Chapter 23

136 10 0
                                    

Tepat larut malam, aku masuk ke dalam tenda dan hendak mengambil sesuatu yang akan kami makan yaitu berupa keripik dan cemilan lain. Dari luar tenda seperti ada sebuah bayangan yang membuat pohon-pohon bambu bergoyang, anehnya pepohonan itu nggak bergoyang seperti terpaan angin akan tetapi seperti tengah ada orang yang sedang mengintai dan bersembunyi. Terlihat jelas bahwa bayangan itu asli persis seperti manusia, hanya saja aku nggak begitu jelas melihat dari balik tenda saat ini. Sontak tubuhku gemetar dan keluar dengan sangat cepat,

"Vin, Loe kenapa? Seperti tengah ketakutan banget gitu?" tanya Arumi yang sedang ada di samping tubuhku saat ini.

"Guys, sepertinya kita kedatangan tamu yang nggak di undang deh." Jawab mulut lirih sembari menoleh ke belakang berulang kali.

"Maksud, Loe tamu nggak di undang gimana sih?" tanya mereka berbisik lirih dan juga ketakutan.

Di balik pohon bambu itu sepertinya ada seseorang yang mengintai kita, aneh banget tau nggak. "celetukku memberikan penjelasan secara detail pada teman-teman."

"Terus, kita harus apa sekarang guys?" tanya Bella bertubi-tubi.

Bagaimana, kalau kita kepung orang tersebut. Bella, Arumi dan Sella dari arah kiri. Sentara gue, dan Cindy dari arah kanan gimana? "Ujarku memberitahu akan tindakan dan menyikapi seseorang yang tak kami kenal itu."

"Oke, fix. Kalian siap guys?" sahut Bella.

'Semua teman-teman hanya menganggukan kepala dan menandakan bahwa mereka juga setuju gagasan yang aku berikan.'

Langkah kaki mengendap-endap dan berpencar menuju pepohonan bambu yang ada di belakang tenda, aku membawa kayu berukuran besar serta Cindy membawa tali dan dugaan kami ternyata benar. Bahwa ada orang yang sedang berada di sana berjumlah tiga orang dua pria dan satu wanita memakai topeng sehingga kami nggak bisa melihat wajah mereka secara detail. Aku dan Cindy berdiri tepat di bawah pohon berukuran besar tak jauh dari orang asing itu berada,

"Cin, siapa ya mereka? Gelagatnya aneh banget tau nggak, pakai topeng segala!" ucapku melirik ke arah Cindy.

"Iya, Vin. Kayaknya mereka itu sudah tahu deh kalau kita di sini dan hendak mengungkap kejadian sepuluh tahun lalu menimpah si gadis bergaun merah."

"Pasti mereka adalah salah satu dari pelaku pembunuhan itu deh, kalau nggak kenapa mereka buang-buang waktu mengintai kita hingga larut malam coba!" jawabku pelan dan berbisik.

"Ayo, kita dekati dan pukul mereka."

Dengan melirik ke arah Bella yang ada di sebelah kiri kami berjalan bersama-sama menuju orang yang bertopeng itu. Setelah kami sampai di belakang mereka kami memukul pundak mereka sangat keras dengan menggunakan kayu berukuran besar. Bug!

"Ach ...," mereka kesakitan namun tak pingsan, malah mereka bangkit kembali dari tanah dan berjalan menuju ke arah kami saat ini.

Kayu yang ada di tangan sontak terjatuh dan terpental jauh, sepertinya mereka ingin mengajak bertarung. Sontak aku memasang kuda-kuda ketika masa SMP ikut latihan karate, sontak mereka mendekat dan pukulan pertama mendarat di wajah berambut panjang. Bug! Dan orang itu pingsan di atas tanah, sepertinya mereka membawa pisau tajam yang ada di kantong. Kami sudah terdesak ketakutan melawan mereka berdua yang sepertinya pria, mereka mengarahkan pisau itu ke kepalaku dan Cindy yang sudah tersudut di pepohonan besar bibir sungai.

"Aaaaa ...," teriak kami berdua ketakutan dengan pisau yang akan mendarat di wajah ini.

Bug!

"Acchh ...,"

Kami kembali membuka kedua bola mata, ternyata orang asing itu pingsan setelah Bella, Arumi dan Sella memukul kepala pelaku dengan menggunakan batu. Sontak ketiga temanku itu mendatangi kami dan memeluk tubuh ini erat, isak tangis ikut ambil andil dalam kejadian malam ini, dengan tali yang sudah Cindy tinggalkan beberapa meter membuat kami segera mengikat ketiga orang asing yang hendak berbuat jahat pada kami.

Aku langsung mengambil ponsel pintarku dan mencari nomer polisi ketika beberapa bulan lalu tersimpan.

[ "Hallo, Pak. Selamat malam, ini saya Vina, gadis yang beberapa bulan lalu mati di hutan Akasia." ]

[ "Loh, kamu hidup lagi? Kenapa bisa?" sahut Pak polisi heran dengan diriku yang mati suri. ]

[ "Itu nggak penting Pak, segera menuju ke hutan Akasia kami telah menangkap tiga orang yang mencurigakan dengan membawa senjata tajam tengah mengintai kami malam ini dalam sebuah perkemahan." ]

[ "Oke, tunggu kami akan segera ke sana secepatnya!" ]

Tut-tut-tut.

Handphone tiba-tiba mati dan kami mulai sedikit merasakan keamanan dengan hal itu, aku yang tak henti-hentinya melirik ke arah teman-teman sangat ingin tahu akan wajah yang ada dibalik topeng hitam tersebut. Penasaran menghujani diri ini tanpa henti membuat tangan meraih topeng dan membukanya perlahan.

"Vin! Loe, mau ngapain?" tanya Bella sontak aku berhenti tuk membuka topeng hitam itu.

"Gue, penasaran banget sama wajah yang ada dibalik topeng ini. Gue, mau lihat siapa mereka." Pekikku dan tangan kembali mengarah wajah mereka, sontak perlawanan tengah mereka lakukan dan menunjang tubuhku hingga terjatuh ke tanah.

Bug! "Au ...," teriakku kesakitan. "Brengsek kalian," jawabku dan langsung bangkit kembali.

Karena amarah mulai memuncak aku kembali melayangkan tunjangan dengan sepatu sport ke arah wajah mereka.

Bug! Seketika tubuh mereka pingsan dan tak bisa berbuat apa-apa lagi, sontak para teman menatap ke arah wajahku tajam.

"Vin, sabar, Vin. Loe, nggak usah terlalu menyakiti mereka juga deh!" celetuk Cindy ketakutan dan gemetar.

"Iya nih, Vina kasar banget takut gue ...," sosor Arumi juga takut.

"Ssuuuttt ... ayo Vin, hajar lagi biar kapok mereka! Ayo," suruh Bella meledekku saat ini.

"B E L L A ..., jangan jadi kompor juga dong, kasihan mereka." Ucap sahabatku serempak.

Tangan yang sudah gatal akhirnya membuka topeng itu. Krak ... kedua bola mata nanar melihat wajah dibalik topeng tersebut.

"Apa, jadi Loe Risma, Riko dan ini siapa ya guys?" tanyaku pada teman-teman.

"Tunggu-tunggu, sepertinya gue pernah lihat deh!" celetuk Cindy membuat tatapan mengarahnya saat ini.

"Siapa, Cin?" tanya kami serempak.

"Benar, dia adalah Kakak Risma. Dan gue simpulkan dari perkataan Vina, bahwa pelaku itu adalah Kakak dari Risma. Jadi, otomatis pelaku pembunuhan itu ya Mereka!" jawab mulut Cindy dengan sangat keras.

Liu ... liu ... liu

Beberapa menit menunggu, mobil polisi datang menemui kami saat ini. Mereka membawa pistol dan para polwan juga hadir, sontak aku memeluk polwan itu dan tangisan pecah di pundaknya saat ini. Dia menatap ke arah wajahku yang sudah meneluarkan darah karena pukulan dari penjahat.

"Kamu, nggak apa-apa. Nak?" tanyanya.

"Nggak, Bu! Ya elah, Vina'kan tangguh dia mantan karate gitu. Kalau melawan orang-orang ini mah, kecil." Ledek Arumi.

"Hus," sosor Cindy memotong pembicaraan Arumi yang nggak penting itu.

"Kalian bisa jelaskan di kantor tentang kronologi kejadian ini?" tanya para polisi yang telah tiba tepat waktu.

"Bisa, kami semua bisa jadi saksi dan akan membuka semua kedok mereka!" sahut serempak sahabatku.

Tujuh Arwah Dalam Jiwaku (THE ROYAL AWARD WINNER 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang