22.《 Khawatir 》

21 12 25
                                    

"Apa yang kalian bicarakan?!"

Kami bertiga menoleh ke sumber suara dengan sangat terkejut.

"Pak Agus!!" Pekik Adev dan Reno bersamaan. Sementara Aku dan Kinan hanya diam tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Bagaimana jika pak Agus mendengar semua pembicaraan kami, ekspresinya seolah mengatakan bahwa dia marah, matanya melotot, dengan tangan yang terkepal kuat. Rupanya benar dugaanku bahwa ia menyimak obrolan kami sedari tadi.

Apa yang akan terjadi? Kami semua disini hanya diam saling berpandangan. Bisa gawat jika ada orang lain mengetahui tentang portal di UKS itu.

Braakk!!

Pak Agus menggebrak meja dengan begitu keras, hingga membuat jantungku hampir lompat dari sarangnya. Sebegini marah kah jika orang-orang tau kebenarannya?

"Eh, pak ja.. jangan marah-marah.., ka.. kami tidak bersalah!" Pekik Reno ketakutan.

"Apa? tidak bersalah katamu!?" Geram pak Agus.

"Nih guru kesurupan apa kenapa sih" gumam Adev pelan, namun tak terdengar ditelinga pak Agus.

"Maaf, apakah pak Agus mendengar pembicaraan kami?" Tanyaku hati-hati.

"Masih belum paham juga dengan kesalahannya?! Kalian berempat ini tau waktu apa tidak!? Bel sudah berbunyi dari tadi gak cepet pulang! Tenggorokkan bapak sampai sakit, manggil kalian dari bawah, tapi gak ada yang mendengarkan! Gerbang harus ditutup! Apa kalian mau nginap disini hah!?" Ocehnya panjang lebar, membuatku menghela napas lega.

Ternyata ini penyebab pak Agus marah, bukan karena mengetahui topik pembicaraan kami. Syukurlah..

"Maafin kami berempat pak, kami janji tidak akan mengulangi nya, baiklah kita akan pulang sekarang" ucap Kinan.

Jujur saja ekspresinya itu benar-benar menakjubkan, ia bahkan bisa membuat pak Agus mengangguk setuju dengan ucapannya tanpa harus marah-marah seperti tadi. Mungkin saja dia lelah jika terus berteriak yang akan membuat pita suaranya putus. Haha kasian juga.

Kami menuruni tangga menuju gerbang. Selama perjalanan kebawah Adev dan Reno terus menggerutu tidak jelas. Aku yang berjalan disamping Kinan pun berhenti dan berbalik kearah mereka yang berada dibelakangku.

"Kalian tuh ngomongin apasih, udah gak jelas berisik lagi!" Keluhku.

"Yah gue gak suka aja sama pak Agus, dia suka marah-marah tanpa sebab" tukas Adev membuatku malas dan kembali berjalan menyusul Kinan.

"Iya, bener juga lu Dev.. kita kan emang sama sekali gak denger bel bunyi, perasaan dari tadi sepi-sepi aja nih sekolahan" sahut Reno sambil menendang kerikil disetiap langkah kakinya.

Aku mengernyit. Benar juga apa kata Reno, bukankah memang dari tadi gak ada bel? Teriakan pak Agus pun nyaris tak terdengar ditelingaku.

Sampai didepan gerbang Kinan melambai. Aku pun menghampirinya sekalian ingin menanyakan sesuatu.

"Ada apa?"

"Penjelasan dari lu belum selesai, dan jawabannya harus segera ditemukan" ujarnya membuatku mengernyit, sepersekian detik aku mulai mengembangkan senyum.

"Ngapain senyum-senyum?" Tanyanya sinis sambil mengalihkan pandangan nya dariku. Saat menoleh Kinan terkesiap, tatkala melihat wajahku yang sangat dekat dengan wajahnya.

"Lu pengen ketemuan?" Bisikku, sambil tersenyum jahil. Kini aku mendengar degub an jantungnya tak menentu.

Tak lama kemudian Kinan mendorongku agar menjauh dari wajahnya.

The Headmaster's GrudgeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang