Chapter 18

146 11 2
                                    

"Gue, nggak tau apa yang gue, rasain ketika diri ini dinyatain mati!" pekik mulut yang memang sudah merasakan hal ganjal ketika para dokter memeriksa detak jantung ini, tak lagi berdetak.

"Jadi, maksud Loe, jantung berdetak bersamaan ketika arwah wanita bergaun merah itu datang gitu?" tanya Bella menatap tajam ke arah mataku saat ini.

"Kematian itu sudah takdir, nggak ada yang bisa melihat dan menerka kapan dia akan datang!" sosor Cindy memotong pembicaraan kami seketika.

"Nyatanya, gue, hidup lagi sekarang!" aku mulai ngegas ucapan dan membuat suasana menjadi hening.

"Wait-wait, kalian dengar suara itu nggak?" tanya Cindy heran menoleh ke arah pintu ruang UKS.

"Itu, ada arwah yang lagi bersama Risma!" tunjukku sambil menutup kedua bola mata.

"Nggak ada kok, sepertinya dia santai aja dari tadi!" celetuk Arumi takut dan menggeser tubuhnya perlahan dari tempat yang saat ini dia duduki.

Selang beberapa menit, geng Risma mendatangi tempat dudukku yang sedang asyik bercerita tentang hantu.

"Jadi, udah jadian sama Roy!" bentak Risma secara tiba-tiba.

Aku, diam!

"Loe, tuli atau pura-pura tuli!" omelnya berulang-ulang dan menuangkan air minum yang tengah dia pegang.

"Loe! Udah keterlaluan sama gue, jangan sampai gue marah dan hidup Loe, nggak akan tenang seumur hidup!" pekikku membuat mereka melirik ke arahku saat ini.

Sontak tubuh ini berdiri dan melangkah keluar ruang UKS, aku berjalan mengendap-endap memasuki sebuah toilet kosong yang penuh dengan tumpukan bangku tak terpakai. Rupanya para sahabat mengikutiku dan mencari diri ini berada, tak kusangka bahwa mereka enggak bisa melihat keberadaan tubuhku padahal hanya berada sekitar empat jengkal dari hadapan mereka. Aku langsung menyentuh tubuh Cindy yang tengah heran menatap kanan dan kiri, tapi tangan ini menembus tubuhnya dan keadaan mulai terasa membingungkan.

"Cin, ini gue! Gue, di sini." Panggilku keras mengarah mereka.

"Bell, sepertinya Vina ... nggak ada di sini deh," ucap Cindy menoleh kanan dan kiri.

"Iya, kok, nggak ada ya! Perasaan gue lihat, dia masuk ke toilet." Sambut Arumi penasaran dan terheran.

Mereka meninggalkanku sendirian di ruang toilet, tanpa sadar aku langsung menatap ke arah tangan yang menyentuh sebuah gayung toilet. Kala itu aku nggak bisa mengambil gayung tersebut, yang ada hanyalah benda-benda bergeser ketika kau mulai mendekatkan tangan ini. Seperti ada magnet yang membuat semua benda mendekat dan menjauh dengan sendirinya.

'Apa gue, udah mati? Apa ini yang rasanya mati?'

Tubuh ini mundur dua langkah hingga bersandar di tembok sudut ruang toilet tersebut. Tiba-tiba, sebuah tangan muncul dari dalam tembok dan membawa tubuhku untuk masuk dalam sebuah dunia yanh sangat gelap, aku seperti tengah terjatuh dalam sebuah ruang kosong. Hening, sunyi dan tak seorang pun ada di tempat ini, kedua bola mata terbuka secara perlahan dan menatap langit-langit sebuah tempat asing yang tak pernah aku datangi seumur hidup. Pancaran cahaya muncul perlahan dari balik sebuah ruang di ujung tempat misterius saat ini, suara berisik yang di timpali dengan suasana gaduh membuatku terbangun dan berdiri perlahan. Kaki langsung mengajak untuk menyaksikan akan hal aneh telah terjadi di sudut ruang ini, berjalan menyentuh tembok aku menoleh sedikit ke arah sebuah cahaya yang sangat terang.

Di sana tengah seperti ada sebuah bioskop film horor, tapi yang membuat diri ini nggak habis pikir adalah kenapa nggak ada orang satupun yang menonton di tempat itu. Saking penasarannya aku kembali berjalan perlahan, dan duduk di sebuah kursi paling depan dekat dengan pintu ruang aneh itu. Kupandangi secara seksama bahwa telah terputar sebuah film yang seperti tengah asli sebuah kejadian pembunuhan, di sana tampak jelas tujuh orang gadis SMA di perkosan dan di bunuh secara keji oleh kawanan pria bertopeng hitam. Penasaran terus menghujani diri ini hingga aku memutuskan untuk duduk lebih dekat dengan bioskop tanpa pengunjung itu, dan benar bahwa itu adalah sebuah kisah kelam pembunuhan gadis bergaun merah yang selama ini menghantui hidup ini dan meneror di manapun aku berada.

[ "Tolong ... tolong ...," teriak seorang gadis yang sudah tak berbusana dalam bioskop itu." ]

[ "Tolong ...," teriaknya ketakutan dan tubuhnya tengah di setubuhi oleh sekawanan para pria bertopeng." ]

Selang beberapa menit di setubuhi akhirnya sang gadis telah mati dengan kepala yang sudah terpenggal dan terpisah dari tubuhnya.

"Tidak ...," teriakku ketakutan dan sangat histeris.

Kedua tangan menekan kepala dan membuka kedua bola mata perlahan, rupanya aku sudah berada lagi di sebuah toilet kosong dengan tubuh yang duduk di salah satu kursi. Langkah kaki membawa diri ini segera meninggalkan ruang toilet berhantu itu, sontak aku berlari menaiki anak tangga tanpa menoleh arah kanan dan kiri. Beberapa menit kemudian, aku sampai di depan pintu ruang kelas, para siswa dan siswi menatap ke arahku tajam.

Langkah kecil membawa diri ini untuk mengikuti pelajaran kimia, soal-soal sudah tertulis di papan. Membanting tubuh dengan napas yang ngos-ngosan membuat diri ini menelan ludah berkali-kali, keringat membasahi seragam sekolah seperti tengah berlari ribuan kilometer.

"Vin, Loe, kenapa?" tanya Bella menatap ke arahku tajam.

'Cindy mencolek pundakku dari belakang, aku menoleh ke arahnya yang sedang memasang ekspresi aneh.'

"Vin! Loe, kok aneh banget sih, tiba-tiba hilang dan sekarang nongol. Seperti setan aja deh!" celetuk Cindy takut dan beranjak dari tempat duduknya.

Mereka menggeser kursi dan duduk di sebelahku, perasaan ini mulai sedikit redah karena tengah berada di samping teman-teman.

"Gue, melihat hantu!" sahut mulut lirih ketakutan.

Apa? Hantu? "teriak Arumi membuat pandangan para siswa dan siswi mengarah tepat di mata ini."

"Suuttt ..., jangan keras-keras." Pekik Bella menutup mulut Arumi yang sedang histeris itu.

"Loe, lihat hantu di mana, Vin?" tanya Bella bertubi-tubi membuat diri ini menghela napas panjang berulang-ulang.

Karena percakapan kami berbisik-bisik akhirnya Roy dan Sella berjalan menuju tempat duduk kami saat ini. Sepertinya mereka juga kepo akan apa yang sedang terjadi barusan padaku.

"Vin, tadi gue dengar Loe, lihat hantu ya?" sosor Sella yang mendengar pembicaraan kami barusan.

"I-iya, Sell. Ta-tadi, gue lihat wanita bergaun merah itu datang dan membawa gue pergi ke sebuah bioskop." Sahut mulut ini lirih.

Sontak aku menatap ke arah Roy yang sedang meneteskan air mata, sepertinya dia sangat sedih dengan sebuah kejadian Kakaknya beberapa tahun lalu mengharuskan arwah itu gentanyangan nggak jelas akan ke mana.

"Vin, Loe lihat Mbak Megan?" tanya Roy secara tiba-tiba membuat mulut ini bungkam.

"Roy, gue nggak sengaja melihat adegan itu. Ternyata Kakak Loe, diperlakukan nggak layak manusia sepuluh tahun lalu dan Kakak Loe nggak punya kepala!" cetusku takut.

"Cukup! Cukup, Vin. Gu-gue nggak sanggup mendengar itu semua," pekik Roy memberhentikan pembahasan dan dia berlari kencang keluar ruang kelas.

Kami mengikutinya saat ini, jejak yang telah tak nampak membuat kami kembali berpencar untuk mencegah sesuatu hal buruk akan dia lakukan. Aku, Bella menuju sudut kiri sementara Cindy, Arumi dan Sella dari arah kanan jalan.

Kami terus mencari keberadaan Roy saat ini, pasti dia depresi mendengar apa yang sudah aku alami saat ini. Wajar saja itu terjadi padanya karena perbuatan kejam itu menimpah Kakak kandungnya dan membuat hati tergores meski kejadian telah sepuluh tahun berlalu. Telapak kaki berhenti di salah satu gudang penyimpanan bahan-bahan sayuran sebuah kantin, aku dan Bella menoleh kanan dan kiri tapi, tak ada sedikitpun petunjuk yang menandakan Roy ada di sana. Langkah kaki membawa kami berdua untuk segera keluar gudang dan menuju halaman sekolah.

"Bell, Roy ke mana ya?" tanyaku menatap wajah Bella yang sudah bingung dan sangat lelah mencari.

"Nggak tahu Vin, gue juga nggak nyangka bahwa semua akan begini jadinya!" celetuk Bella membuat diri ini bertambah bingung dan menguras pikiran.

Tujuh Arwah Dalam Jiwaku (THE ROYAL AWARD WINNER 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang