"Sasya!!" Pekik ku sambil berdiri. Wajah ku mulai merah padam, ku kepalkan kedua tangan ku hingga bergetar. Aku menatap tajam ke arah nya. Namun ia membalas tatapanku dengan raut bingung. Apa nih cewek belum sadar juga atas kelakuan nya?
Reno dan Adev pun lantas berdiri, berusaha menahan amarah nya masing-masing.
"Kalian kenapa sih, Ada yang salah sama gue?"
Tanya nya gamblang."Ooh, jadi ini biang kerok nya.. sini lu maju! Biar gue kasih pelajaran!" Tukas Adev sambil melipat kedua lengan seragam nya. Seolah akan berkelahi disini.
"Elu!!" Geram ku sambil mengerekatkan gigi. Seandainya ini bukan di sekolahan sudah kutampar wajah cengonya itu.
"Gue? Barusan gak sengaja lewat, terus denger kalian sebut-sebut nama gu--"
Belum selesai ia berkata aku lantas menarik lengannya dan membawanya pergi dari kantin. Karena aku tidak mau membuat kegaduhan dikeramaian.
"Oi Fin!! Gue balik ke kelas dulu ya! Buat dia ngaku!, baru nanti gue yang ngehabisin!!" Seru Adev di iringi tertawaan Reno. Sesenang ini mereka kalo gue lagi marah, malah ngedukung.
"Eh Fin apa-apaan sih, lepasin!" Ia terus saja memberontak. Tapi aku tak akan melepaskannya sebelum dia diberi pelajaran.
Aku membawanya ke halaman belakang sekolah, menjauh dari keramaian. Dan pada akhirnya sampai juga.
Sasya menempis tanganku. "Kasar banget sih jadi cowok! Sakit tau gak!" Ujar nya sambil mengibas-ngibas kan lengannya.
Aku mendengus kesal menatapnya.
"Lu tau kan tujuan gue bawa lu kesini?" Tanyaku bertujuan agar ia mengakui kesalahannya sendiri."Yah mana gue tau! Emang tujuan lu apa??" Ia malah balik tanya.
Aku menghela napas kasar, lalu menatap tajam kearahnya, membuat ia terkesiap.
"Elu kan, yang bikin Karin masuk ke lantai tiga!! Dan sekarang dia mati!!" Bentak ku sambil menunjuk wajahnya.
Kedua matanya terbelalak. Dan berdiam sesaat. "Bu..bukan gue! Gue gak tau" tukasnya cepat. Dan kulihat raut wajahnya mulai ketakutan, detak jantungnya pun sampai terdengar ditelingaku.
"Oh, jadi lu gak mau ngaku!" Tambahku sambil menahan emosi.
"Kenapa lu jadi nuduh-nuduh gue? Emang ada buktinya?" Jawabnya ketus.
Aku tersenyum remeh menatapnya.
"Heh, bukan cuma bukti yang gue punya! bahkan saksi pun udah gue siapin!" Balasku."Dan target lu sebenernya bukan Karin kan? Tapi Kinanti!"
Ia kembali terdiam, sambil tak henti-hentinya membelalak kan mata.
"Sekarang gue tanya, apa alasan lu ngebenci Kinanti!!" Pekik ku keras, hingga ia terkejut dan memejamkan matanya.
Namun perempuan ini sangatlah menjengkelkan, dia membuat amarah ku semakin meningkat saja.
"Lu punya mulut gak? Jawab Sya! Jawab!!" Bentak ku lagi.
"Gu.. gue.. gue benci Kinanti, karena dia deket-deket elu terus" tukasnya cepat, dan menunduk seakan malu memperlihatkan wajahnya.
Aku mengernyit masam. "Ck.. perempuan bod*h!! Hanya gara-gara Kinan deket gue, terus lu benci dan berusaha mencelakainya! Atau bahkan lu juga ingin dia mati?" Aku menjeda perkataanku, dan menghela napas panjang.
"Gue tau target lu itu Kinanti. Tapi.." aku kembali menatapnya.
"Gue ingetin lu! Jangan macem-macem sama dia! Karena lu akan tau akibatnya, paham!" Ucapku menekan nada bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Headmaster's Grudge
رعبNamaku Alfin, saat ini aku berusia 17 tahun. Semenjak kelas XI, banyak sekali kejadian misteri disekolahku. Mulai dari korban yang mati secara tragis, mati tanpa jasad, dan menghilang. Dan titik terakhir korban selalu berada di UKS. Kinanti, ya...