Chapter 13

178 10 0
                                    

Villa Kamboja, sebuah tempat yang akan kami tuju saat ini. Di mana, villa tersebut sangat jauh dari keramaian dan memiliki pesona yang sangat luar biasa. Malam ini aku nggak pergi sendirian tetapi kami pergi bersama naik mobil teman dekatku yaitu, Bella. Beberapa menit selesai mandi aku bergegas memakai pakaian serba merah, warna yang paling aku sukai membuat diri ini sangat percaya diri untuk bisa menuju lokasi yang akan kami datangi dengan selamat tanpa ada halangan sedikitpun, suara mobil datang dari halaman pintu rumah. Aku yang berjalan dengan mengendap-endap menoleh kanan kiri untuk mencari sang Mama, di sana nggak ada orang sama sekali sehingga aku melangkah menuju dapur.

Crak-crik-crak!

'BTW-itu suara apa ya? Kok, bunyinya asing banget sih.'

Aku pun langsung melangkah masuk dari sudut pintu rumah, sang Mama rupanya sudah ada di sana menggoreng ikan untuk makan malam.

"Ma ... Vina, pamit pergi, boleh?" rayuku memeluk tubuh sang Mama dengan erat.

"Boleh, emang pergi sama siapa, Sayang?" dia nanya serius menoleh ke arahku sekarang.

"Dengan Bella, Arumi dan Cindy!" celetuk membalas pertanyaan yang kala itu tengah Mama ucapkan padaku.

"Hmmm ... baiklah, hati-hati dan jangan pulang larut malam!" pinta mama membuang senyum yang sedikit masam ke arahku saat ini.

"Beres, Bos!" sahutku dengan tangan hormat seperti tengah melaksanakan upacara bendera.

Tanpa balas kata, sang Mama hanya menggelengkan kepalanya saja sambil melepaskan genggaman tangan ini perlahan. Beberapa menit menunggu akhirnya mobil para teman-teman sudah datang di depan rumahku, dari sana aku melihat bahwa semua sudah siap siaga dan seperti akan perang ke dunia hantu, aku berlari dan membuka pintu mobil paling depan. Seperti biasa, bangku itu adalah sangat special untukku seorang tanpa ada yang berminat mendudukinya. Gas yang di injak sangat kencang membuat kami melesat cepat, tanpa balas kata akhirnya kami membunyikan tipe yang ada di depan badan mobil. Band viera kembali kami putar dan ikut bersenandung untuk menghidupkan suasana malam ini, mendung kembali datang dan dinginnya malam mencekam tubuh hingga masuk menembus kulit.

"Guys, kalian ngerasa aneh nggak malam ini?" tanya Bella menatap kami bertiga tajam.

"Nggak, tuh. Emang, ada apa ya?" sahutku penasaran.

"Seperti ada yang datang deh," ucapnya lagi menambah diri ini semakin mendekat ke arah tempat duduknya saat ini.

Bell ... nggak usah gitu dong, gue takut banget ini "Arumi mulai merasakan hal yang sama padaku."

Iya nih, gue juga merinding dari tadi. Guys, konsentrasi biar kita nggak di datangi makhluk aneh lagi "jawab Cindy berulang-ulang untuk mencoba membuang firasat buruk itu."

"Oke, kita lanjut ya guys ...," ucap Bella lagi.

"Tarik Sis, semongko!" ledek Cindy membuat kami kekeh tertawa.

Memiliki seorang teman yang super kocak membuatku betah berlama-lama di dalam sebuah mobil. Kala itu kami sudah sama-sama merasakan keanehan yang datang begitu saja dari balik pintu, tetapi kami melanjutkan perjalanan karena nggak mau terlalu terhanyut dalam ketakutan itu. Selang beberapa menit kami sampai di Villa yang konon, mistisnya luar biasa. Tempat itu sengaja kami pilih sebagai uji nyali untuk tidak terlalu takut akan yang namanya makhluk halus. Kami turun dari mobil dan memasuki Villa itu dengan pintu yang sudah memang terbuka, menoleh kanan dan kiri aku nggak menjumpai penjaga tempat ini. Suara jangkring dan katak saja memanggil hujan seakan menemani sunyinya Villa jauh dari keramaian.

"Permisi? Ada yang bisa saya bantu?" tanya penjaga Villa yang datang secara tiba-tiba hampir membuat jantung kami copot.

Ih, Bapak. Kok, datangnya tiba-tiba gitu sih, bikin kaget saja deh! "omel Arumi, dia adalah siswi paling penakut dan paling kocak di antara kami semua."

"Non, kalau ada apa-apa hubungi nomer saya ini." Sodor kertas bertuliskan nomer handphone ke arahku.

"Baik, Pak. Terima kasih," ucapku lirih dan heran dengan tatapan wajahnya yang melirik sangat serius.

Aku yang kala itu tak pernah tahu akan apa yang dia rasakan membuat diri ini sangat penasaran kenapa dia menatap sangat tajam seperti tengah melihat hantu, tatapan ini sengaja kubuang menuju lantai agar dia tak lagi menatap ke arah mata yang mungkin dia bisa merasakan aura makhluk itu ada dalam tubuhku.

"Pak-Pak! Bapak, nggak apa-apakan?" ucap Bella menyentuh pundak penjaga Villa itu.

Aku melirik ke arah teman-teman dan seakan pura-pura tidak tahu akan apa yang sedang terjadi saat ini.

"Ah, nggak apa-apa, Non. Tadi, Bapak lihat sesuatu yang ...," dia berkata lambat dan terpatah-patah.

Oke, guys! Kita masuk yuk, gue sudah penasaran banget untuk mengelilingi Villa ini "sosorku memotong ucapannya yang membuat diri ini tak nyaman."

Dari gelagatnya dia memiliki kekuatan batin yang dapat menembus dan melihat akan arwah yang ada dalam diriku saat ini, dengan membuyarkan suasana serius aku mengajak para teman-teman saat itu untuk segera memasuki area yang telah kami nantikan.

"Oke ... kita masuk yuk," sahut Arumi yang memang sangat penakut tanpa mau melanjutkan pembicaraan mistis itu.

"Pak-Pak-Pak! Kita masuk duluan ya, nanti ketika ada apa-apa kami akan lapor sama Bapak deh," ucap Bella tergesah-gesah dengan menyentuh pundak sang penjaga Villa.

"I-iya, Non. Silahkan," suruhnya dengan menyodorkan tangan kanan agar kami segera masuk.

Kala itu, kami segera memasuki lokasi tersebut dan menuju tengah ruang Villa. Suasana mistis mulai terasa sejak kami masuk dari pintu depan, lukisan yang terpampang sangat kusam termakan waktu. Gambar-gambar itu terlihat sangat kuno dan tak terurus, menambah rasa penasaran yang datang kepada kami menumbuhkan benih keanehan. Kala itu, aku melangkah menuju lemari kaca yang penuh dengan sebuah boneka. Bukan lemari berukuran besar sebagai bahan pertanyaan tapi sosok boneka itu seakan hendak bermain kepadaku, berjajar rapi dan matanya menyala bagai sebuah api. Senyum datar tengah dia lempar menuju diri ini sontak terkejut,

"Vin. Loe, kenapa ngelihatnya gitu banget?" tanya Cindy yang mengikutiku dari belakang sedari tadi.

Sementara Bella dan Arumi mengelilingi Villa menuju ruang yang penuh alat musik kuno.

"Ah, nggak Cin. Gue, cuma penasaran sama boneka itu." Jari manis menunjuk salah satu boneka yang sangat cantik berpakaian busana adat Jawa.

Boneka barbie memiliki mata yang berwarna merah menyala, menambah rasa penasaran yang hinggap saat ini.

"Vin, bonekanya seram banget tau nggak. Sepertinya itu pakai batrai deh, bisa menyala gitu nggak sih?" Cindy bertanya sangat penasaran juga.

"Coba gue ambil dulu ya, Cin!" aku mulai ngegas ucapan.

"Vin-Vin-Vin. Kayaknya nggak usah diambil juga deh, seram banget tau. Entar penunggu Villa ini marah gimana?" jawab sahabatku itu menarik tangan ini dengan sangat kencang.

Iya juga ya, Cin. Ta-tapi, gue penasaran banget tau nggak! "bantah mulut ini untuk mendapatkan izin mengambil salah satu boneka barbie berbusana lengkap dengan sanggul yang sudah jarang sekali dipakai para wanita suku Jawa di era saat ini."

"Mending, kita nyusul Bella dan Arumi saja yuk, gue mendadak merinding banget di lokasi ini!" ajak Cindy menarik tanganku untuk berjalan mundur mengikutinya sangat perlahan.

Kami pun meninggalkan lemari kaca yang dipenuhi dengan boneka itu, langkah kaki membawa diri untuk melintasi horden berwarna putih. Dari balik kamar itu aku mendengar seperti ada yang sedang bermain, gemuruh suara kaki yanh ditimpali bunyi-bunyi gaduh semakin dekat menuju telinga sebelah kiri ini. Aku, terdiam!

"Vin! Kok, Loe malah berhenti." Ucap sahabatku lirih.

"Cin, coba Loe, dengarkan deh, suara itu. Sepertinya tengah ada yang bermain dari ruang kamar ini?" aku menarik tangan Cindy dan kami sama-sama menempelkan telinga untuk mendengarkan suara dari balik pintu luar kamar.

"Vin! Itu, suara anak-anak nggak sih?" tanyanya menoleh ke arahku sesaat.

"Nah, itu yang gue maksud tadi." Sahutku menjawab pertanyaan yang datang darinya.

Tujuh Arwah Dalam Jiwaku (THE ROYAL AWARD WINNER 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang