23. 《 Ternyata dia 》

9 2 0
                                    

Ku rebahkan tubuhku di atas kasur. Aku memejam untuk beberapa saat. Suasana kamar hening, tentu tak ada seorang pun didalam sini kecuali ku.

"Nonii...noniii...noniii..."

"Makan haram..."

"Matii...matii..."

Suara tuyul menjengkelkan itu terus terngingang dipikiranku. Lagi pula, apa maksudnya? Ucapannya kala itu sungguh tidak jelas dan mengapa selalu membuatku penasaran. Aku terdiam dan bangkit, kemudian aku bersandar di sandaran ranjang.

Ku gapai tas ranselku. Dan mengambil salah satu buku dan pena didalamnya. Apakah, tuyul itu ada hubungannya dengan kematian Doni? Ya, itu bisa jadi.

Pertama, tuyul gila itu menyebut kata "Nonii..nonii" apa yah? Aku terus berpikir sambil mengetuk-ngetuk pena didagu ku. Sepersekian detik aku tersentak sedikit menemukan celah arti dari kata-kata aneh itu.

Apa noni-noni itu nama Doni?? Hah, iya. Segera ku tulis nama Doni, tak lupa memberikan poin nomor satu. Jelas, ini pasti ada kaitannya dengan Doni. Aku harus menemukan jawabannya sekarang!

Lalu.. untuk poin kedua, si tuyul bilang "makan haram" hmm, makan haram? Apakah, Doni sempat memakan makanan haram? Tapi.. mana mungkin? Bukankah dia lelaki baik, kurasa ini sedikit menyimpang dari kenyataan. Namun, apa salahnya jika ku selidiki lebih lanjut?

Tunggu-tunggu, Doni waktu disekolah kan sakit perut? Dan itu benar-benar menyiksanya. Ya, jadi sekarang sudah jelas, bahwa Doni memang sakit perut disebabkan makan makanan yang tidak layak, bisa dikatakan haram. Tapi, makanan apa yang telah ia lahap? Ku tulis kembali untuk poin kedua. (Doni memakan makanan haram)

Untuk selanjutnya poin ketiga. Tuyul bilang "mati" hah?! Jadii.. bener tuyul itu ada hubungannya dengan Doni!

Jika tiga kata ini dirangkai menjadi, (Doni memakan makanan haram kemudian dia mati). Wah.. tuyul cerdik. Tapi.. kenapa harus disampaikan melalui tuyul? Kenapa juga gak pocong? Kuntilanak? Atau mungkin genderuwo?!

Bersamaan dengan ucapanku terakhir, jendela kamarku tiba-tiba terbuka dan membentur dinding keras. Aku terkejut bukan main. Saat ini juga aku merasa hawa dingin yang masuk keruangan ini. Atau mungkin perkataanku membuat mereka datang dan terpanggil? Ah aku benar-benar menyesal, tidak mungkin, dan aku bukanlah seorang Alfin yang penakut.

Ku beranikan diri, dan bergegas mendekati jendela. Kenapa sih, hantu-hantu sering kali masuk kamarku lewat jendela? Kan ada pintu, dasar setan tak beradab! Tapi, mana ada setan punya adab? Ada-ada saja aku ini.

"Hoy! Siapapun yang barusan membuka jendelaku! Tunjukkan wujudmu!" Pekikku lantang, diiringi pantulan gema diseluruh ruang kamarku. Aku terdiam dan merasa salah berucap, tunjukkan dirimu? Ah, jika itu terjadi aku akan ketakutan, apa lagi kalau hantunya serem, hiiiyy..

"Eh, maksudku tunjukkan saja dirimu kalau cantik, kalau serem mah gak usah, gua jijik!" Lanjutku lagi. Kali ini aku merasa gila, karena berbicara sendiri. Bagaimana jika ada orang yang mendengar? Bisa dianggap OGB gue..

Ku abaikan, karena tak ada jawaban dan sepertinya mereka sudah pergi. Ku tutup jendela, namun tidak dengan tirai nya. Aku duduk dikursi meja belajarku sembari memandangi luar, tanpa sengaja aku melihat sosok perempuan yang berdiri memunggungiku tepatnya dibawah pohon mangga.

The Headmaster's GrudgeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang