Chapter 24

136 9 0
                                    

Beberapa menit berdialog dengan para polisi kami menuju kantornya dengan cepat, beberapa menit sampai di tempat tujuan. Para pelaku yang saat ini masih terikat tali lemah tak berdaya karena serangan dariku. Para polisi mengintrogasi kami semua di dalam ruangan yang sangat menyeramkan, sontak aku merinding seperti tengah hadir sosok gaib di tengah perbincangan kali ini.

"Saya, mau tanya Revina. Dua bulan lalu, anda dinyatakan mati. Dan pihak polisi sudah membawa jasad anda ke rumah sakit untuk pemeriksaan, lalu saat ini hidup kembali? Saya berpikir keras prihal itu terjadi, selesaikan saya tanya!"

"Gue, udah dinyatain meninggal."

"Terus, Loe hidup lagi gitu!" tanya Bella di sampingku.

"Saat itu, gue keluar dari raga gue dan tangan ini menembus jasad yang terbujur kaku bersama detak jantung yang sudah berhenti."

"Kenapa Anda ada di sini saat ini?" polisi mulai ngegas ucapannya.

"Gue, mati suri. Selang beberapa menit kematian itu, gue bisa lihat Megan, Qorin, Tasya, Rika dan yang lainnya." Pekik mulut ini menujuk satu-persatu wanita bergaun merah telah muncul dan berbaris di hadapanku.

"Anda nunjuk siapa? Di sini hanya kita bertiga!" omel Pak polisi membuat kepalaku sontak pusing.

"Mereka ada di sini, arwah ke tujuh pembunuhan sepuluh tahun lalu. Dan kalian nggak bisa lihat tapi gue, bisa lihat semuanya!" teriak diri ini histeris.

"Vin-Vin, Loe tenangi diri Loe, kita lagi ngomong sama polisi." Ujar Bella membuatku kembali duduk.

"Nggak masuk akal, atau anda gila?" tanya polisi wanita itu.

Amarah yang ada dalam jiwa memuncak dan tak lagi terbendung dengan kata-kata. Kutatap asbak rokok yang terbuat dari tempurung kepala sontak terbakar, seisi ruangan terkejut dengan penampakan hal yang sangat diluar akal sehat.

"Mereka datang, mereka ada di sini bersama kita," omelku menoleh ke arah kedua bola mata polisi saat ini.

"Oke-oke, maksud anda kejadian sepuluh tahun lalu yang mana?" mereka bertanya bertubi-tubi.

Sontak para arwah merasuki tubuhku dan diri ini hilang kendali serta wajah merunduk menatap meja.

"Begini, sepuluh tahun lalu. Ketika kasus dan pembunuhan tujuh orang gadis SMA Tunas Bangsa terjadi dan viral di awak media, sementara anda para polisi tak menindak lanjuti masalah itu bukan. Karena kalian sudah di suap uang oleh para pelaku miliyaran rupiah, sekarang saya akan membawa kasus ini ke permukaan kembali dengan membawa beberapa barang bukti yang sudah terbungkus rapi di kantong plastik." Jawabku dengan tubuh sudah dikuasai sang arwah gadis tersebut.

Mereka, terdiam!

"Ini, pisau, Pak! Kami temukan di lokasi pembunuhan." Bella menetakkan bukti pertama di atas meja.

"Ini, tali tambang, Pak! Kami menemukan di lokasi juga untuk menggantung korban."

"Ini, selendang merah, Pak! Kami temukan di bibir sungai tempat pemerkosaan terjadi."

"Dan ini tas, Pak! Berisikan alat make-up yang masih utuh kami temukan di pinggir sungai tersangkut di atas pohon tumbang."

"Apakah bukti ini kurang jelas lagi, Pak! Dan saya membawa pelaku yang saat ini ada di sini, dia!" tunjuk Bella mengarah sang pelaku masih terikat tambang di samping tempat duduk kami.

Gubrak ... pintu ruang penyelidikan terbuka seketika. Sontak arwah keluar dari dalam tubuhku, pandangan kembali mengarah ke luar di sana sudah ada para dokter tempat mayat ke tujuh gadis tengah di visum.

"Maaf, Pak polisi. Tanpa mengurangi rasa hormat, kami dari pihak kedokteran sudah membuka file dokumen kejadian sepuluh tahun lalu. Benar, berdasarkan penelitian yang kami cari seharian dan menyatakan bahwa pelaku berinisial A, R, K, Z, dan M. Hasil laporan ini juga berdasarkan bukti ketika saat orang tua korban memberikan pada kami," jawab tegas para dokter yang datang tepat waktu.

Para polisi yang sebenarnya sudah tahu akan hal itu terdiam seribu bahasa, mereka selalu menyangkal akan sebuah bukti nyata karena adanya suap terkait peristiwa pembunuhan sepuluh tahun lalu.

"Oke, kami akan mencari beberapa pelaku lainnya. Dan dalam waktu dua kali dua puluh empat jam, kami pasti akan meringkus pelaku dan membawa mereka di deruji besi. Terima kasih para dokter yang sudah membuka kasus ini hingga tuntas, kami dari pihak kepolisian mengucapkan banyak terima kasih telah bekerja sama dengan baik."

Tak kusangka bahwa para orang tua, dari korban pembunuhan tersebut juga hadir bersama kami saat ini. Akhirnya sidang pada malam hari ini telah selesai dan kami melangkah keluar ruangan, sembari menatap wajah-wajah orang tua setelah sekian lama menanti sebuah keadilan. Dan sekarang telah terungkap kasus itu, kupandang dari arah kejauhan para arwah ke tujuh wanita itu melirik di balik ruang penyelidikan, polisi membawa satu pelaku ke dalam deruji besi. Kedua bola mata menetes sedih dengan jalan hidup mereka begitu tragis sampai gentayangan ke mana-mana mencari saksi dan orang yang tepat untuk membuka prilaku tidak manusiawi.

"Kamu yang bernama, Vina?" tanya salah seorang Ibu korban pembunuhan itu.

"I-iya, Bu! Ada apa?" aku balik nanya pada mereka.

Tanpa balas kata sang Ibu hanya memeluk tubuhku erat, dan dia menangis histeris. Kesedihan pecah di pundak saat ini, semua kejadian bercampur aduk menjadi satu.

"Betapa beraninya kamu, membuka kasus seberat ini. Ibu sangat bangga padamu, kelak kamu akan menjadi kebanggan orang tua sebagai seorang yang berguna untuk rakyat kecil dan tertindas seperti kami," dia mulai melas dan membuatku sangat terharu.

"Bu, di dunia ini. Mati, maut dan pertemuan itu sudah kehendaknya, baik kepergian itu dengan cara yang baik atau paksa itu sudah kehendaknya. Sekarang kita, mendoakan semua arwah yang sudah tiada di samping kita agar mendapat kehidupan layak di akhirat sana. Karena tanpa kita sadari, kehidupan yang seperti itu memang ada tapi tak semua bisa melihat. Dan saya bisa melihat kehidupan mereka karena saya, pernah mengalami mati."

Para sahabat kini mendekat ke tubuhku dan memeluk dengan sangat erat. Sebuah perjalanan panjang tentang pengungkapan sebuah misteri dan peristiwa sedang dialami orang yang tak tahu akan kejelasan mengapa hal tersebut bisa menimpah keluarga mereka, sedang apa yang mereka perbuat tidak melanggar norma kehidupan. Dan itulah takdir, nggak ada yang bisa merubah apa lagi menerka kapan hal buruk menimpah kepada kita.

Dengan menggunakan mobil milik Bella kami bersiap-siap untuk segera pulang ke rumah, menulis sebuah pengalaman yang pahit dalam sebuah catatan. Dan esok pagi akan kami ungkap sebuah kejadian tersebut di depan kelas sebagai tugas yang telah diberikan oleh Bu guru kepada kami. Mungkin sederhana memang, tak begitu menarik dan biasa saja. Tapi makna dari sebuah keadilan sangatlah berarti apa lagi, itu menyangkut nyawa manusia dan berjumlah tujuh orang. Melayang, sebelum ajal datang tapi takdir membawa arwah bersama sang pencipta.

Tujuh Arwah Dalam Jiwaku (THE ROYAL AWARD WINNER 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang