Chapter 8

222 11 0
                                    

Rasanya puas sekali mengambil foto bareng para teman-teman, malam hari yang sangat istimewa membuatku menyimpan semua kenangan indah ini bersama mereka. Selang beberapa menit menatap foto yang telah dikirim Arumi lewat aplikasi membuat kedua bola mataku nanar, terlihat jelas ada sosok bergaun merah yang tampak jelas di belakang kami. Aku tak ingin memberitahu teman-teman terlebih dahulu, karena nanti bisa membuat suasana menjadi menyeramkan.

Cindy yang keluar menuju halaman rumahnya sangat cantik dan anggun, dia sudah dandan seperti seorang ratu yang begitu memesona. Kami membawa kado dan mendekati dia dari samping, tanpa sadar kami terkekeh melihat dia tak menoleh ke arah kami bertiga yang sudah menunggu akan sambutannya itu sebagai siswi paling kepo di antara kami. Saking lucunya kami pun saling tatap muka, rupanya dia sudah sadar akan kehadiran kami secara tiba-tiba.

"Eits, kalian ya. Sudah datang nggak mau manggil gue, malah kekeh lagi di situ!" ucap Cindy menatap ke arah kami.

"Hahaha ...," kami terkekeh melihat ekspresi yang tengah Cindy lempar kepada kami, dia seperti tengah kebingungan mencari sahabat yang jelas-jelas ada di sampingnya.

"Happy birthday, ya Cin ... semoga Loe, makin cantik sehat selalu, panjang umur menjadi anak soleha," sebut Bella panjang lebar.

"Satu lagi guys!" sosorku memotong pembicaraan mereka.

"Apa tuh, Vin?" tanya mereka serempak.

"Semoga dapat jodoh! Hahahha ...," ledekku membuyarkan suasana dan kekeh tertawa.

Saking senangnya aku hampir lupa bahwa foto yang itu menampakkan hantu yang sangat menyeramkan, sedikit demi sedikit aku menyenggol tangan Bella berulang kali. Akan tetapi dia sepertinya tak begitu menghiraukan aku karena sedang asyik untuk bercanda, karena aku penasaran akhirnya aku mencubit pipinya yang bagai kue bakpau itu.

"Au ... Vin, sakit tau!" dia menepis tanganku dengan cepat.

"Suuuttt ... diam dulu Bell, gue mau nunjukin sesuatu sama, Loe," suruhku menutup mulutnya berulang kali.

"Kasih tahu apaan sih?" dia mulai ngegas ucapannya.

"Ini, coba Loe, lihat foto ini." Aku membuka foto itu dan men-zoom lebih lebar.

Bella yang tadinya sangat penasaran, akhirnya perasaan itu telah terbayar karena melihat sendiri bahwa foto kami tadinya tak sengaja menjepret si gadis bergaun merah itu. Sontak Arumi menatap kami sambil membawa segelas minuman berwarna merah.

"Kalian kenapa sih, lagi lihat apa?" tanya Arumi mengambil handphone kami.

"Astaga! Hantu ... itu benar hantukan?" teriak Arumi histeris membanting gelas yang sedang ia pegang.

Sontak para tamu berhenti bercerita dan bernyanyi, mereka menatap ke arah kami yang sedang menatap tajam handphone tersebut. Arumi berlari memeluk Cindy yang ada di depan kue bolu, sontak aku merasa sangat bersalah karena memberikan sebuah pemandangan yang tak sedap dengan jalannya acara Cindy. Tiba-tiba musuh bebuyutanku datang. Ya, dia adalah Risma dan kawan-kawan sebagai pembuat onar di sekolah.

"Sejak kehadiran Loe, di sekolah dan di hadapan kita. Semua pada di teror hantu tau, dan itu karena siapa? Karena Loe, culun!" dia berkata kasar seolah semua masalah yang sedang terjadi adalah karena aku.

"Jaga ucapan Loe, ya! Sekali lagi Loe, macem-macem sama teman kita. Loe, akan berurusan sama gue!" bentak Bella mengancam dan menunjuk kedua bola mata Risma.

"Bell, Loe nggak ngerasa selama ini? Semenjak si culun ini dekat sama Loe, sifat Loe, berubah tau nggak. Menjadi anarkis dan sangat tidak wajar. Ngerasa nggak Loe, selama ini!" sosor Risma membuat Bella diam seribu bahasa.

Mungkin dalam benak sahabatku adalah benar, semua masalah yang terjadi saat ini karena kehadiranku di tengah-tengah mereka. Dan aku sangat merasa bersalah karena mereka akhirnya menjadi korban dari sesuatu yang sudah menjadi jalan hidupku. Kala itu Risma menyiramkan air minum yang dia pegang menuju ujung kepalaku hingga membasahi sekujur tubuh ini, rasa malu bercampur aduk dalam kepedihan sebuah pesta ulang tahun. Sahabatku sendiri sudah tak mau membela diri ini lagi, dan sebisa mungkin aku harus menjauh dari mereka untuk mencari kehidupanku sendiri seperti dulu, tanpa teman dan hanya sendirian hingga maut yang menjemput nyawaku.

"Bell, Cin, Arumi! Mulai saat ini kita nggak sahabat lagi, mungkin yang dikatakan Risma benar. Semua yang terjadi pada kalian termasuk teror hantu itu, datang dari gue. Sebisa diri ini untuk nggak melibatkan kalian lagi dalam dunia gue," ucapku membuat suasana hening dan tanpa suara sedikitpun, kala itu Bella memelukku sambil menangis sedih.

Tangan ini sontak menepis pelukan itu, dan aku menghapus air mata Bella yang keluar dari pipinya sangat deras.

"Bell, gue harap Loe, bisa jauhi gue. Dan gue nggak akan melupakan semua kebaikan Loe, selama ini sama gue. Cin, semoga Loe—baik-baik saja, nggak terkena teror itu karena gue!" jawabku sambil berjalan perlahan meninggalkan lokasi pesta malam ini.

"Vin, Vin. Jangan tinggalin kita," sahut Bella menarik tangan kiriku erat.

Rasa kecewa yang begitu membara bagaikan api yang menyambar isi otak membuatku menjadi sangat agresif dan sangar, aku pun menepis tangan Bella hingga dia terjatuh.

"Maafin gue, Bella." Ucapku dan lari meninggalkan mereka.

"Vina ..., Vin. Jangan pergi!" teriak Bella yang masih terdengar di telinga sembari hilang karena kencangnya kedua kaki melangkah jauh.

Kini aku sadar, bahwa puncak dari persahabatan bukanlah tentang siapa yang akan betah bersama. Tetapi, lebih kepada orang yang memiliki harta maka dialah sahabat sesungguhnya. Sontak aku berlari dan berlari tak tentu arah akan ke mana, yang ada dalam otakku hanyalah sebuah bayang-bayang wajah ketiga sahabatku saat ini. Selang beberapa menit berlari akhirnya aku duduk dan berhenti di tengah hutan Akasia, meski hutan ini berhantu tetapi aku tak menghiraukan hal tersebut. Tubuh hanya diam dan melirik ke arah gelapnya tengah hutan, di sana sedikit demi sedikit muncul sinar berwarna kekuningan cerah. Seperti ada pesta besar dengan gemuruh suara yang ditimpali sebuah alat musik biola, langkah kaki menyeretku untuk masuk ke dalam hutan.

Perasaan takut tak lagi menyergap diri ini, pikiran kosong dan hanya fokus menatap ke arah cahaya itu. Rupanya di sana tengah ada sebuah acara ulang tahun juga, dengan pengunjung yang memakai gaun berwarna merah sama seperti dengan yang aku pakai saat ini. Sontak mereka menggandeng tanganku dan mengajak diri ini untuk duduk di sebuah kursi yang sangat special, mereka mengajakku dan memperlakukan diri ini bagai seorang ratu. Permainan biola para gadis bergaun merah itu membuat kedua bola mataku tak mau berkedip, sangat anggun dan memesona hingga merasuk ke dalam jiwaku paling dalam.

"Vin, selamat ya!" ucap salah seorang gadis yang tadinya menyambut kedatanganku menuju tengah hutan Akasia.

"Selamat untuk apa?" tanyaku padanya.

"Kamu telah menjadi bagian dari kami, dan kami sudah mengangkat kamu sebagai ratu penguasa hutan Akasia mulai malam ini," dia mulai ngegas ucapannya.

"Saya, nggak mengerti! Dan apa gunanya gelar ratu itu?" tanya mulut bertubi-tubi tanpa henti.

"Besok, kamu akan tahu apa gunanya gelar ratu yang kami berikan saat ini." Jawabnya membuatku sangat penasaran akan hal itu.

Salah seorang gadis yang bermain biola mendatangiku dan bersujud di kedua kaki ini, dia menghentikan permainan biolanya. Lalu, tangan mereka menyentuh air mataku saat ini mengalir deras.

"Jangan menangis lagi, esok kamu akan menjadi seperti kami. Cantik, dan anggun!"

Dengan ucapan itu, akhirnya cahaya redup dan semua tamu pesta hilang seketika. Perasaan bingung membuat diri ini tak mampu melihat jalan menuju pulang, rasa sakit tumbuh begitu saja dari ubun-ubun kepalaku. Karena rasa sakit itu tak terhingga akhirnya aku tak sadarkan diri tertidur dalam sebuah hutan yang sangat rimbun.

***
Pagi telah tiba, aku membuka kedua bola mata dan melirik ke arah kanan dan kiri. Sembari memastikan bahwa diri ini masih hidup dan memiliki nyawa, karena napas yang ikut ambil andil berarti diri ini masih hidup. Langkah kaki membuatku segera bangkit dan berdiri tegak, melangkah lurus yang kuharap itu adalah jalan untuk kembali menuju arah pulang.

Tujuh Arwah Dalam Jiwaku (THE ROYAL AWARD WINNER 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang