"Sena sedang keluar kota sejak seminggu yang lalu," ucap Kakek.
"Sesibuk itu ya Kek, sampai tidak bisa menghubungiku?" tanyaku.
Kakek dan Nenek hanya terdiam dan menatap satu sama lain. "Tapi Kak Sena baik-baik saja kan Kek? Nek?" tambahku lagi sungguh aku khawatir dengannya.
"I-ya," jawaban Kakek membuatku sedikit lega.
Aku sangat merindukannya tidak bisakah dia pulang segera?
"Nanti akan Kakek hubungi Sena, kalian istirahat saja sebentar, El ajak Bundamu ke kamarmu ya? Kamu bisa menggunakan kamar Sena," ujar Kakek kepada Jefri setelahnya.
"Bunda, El rindu Bunda."
Saat ini aku berada di kamar El dengan El yang tidak lepas memelukku sejak kami merebahkan diri diranjang milik El "Bunda juga rindu El, mengapa El pergi tanpa pamit ke Bunda?"
"Salahkan Ayah, Bunda, Ayah melarang El untuk mengajak Bunda dan menelpon Bunda padahal El sudah menangis tapi Ayah nakal," adunya.
"Iya nanti Bunda marahi Ayah ya karena Ayah nakal."
"El juga rindu Ayah, kata Nenek dan Eyang, Ayah sakit."
"El, Ayah baik-baik saja kok tadi El dengar sendiri yang Eyang katakan kalau Ayah El baik-baik saja 'kan?" Aku mencoba menenangkan El padahal aku sendiri memikirkan ucapan El barusan.
Aapakah yang di dengar El benar adanya bahwa Kak Sena sakit? Tapi sakit apa?
"Sekarang El tidur ya, Bunda temani karena Adik Sean juga sudah lelah."
⚠️ WARNING ⚠️
Anak kecil dilarang hadir ❌
Aku terbangun karena haus dan memutuskan untuk beranjak ke dapur. Saat tiba di dapur aku melihat siluet seseorang dan segera memeluknya dari belakang.
"Sudah bangun?" ucapnya yang tidak ku balas sama sekali karena aku masih merajuk padanya. "Masih marah ya?" tanyanya kemudian melepaskan pelukanku, dia membalik tubuhnya untuk berhadapan denganku. Dia tersenyum ke arahku, sungguh menyebalkan. Bisa-bisanya dia sama sekali tidak merasa bersalah.
Kak Sena mengangkat tubuhku yang berat di dekat wastafel karena dia sadar aku sedikit lelah jika terlalu lama berdiri. "Maaf ya, kerjaanku sedang banyak-banyaknya."
"Bohong," ketusku karena tak percaya.
Kak Sena hanya tersenyum, mengacak rambutku pelan membuatku semakin kesal kemudian tangannya terulur untuk mengelus perutku.
"Bagaimana kabarmu, Nak? Apa baby Sean merindukan Ayah?" Aku memperhatikan gerak bibir Kak Sena kemudian mencodongkan tubuhku hingga wajahku dan wajahnya semakin dekat, napas hangat pria di depanku ini menerpa kulit wajahku.
Hormon sialan mengapa muncul di saat seperti ini?
Aku mengalihkan pandangan berusaha untuk kembali fokus. "Aku ingin minum, di mana gelasnya?" tanyaku.
Kak Sena berjalan ke arah rak dimana gelas sudah berjajar rapi di sana, kakinya melangkah menuju lemari es untuk mengambil air dingin dan menuangkannya ke dalam gelas yang dia bawa tadi.
Ku perhatikan Kak Sena sedang berjalan santai menghampiriku setelahnya dia meminum air dari gelas tersebut membuatku melontarkan aksi protes. "Mengapa k—" Aku dibuat bungkam dengan perlakuan Kak Sena yang menyalurkan air yang dia minum ke mulutku melalui mulutnya. Terlihat jijik memang tapi dengan bodohnya aku justru menikmatinya.
Setelah habis Kak Sena menjauh dariku dan tersenyum padaku, jari tangannya mengusap bibirku pelan. Aku pikir ini telah selesai tapi nyatanya aku salah mengira karena dia kembali menyatukan bibir kami.
Satu tangannya meremas jari kananku lembut dan tangan satunya berada di tengkukku. Aku mendongak ke arah Kak Sena yang sudah menutup mata. Kak Sena melumat bibirku begitu pelan membuatku yang tadinya terkejut semakin terbuai olehnya.
Hanya diam itu yang aku lakukan saat Kak Sena mengeksplor bibirku, melumat bibir atas dan bibir bawahku secara bergantian membuat gelora panas dalam tubuhku kembali muncul.
Merasa frustasi, aku menutup mata dan mencengkram kuat kaos yang melekat pada tubuhnya karena Ayah dari El ini menciumku terlalu lembut. Perlahan tapi pasti aku mulai membalas lumatannya, ciuman kami begitu memabukkan.
Saat mendapatkan lampu hijau dariku, Kak Sena semakin menerjangku membuat ciuman kami semakin intens. Kedua tangannya berada di tengkukku dan kedua tanganku sudah berada di lehernya untuk memperdalam ciuman kami sampai kami melupakan tempat dimana kami berada sekarang, baik aku dan Kak Sena sudah dipenuhi gelora nafsu yang kian memuncak.
Detik berikutnya Kak Sena melepaskan ciumannya karena dia menyadari bahwa napasku mulai tersengal. Kak Sena kembali mencium pipiku lalu turun hingga dagu dan kemudian bibirnya sudah berada di perpotongan leherku membuatku menahan desahanku. "Eungh Kakh!" Aku merasa gila dengan sentuhan Kak Sena seperti ada yang ingin keluar dari diriku.
Kak Sena memberikanku kecupan-kecupan panas di leherku, saat dia mencoba untuk menyesapnya aku berusaha mendorongnya menjauh, tersadar bahwa yang kami lakukan barusan itu suatu kesalahan karena statusku masih menjadi istri sah Jefri.
"Maaf," ucap Kak Sena terlihat menyesali perbuatannya.
"Bunda, Ayah nakal ya? Kok ayah gigit leher Bunda?" ucap polos El yang sudah berdiri tak jauh dari Kak Sena. Kak Sena tidak melihatnya karena dia berdiri membelakangi El.
Ya Tuhan sejak kapan El berdiri di sana? Apa yang harus aku jelaskan pada El karena kelakuan Ayahnya matanya sudah tercemar.
"Iya sayang, Ayah tadi hanya— itu tadi ada nyamuk yang menggigit Bunda jadi Ayah cek masih gatal atau tidak."
"Oh, El pikir Ayah combie"
"Combie?" tanyaku heran.
"Iya Bunda yang sering Ayah tonton, gigit gigit orang itu, wajahnya jelek Bunda."
"Itu zombie, sayang." Kak Sena menurunkanku dan berjalan menghampiri El yang masih terlihat mengantuk. "El bobok lagi ya? Bunda dan Ayah temani."
Aku tersenyum melihat interaksi keduanya. Aku sangat merindukan kalian, jangan jauhi aku lagi ya?
Terdengar di telingaku dengan jelas, suara derap langkah kaki seseorang.
Jef? Kaukah itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother In Law | Jung Jaehyun ✔️
FanfictionSEBELUM BACA FOLLOW YUK••• Ini kisahku yang dinikahi oleh kakak iparku sendiri sekaligus mantan sahabatku dan juga mantan kekasihku. . . Perhatikan ⚠️ pada tiap judul part, mohon bijak dalam membaca. #1 Jefri (20.5.2021) #1 Brotherinlaw (26.11.2021)...