

134 9 2
                                    

Roy POV

'Gue, ada di mana sekarang! Kok, ruangan ini gelap sekali. Aaaccchhh ... kepala gue, sakit banget.'

"Tolong ...," teriakku.
"Tolong ...,"
"Tolong ...,"

Gubrak ... pintu terbuka sangat lebar, dari kacamata pandangan ini buram melihat sekelompok orang yang datang menemuiku memakai jas berwarna putih. Dengan membuka kedua bola mata perlahan aku melihat ruang yang sangat aneh dengan alat pendeteksi detak jantung berbunyi sangat berisik, selang oksigen ada di hidung membuat diri ini berpikir keras apa yang sedang terjadi pada diriku.

"Kamu, sudah sadar?" tanya seorang pria memakai jas putih, dan dia adalah dokter.

"Sa-saya, ada di mana?" tanyaku lirih menoleh samping tempat tidur saat ini.

"Kamu, sedang ada di rumah sakit." Sahutnya dengan senyum kecil.

"Kenapa saya bisa di rumah sakit, Pak?" tanyaku heran membuang tatapan datar menuju tembok.

"Kamu, telah terjun dari lantai tiga gedung sekolah. Dan kamu mengalami cidera sangat parah di bagian tulang punggung dan otak, syukur sekaramg kamu sudah pulih dan bisa melihat dunia kembali."

"Saya, sudah berapa lama di sini, Pak?" aku nanya bertubi-tubi.

"Lama, sekitar satu minggu lebih. Dan kamu baru bisa membuka mata saat ini, sebentar saya akan hubungi keluarga kamu di rumah. Karena mereka baru saja pulang mengambil sesuatu," jawabnya membuat diri ini kembali sendirian tidur di atas sebuah ruang inap rumah sakit.

Kala itu aku heran selang beberapa menit Pak dokter pergi, wanita berpakaian merah lengkap dengan sepatu dan tas hitam berdiri di sebelah kaki ini. Gelagat yang aneh aku saksikan sekarang, wajah yang sudah rusak seperti sayatan sebuah pisau mendarat di kulit wanita itu. Aku tak mengenalinya tapi aku merasakan bahwa dia ada kaitannya dengan jiwaku saat ini, berjalan dengan langkah kecil semakin dekat dan dekat. Tangan ini mencoba meraih tubuhnya, saat itu terjadi tangan menembus tubuh sang gadis tanpa wajah yang jelas tengah menatap ke arahku tajam.

"Kamu, Mbak Megan?" tanyaku sembari air mata menetes deras dari lekuk pipi ini.

Dia hanya diam! Tanpa sepatah kata terucap membuat diri ini semakin tak mampu tuk menahan deraian air mata.

"Mbak, jawab Mbak! jawab, ini Roy. Adikmu, yang dulu kita habiskan waktu bersama berdua sampai senja tiba. Saat terbit fajar kau basuh tubuh dengan air sebelum berangkat sekolah, jawab Mbak!" teriakku berulang-ulang.

Dia hanya tersenyum kecil, arwah bergaun merah menyentuh pipi yang sudah penuh dengan air mata. Dia melangkah mundur dua langkah dari hadapanku saat ini, semakin jauh dan jauh lalu, menghilang!

"Mbak, jangan pergi. Mbak ...," teriakku histeris membuat seisi rumah sakit datang menemuiku saat ini.

Krek ... pintu terbuka kembali membawa Pak dokter dan perawat menemui teriakan yang sangat keras menggema di dalam ruangan.

"Kamu, kenapa Roy?" tanya Pak dokter mengelus rambutku yang penuh sisa-sisa darah sudah mengering.

"Saya, melihat dia datang!"

"Dia? Siapa dia?" tanyanya bertubi-tubi.

"Mbak Megan, dia ada di sudut ruang ini," tunjukku mengarah sudut ruangan yang kosong tanpa ada apa-apa.

Tujuh Arwah Dalam Jiwaku (THE ROYAL AWARD WINNER 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang