Bagian 15 : Al's Mother

3.3K 366 8
                                    

⚠️ kata-kata kasar!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚠️ kata-kata kasar!

"Sayang, maaf ya kamu harus ikut ke kantor lagi hari ini. Kerjaan Mama lagi banyak banget,"

Al tengah fokus dengan mainannya. Selagi sang ibu mengoceh sembari membenarkan bajunya.

"Dah selesai, ayo berangkat!"

Baru beberapa langkah, ia dikejutkan dengan kedatangan seseorang.

Jean membuka pintu dengan tergesa-gesa, wajahnya terlihat tidak tenang.

***

Radit kesal.

Penjelasan panjang lebar darinya ternyata hanya dianggap angin lewat oleh bosnya. Perempuan itu terdiam dengan pandangan kosong.

"Bos,"

Yara terkesiap. Ia buru-buru memperbaiki posisi duduknya. "Eh- sorry sorry. Gimana tadi Dit?"

"Lo kenapa?"

"Gue? Gue jelas nggak papa kok. Udah, lo jelasin yang tadi lagi aja!"

Nada bicaranya bergetar.

Radit melipat kedua tangannya di depan dada. "Nggak usah bohong, keliatan. Lo kenapa? Cerita sama gue, kali aja gue bisa bantu."

Bosnya tetap bungkam.

"Lo nggak kasian sama Al? Daritadi dia bingung ibunya diem aja."

Yara beralih pandang pada anaknya yang tertidur di stroller.

"Ibunya Al ketemu,"

Radit terdiam. Keheningan menghampiri mereka berdua cukup lama.

"Gue sekarang takut kalo ibunya mau bawa Al."

Tidak bisa dipungkiri kalau Yara sangat takut jika hal itu terjadi. Kepalanya kini dipenuhi bayang-bayang perpisahannya dengan Al.

"Lo pengennya gimana? Gue telfon Pak Franz ya biar dibantu ngurus."

Yara menghembuskan nafas kasar. "Gue pengen ketemu ibunya,"

Radit terbelalak. "Yakin?"

"Menurut lo?"

***

"Tunggu sebentar ya Bu, saya panggil Bu Mina."

Yara mengangguk, ia tengah menunggu di bangku tunggu dengan perasaan gelisah. Tangannya sedari tadi tidak berhenti bergerak.

Seorang perempuan berambut pendek dengan baju berwarna oranye datang. Pandangannya menusuk dan raut wajahnya juga tidak bersahabat.

"Siapa lo mau ketemu gue?"

"Saya Yara, ibu asuh Al."

Perempuan di depannya duduk dan terdiam sejenak sebelum kembali bersuara. "Oh, pasti anak itu ya?"

"Kenapa harus anak itu?"

Mina berdecak. "Karena, dari awal gue nggak mau dia hidup."

Hati Yara mencelos. Bagai ada ribuan anak panah menusuk dengan dalam tepat di dadanya, sakit sekali.

"Saya cuma mau bilang terima kasih, berkat kamu saya bisa ketemu dia. Kamu tenang aja, saya akan rawat dia dengan baik melebihi ibu kandungnya sendiri."

"Tau apa lo tentang gue?! Nyolot banget!"

Mina menggebrak meja dengan keras, emosinya tersulut.

Sedangkan Yara terdiam di tempatnya.

"Asal lo tau ya, gue bukan orang banyak duit kayak lo! Bisa pake baju bagus, kesana kesini naik mobil. Gue nggak bisa kayak gitu. Buat makan sekali aja harus ngemis, nguli di pasar, ditendang-tendang orang."

Kedua bahu Mina luruh. Pertahanannya hancur, air mati mengalir deras di kedua pipinya.

"Dari awal emang gue nggak pernah ngarepin dia. Nggak ada sekalipun orang yang peduli sama kondisi gue saat itu. Hidup gue tambah susah sejak ada dia! Gara-gara dia, suami gue mati."

Dengan perlahan Yara menggenggam tangan perempuan di depannya.

"Maaf, nggak seharusnya saya bilang begitu tadi."

Tangannya ditepis dengan kasar, Yara tersenyum. "Saya akan jaga dia dan rawat dia sebaik-baiknya. Kamu nggak usah khawatir ya."

"Terserah, lo mau apain dia terserah. Anggap aja gue nggak ada selama ini. Gue nggak sudi, jadi gue lepas dia. Jangan pernah lo atau dia muncul di depan gue lagi."

Mina menghapus sisa air matanya dengan cepat dan segera beranjak dari tempatnya.

Hanya Yara kini sendiri disana.

Air matanya juga jatuh, ia tak kuasa untuk menahan kesedihannya.

Seorang anak yang datang ke hidupnya bagai malaikat, ternyata malah disia-siakan oleh ibu kandungnya sendiri. Ia tetap tidak bisa menerima fakta bahwa Mina benar-benar tidak peduli dengan Al. Bagaimanapun Al adalah darah dagingnya sendiri.

Yara berjanji dengan dirinya sendiri. Seberat apapun rintangan yang akan ia hadapi nantinya, Al tetaplah anaknya. Ia sanggup melakukan apapun untuknya.

Dari kejauhan Yara bisa melihat Al yang menangis dan meronta di gendongan Sean.

Ia berlari sedikit menyebrangi jalanan.

Al segera menghambur di pelukan ibunya. Tangisnya dari tadi tak kunjung reda, Sean dan Jean jadi kewalahan.

"Mama kelamaan ya? Maaf ya sayang, cup-cup-cup. Udah yuk nangisnya ganteng,"

***

thank you buat yang udah baca! bantu vote dan ramein komen yuk!<33

[✔] Mommy Bos Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang