Chapter 5

251 13 0
                                    

Selang beberapa menit menuju rumah, akhirnya aku sampai juga. Masuk melalui pintu gerbang yang terbuka lebar membuat diri ini membawa mobil menuju garasi samping rumah, hijab berwarna putih jorok dengan bercak darah sekujur tubuh. Keluar melalui pintu kanan kaki membawaku untuk perlahan ke arah depan, seketika batin berkata tengah ada yang mengikuti dari arah belakang tubuhku. Sosok kecil berjalan menyerupai bayangan bergerak ke sana ke mari tak tentu arah, dengan memberanikan diri aku menoleh arah belakang.

'Nggak, ada siapa-siapa di sana. Tapi kok, tadi seperti tengah ada seperti suara anak kecil yang berlari.' Celotehku dalam hati.

Aku pun melanjutkan berjalan menuju rumah yang sangat sunyi, hening dan tanpa ada suara sedikitpun. Janji ketika pergi bersama sang ayah malah mereka seperti tengah meninggalkan aku sendirian dalam rumah seluas ini, dari ujung pandangan diri ini menatap ke sudut tembok dengan horder yang dari tadi bergerak. Entah itu karena terpaan angin atau ada sesuatu yang membuatnya sangat aneh, aku langsung menujunya dan membuka horden putih itu. Sontak aku terkejut! Karena ujung horden berubah menjadi bercak merah seperti telapak tangan seseorang.

"Tidak ...." teriakku bertubi-tubi.

Badan membanting lantai dan mundur seketika, dari pandangan yang tajam telapak itu sangat membuat takut. Lalu, Bi Ira datang menemuiku yang sedang ketakutan melihat kejadian menyeramkan.

"Non, kenapa? Kok, sepertinya ketakutan?" tanya sang Bibi heran memeluk tubuhku dengan isak tangis tak kunjung berhenti.

"Bi, itu." Jari manisku menunjuk sebuah horden putih yang bergerak sendiri, serta bebercak merah seperti telapak tangan membuat diri ini sangat histeris.

Sontak Bi Ira mendatangi horden tersebut dan mengoyang-goyangkan horden, perlahan aku membuka kedua bola mata dan memandangnya dari arah kejauhan. Gelagat Bibi sangat biasa saja tanpa ada rasa takut menyergap tubuhnya, dan dia kembali lagi menemuiku saat ini sedang duduk lemah tak berdaya.

"Non, nggak ada siapa-siapa di sana." Dia membangkitkan tubuhku hingga kembali tegap berdiri.

"Terima kasih, Bi. Mungkin saya terlalu capek kali, ya?" aku nanya menatap wajahnya tajam.

Akhirnya sang Bibi menggandeng tanganku menuju pintu kamar tidur untukku segera mandi, dia pergi setelah aku memasuki ruang kamarku. Pakaian yang berlumur darah sontak aku buka dan kulempar menuju keranjang pakaian di sudut cermin.

Vina POV

Malam telah tiba, diri ini masih tetap sama. Mendekam dalam kamar tidur seusai ketakutan dengan teror hantu bergaun merah, dari balik pintu seperti tengah ada yang berjalan menyeret kaki sangat berisik ditimpali suara gaduh seperti badai besar tengah terjadi di luar sana. Sontak gerimis ambil andil dalam ketakutan ini, tak pernah sebelumnya aku melihat hal aneh sepanjang aku hidup di dunia, tapi tidak dengan hari ini. Handphone kuambil dari atas meja samping tubuh ini duduk mendekam, mencari nomer hanphone sang sahabat sejati yaitu Bella. Mungkin dengan menelphonenya bisa membuat diri ini sedikit lebih tenang.

Dret ....
Dret ....

'Bella, ke mana sih, nggak angkat telphone-ku. Hmmm ... akan aku coba lagi.'

Dret ....
Dret ....

[ "Hallo, Vin. Loe, kenapa?" dia nanya heran dengan suara yang sama-sama gemetar seperti tengah ada yang meneror. ]

[ "Bell, gue takut banget malam ini. Sepertinya tengah ada yang menghantui gue deh," jawab diri ini membalasnya sesekali melirik suara aneh di balik pintu ruang kamar. ]

[ "Kok, sama. Gue, juga seperti di teror hantu. Tadi ... ada bercak seperti telapak tangan serta horden yang bergerak sendiri," balasnya membuatku semakin ketakuan. ]

[ "Bell, apa salah kita ya. Kok, seperti ini banget kisah cerita kita?" tanya mulut ini berulang-ulang. ]

[ "Vin, baca ayat kursi saja. Semoga teror kita dapat segera usai selepas malam ini." ]

Tut ... tut ... tut ...
Telphone tiba-tiba mati karena hujan deras yang melanda, jaringan sontak hilang dengan sendirinya, lampu tiba-tiba mati dan membuyarkan pandangan semakin kabur, buram. Kaki tak mampu untuk beranjak, kuambil bantal dan kurapatkan di wajah agar tak mendengar sedikitpun suara yang sedang datang menyergap tubuh. Selang beberapa menit memejamkan kedua mata tiba-tiba suara ayam tengah berkokok dan menandakan pagi hari telah tiba, tanpa terasa diri ini begitu cepat menghabiskan waktu tidur pada suasana malam.

***
Tok ... tok ... tok ...
Suara terdengar dari balik pintu sangat menggema dalam ruang kamarku, tanpa ucap diri ini masih saja duduk dan mengambil jam yang ada di atas meja.

"Astaga! Mampus gue, sudah jam 07:00." Cetusku berbicara sendiri.

"Vin ... bangun, kamu sekolah nggak?" tanya Mama dari balik pintu kamar berulang kali mengetuk tanpa henti.

"I-iya, Ma. Vina sudah bangun kok," sahut mulut sambil melangkah cepat menuju pintu kamar mandi.

Tanpa berleha-leha aku langsung memakai seragam sekolah dan berdandan seadanya, rambut tak lagi terikat membuat penampilan pagi ini sangat acak-acakan. Berjalan mengendap-endap menoleh arah kanan dan kiri, sepertinya Mama tak ada di rumah membuatku berlari menuju ke sekolah dengan sangat kencang. Napas ngos-ngosan karena takut telat untuk segera sampai tepat waktu membuat kaki sagat lelah dan capek menyergap tubuh, keringat bercucuran ambil andil di atas kulit wajah.

Sesampainya di pintu gerbang ternyata Pak satpam tengah menutup pintu tersebut. Aku yang masih berada di luar memohon untuk dia membuka gerbang itu, merayu dan melas aku pasang di wajah ini.

"Pak, Pak, Pak. Please bukain gerbangnya dong," ucapku merayu untuk dia membukakan pintu gerbang itu.

"Nggak bisa, kamu sudah telat lima menit." Dia mulai ngegas ucapannya.

"Pak, saya nggak pernah telat sebelumnya. Please ..." aku memohon dan menatap wajahnya—melas.

"Nggak bisa, kamu pulang saja ke rumah."

Karena aku tak diperbolehkan untuk masuk, akhirnya kaki membawa tubuh untuk duduk di depan pintu gerbang dengan terik matahari yang mulai datang menyengat tubuh. Air mata sontak keluar begitu saja dan mengalir dari lekuk pipi ini, isak tangis ikut ambil andil dalam peristiwa yang tak pernah aku alami sepanjang hidupku. Terik cahaya matahari berubah menjadi gelap dengan tangan yang masih menekan wajah keras, kukira akan terjadi hujan lagi hari ini.

"Hai, kenapa kamu di sini?" tanya seseorang bernada suara seperti laki-laki.

Aku sontak membuka kedua bola mata dan menatap akan siapa yang sedang berbicara barusan.

"Kamu, siapa?" tanyaku pada seorang siswa laki-laki memakai seragam sangat rapi dan wangi.

"Saya siswa baru di sini. Oya, kita telat ya datangnya?" dia nanya dan ikut duduk bersamaku di samping tubuh.

Siswa baru dengan wajah yang sangat tampan membuat diri ini tak dapat mengkedipkan kedua bola mata, dia terus menatap wajahku tajam dan tersenyum sangat manis. Tiba-tiba langkah kaki terdengar dari belakang tubuh kami, gemuruh yang ditimpali suara sangat ribut membuat kami berdua menoleh arah belakang. Rupanya di sana sedang ada sahabat baikku bernama Bella, Cindy dan Arumi. Mereka mengendap-endap menuju arah kami berdua saat ini.

"Woi! Kalian ngapain di sana?" tanya Bella berbisik lirih sambil menoleh arah kanan dan kiri.

"Bell, Bell. Gue, nggak dibolehkan masuk sama Pak satpam tadi. Please, bukain pintu gerbang itu!" suruhku membuat diri ini takut.

"Tenang. Loe, diam saja di situ biar kita-kita yang mencari kunci gembok ini." Bella mulai merencanakan sesuatu untuk kami agar bisa masuk bersama mereka.

Selang beberapa menit, mereka bertiga masuk ke dalam pos satpam dan mencari kunci gembok gerbang sekolah. Kebetulan penjaga pos sedang pergi menuju kantin, dari arah luar gerbang kami memantau teman-teman baikku itu. Rencana mereka berjalan dengan lancar, Bella yang membawa kunci akhirnya kembali ke gerbang dan membuka gembok itu. Akhirnya kami berlari menuju ruang UKS yang konon berhantu, tanpa memperdulikan hal itu kami tetap berada di sana hingga pergantian jam pelajaran usai. Saling tatap bersama anak baru yang menjadi pusat perhatian membuat kami heran dengan gelagatnya, dia tampak heran dengan lukisan di sekitar dinding tembok ruang UKS dan menyentuh berkali-kali gambar gadis bergaun merah terpajang di sudut sana. Meski sudah sedikit kusam, tetap memiliki pesona luar biasa ketika melihatnya.

Tujuh Arwah Dalam Jiwaku (THE ROYAL AWARD WINNER 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang