Kehangatan Keluarga

835 83 0
                                    

"Kak?" panggilku pelan, aku menatap Kak Sena yang tertidur disebelah El. Kak Sena membuka matanya dan menatapku karena saat ini El tertidur di tengah-tengah kami dengan kami yang tidur menghadap El. El tertidur pulas dalam pelukanku yang memang tidak mau ia lepas sedari tadi meskipun dalam keadaan tidur sekalipun katanya, "Nanti Bunda hilang lagi saat El tertidur."

"Butuh sesuatu?" tanya Kak Sena.

"Tidak, aku hanya berpikir jika Jefri berobat di sini apa ada kemungkinan untuknya sembuh?" Kak Sena hanya diam menatapku, aku tidak salah bertanya padanya kan?

"Mungkin saja, kita tidak pernah tau keajaiban Tuhan kapan datang. Apa salahnya berusaha."

Aku tersenyum mendengar jawaban darinya dan merasa bersyukur sepertinya aku tidak salah untuk memilih.

"Aku ada beberapa kenalan dokter di sini," tambahnya lagi yang membuatku tersenyum.

"Wah, kabar bagus. Bisakah Kakak membantuku mencari pendonor untuk Jefri?" Berharap aku tetap berharap, keajaiban itu ada untuk Jefri karena aku ingin dia selalu ada di samping Baby Sean saat bersekolah bahkan mendampingi Sean sampai menikah seperti yang dilakukan para orang tua pada umumnya.

"Akan Kakak usahakan yang terbaik. Jika aku Jefri apa kamu akan sama memperlakukanku seperti kamu memperlakukan Jefri sekarang? Menangisiku? Men-supportku dan melakukan segala cara agar aku bisa sembuh?" Pertanyaannya membuatku tak mengerti karena itu tidak mungkin. Jefri ya Jefri, Kak Sena ya Kak Sena tidak mungkin mereka bisa bertukar peran.

"Kalau Kakak mengantuk sebaiknya tidur jangan berbicara melantur."

"Aku hanya berbicara, kalau? Seandainya? Lalu mengapa kamu marah? Kita tidak pernah tahu tentang takdir Al bisa saja bukan Jefri yang meninggalkanmu melainkan aku, bisa saja kan?"

"Jangan bicara omong kosong," kataku dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Maaf aku membuatmu menangis, jangan diingat ucapanku tadi." Kak Sena mendekat kepadaku dan juga El, dalam sekali tarikan dia dapat merengkuh tubuh kami berdua dengan mudah.

"Kak?" panggilku lagi.

"Hmm, ada apa? Biasanya kalau seperti ini kamu pasti butuh sesuatu."

"Beberapa hari ini perutku sakit tapi aku masih merasakan baby Sean aktif di perutku."

Kak Sena menjauhkan tubuhnya lalu menatapku tidak percaya. "Mengapa baru memberitahuku?"

Lalu bagaimana aku bisa memberitahunya dari kemarin? Dirinya saja tidak bisa dihubungi. "Kakak susah sekali dihubungi lalu dengan apa aku bisa memberitahumu?"

"Maaf, nanti aku minta Jefri untuk menemanimu ke dokter kandungan."

"Mengapa Jefri? Kenapa bukan Kakak yang menemaniku?" protesku.

"Jefri Ayah kandung Sean, Al. Aku rasa dia yang lebih berhak atas dirimu dan Sean dari pada aku, jadi Ibu hamil segera tidur, kembali ke kamarmu sekarang jangan terlalu banyak protes."

Kamarku?

"Kamarku yang sedang ditempati Jefri, temani Jefri, dia masih suamimu." Aku melepaskan diri dari pelukan El dan mencubit perut Kak Sena membuatnya mengaduh kesakitan.

"Aduh, aku salah apa?"

"Aku masih marah ya karena Kakak tidak mengabariku selama seminggu sampai aku harus menyusulmu ke sini, aku khawatir terjadi apa-apa pada kalian." Yang aku omeli hanya bisa tersenyum penuh arti.

"Jangan coba merayuku," jawabnya.







------------------------------

Aku membuka pintu kamar Kak Sena dan mendapati Jefri yang tidur memunggungiku. "Jef?" Tidak ada sahutan berarti Jefri sudah tertidur.

Tidur di kamar ini membuatku tidak nyaman, merasa panas padahal AC di kamar ini juga sudah menyala sampai Jefri terusik karena ulahku yang tidak bisa diam sedari tadi.

"Butuh sesuatu Al?" tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur.

Maaf Jef aku membangunkan tidurmu, sepertinya anakmu butuh ayahnya. Tiba-tiba sekali perutku ingin diusap oleh Jefri.

"Tidak, maaf Jef aku mengusik tidurmu." Tidak ada balasan, sepertinya Jefri kembali tertidur. Aku sama sekali tidak bisa tidur padahal malam semakin larut.

"Alana?" tanya Jefri lagi.

Nak bisakah jangan sekarang? Aku mengelus perutku yang kian membuncit, usianya sudah memasuki usia 31 Minggu. Aku kembali memunggungi Jefri sedari tadi Baby Sean menendang cukup kencang, banyak bergerak dan tidak mau diam membuatku semakin sulit untuk tidur karena rasanya sungguh sakit.

Aku menyerah!

"Jef, apa kamu keberatan mengusap perutku? Anakmu sedari tadi tidak bisa diam." Aku merasakan pergerakan Jefri mulai mendekat kearahku. Jefri memelukku dari belakang, tangannya tidak tinggal diam. Dia mengusap perutku dengan pelan, rasanya cukup nyaman.

"Anak Ayah tidur ya? Kasihan Bunda sayang, besok main lagi ya." Ajaibnya baby Sean tidak aktif bergerak lagi hanya diselingi Sean yang sedang cikutan di dalam.

Aku menyandarkan kepalaku di dada bidang Jefri mencari tempat ternyaman untukku tidur malam ini karena aku sudah sangat lelah. Samar-samar aku mendengar Jefri berucap dan mengecup keningku. "Selamat tidur kesayangan Ayah." mungkin aku hanya bermimpi.

Keesokan paginya aku membantu Nenek untuk menyiapkan sarapan bersama. Nenek dan Kakek Kak Sena sangat betah tinggal di Jepang dengan alasan karena di Jepang mereka bisa merasakan salju, terdengar kekanak-kanakan memang. Kalian tahu Ibu yang menggendong El kemarin, Bibi Tina beliau adalah Tante dari Kak Sena.

"Bunda? Tadi El bangun Bunda tidak ada? Bunda tidur di mana?" tanya El merajuk padaku.

Apa yang aku katakan sebelumnya benar adanya saat bangun tidur jika El tidak melihatku maka dia akan merajuk dan sangat sulit untuk dibujuk.

"Bunda tidur dengan Paman sayang, sekarang El mandi sama Ayah ya?" Kak Sena mencoba membujuk El, terlihat sulit ternyata.

"Kenapa Bunda tidur dengan Paman, Ayah? Biasanya Bunda tidur dengan El?"

Nak, jangan terlalu pintar, Bunda dan Ayah tidak tahu cara untuk menjelaskannya..

"Paman itu suami Bunda jadi wajar jika Bunda tidur bersama Paman, lagipula Adik Sean juga ingin tidur bersama Ayahnya. Iya kan Bunda?" Kak Sena melirikku seraya meminta bantuan.

"Iya sayang, sekarang El mandi ya? Setelah ini kita sarapan bersama."

"Siap Bunda, tapi Ayah suami itu apa?" Aku melihat ke arah Kak Sena yang sedang menepuk keningnya merasa lelah dengan tingkah ajaib puterinya.

"Jadi seperti ini, Paman dan Bunda memiliki adik Sean yang sebentar lagi lahir karena Paman merupakan ayah dari adik Sean maka Paman suami Bunda. Sudahkan? El mandi ya? El sangat bau nanti Bunda tidak suka dekat dengan El."

"El juga anak Ayah berarti Ayah suami Bunda juga ya?"

Kamu salah menjelaskannya Kak, sepertinya wajahku memerah karena menahan tawa. Aku sempat ingin bertanya sewaktu bayi Kak Sena memberikan susu formula apa kepada El.

Tanpa menjawab El, Kak Sena segera menarik El untuk mandi dan membuatnya menangis cukup kencang "El mau mandi sama Bunda huhuhu, Bunda... Ayah nakal. Ayah nakal Bunda huhuhu."

Aku hanya bisa menatap keduanya dalam diam.  jika Sean lahir apa aku akan menemukan kehangatan seperti ini lagi?




Brother In Law | Jung Jaehyun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang