Bagian 2 : Panti

6.4K 552 5
                                    

"Intinya saya nggak mau ada kendala lagi, ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Intinya saya nggak mau ada kendala lagi, ya?"

Semua orang di ruangan mengangguk, itu bukan pertanyaan melainkan sebuah perintah untuk mereka.

Tak lama kemudian Radit dan Yara keluar ruangan. Meeting hari ini cukup membuat keringat dingin.

"Dit, abis ini kosong kan?"

Radit mengangguk. "Kenapa?"

Yara tersenyum lebar mendengarnya. "Rahasia dong!"

Radit menatap Yara aneh. Mood atasannya itu bagus sejak tadi pagi. Kecuali saat meeting memang Yara selalu begitu, tegas.

"Sean, udah siap semua?" Yara bertanya pada bodyguardnya yang sedang berjaga di depan ruangan.

Sean mengangguk kecil. "Sudah Bu, semua pesanan sudah kami siapkan."

Yara tersenyum senang. "Yaudah kalo gitu. Dit duluan ya? Handle dulu."

"Iya bawel."

Siang ini Yara memutuskan untuk pergi ke suatu tempat. Sebenarnya sudah dari awal tahun dia ingin kesana, tapi karena banyak masalah perusahaan jadi harus terus ditunda.

Ditemani dua bodyguardnya, Yara masuk ke sebuah rumah kecil dengan gaya sederhana di pinggir jalan.

"Selamat siang Yara," sambut seseorang kemudian menjabat tangannya. "Aduh, saya deg-degan banget waktu kamu bilang mau kesini."

"Maaf ya Bu, saya baru bisa dateng sekarang." Yara mengikuti langkah Bu Tin masuk ke ruang tamu.

"Nggak papa. Pasti sibuk banget kan?"

Yara tersenyum lalu mengangguk. Suasana panti siang ini cukup ramai. Beberapa anak bermain di halaman, ternyata ada juga yang tengah belajar bersama di belakang rumah.

"Oh iya, ini buat anak-anak."

Sean dan Jean meletakkan empat paperbag besar yang mereka bawa dari mobil.

"Terimakasih ya, Yara. Maaf jadi ngrepotin begini."

"Nggak kok Bu, saya malah seneng banget bisa ngebantu."

Perempuan paruh baya itu adalah pemilik sekaligus pengurus panti. Yara kenal kemudian dekat dengan Bu Tin karena panti ini ada dibawah naungan perusahaannya.

"Ibu, adenya panas!" Ujar seorang remaja laki-laki dengan langkah tergesa menghampiri mereka.

Yara dan Bu Tin menoleh. "Yang mana Dan?" Bu Tin segera beranjak.

"Yang kemarin Bu!"

Yara mengikuti Bu Tin dan Ardan masuk ke kamar.

Sementara Sean dan Jean memilih masuk ke mobil karena tidak tahan dengan pandangan akward dari anak-anak disana.

Seorang bayi mungil, kulitnya masih kemerahan menangis kencang. Bu Tin menggendongnya dengan hati-hati.

"Aku tadi mau bantuin yang lain Bu, tapi si adek tiba-tiba nangis kenceng banget." Ardan berujar panik, wajahnya jauh dari kata tenang.

"Udah-udah, nggak papa. Kamu bantuin yang lain, biar Ibu yang urus."

Ardan mengangguk kemudian meninggalkan kamar, menyisakan Bu Tin dan Yara disana.

"Kok ada bayi Bu?"

"Kemarin ada warga yang kesini, katanya dia dibuang."

Hati Yara mencelos mendengar itu. Apalagi melihat si kecil yang sekarang tidak berdaya. "Udah diurus pihak berwajib?"

Bu Tin menjawab. "Udah, tapi belum ketemu siapa pelakunya. Sementara dia disini dulu. Rumah sakit lagi nggak bisa katanya."

"Kamu buru-buru nggak?" Yara menggeleng.

"Saya mau siapin air anget dulu. Kamu bisa gendong sebentar?"

Yara mengangguk antusias, ia menggendong dengan hati-hati. Menepuk-nepuk tubuhnya pelan dan akhirnya si kecil bisa mulai tenang.

Yara merasa sangat tidak tega saat mengetahui fakta bahwa si kecil ditinggal begitu saja oleh orang tuanya. Karena dia tahu bagaimana rasanya sendirian, ditambah setiap hari merindukan kasih sayang dari orang tua. Rasanya Yara tidak ingin kalau si kecil ikut merasakan yang dia alami.

Jantung Yara berdetak kencang, ia menyadari sesuatu yang berbeda ketika menggendong si kecil. Lebih dari perasaan tidak teganya.

Dan sejak saat itulah, semuanya dimulai.

***

thank you buat yang udah baca! bantu vote dan ramein komen yuk!<33

[✔] Mommy Bos Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang