Penghuni Baru

1.2K 122 1
                                    

Pagi ini Jefri memberitahuku bahwa akan ada seseorang yang datang ke rumah hari ini. Seseorang yang aku pinta kemarin untuk membantu mengurusi rumah dan juga keperluan Jefri.

Sepertinya dia sedang berbaik hati kepadaku. Jadi aku berpikir untuk mengunjungi toko dan mengajak Yuno. Siapa tahu dia memperbolehkanku untuk membawa serta anaknya. "Jef, bolehkah aku mengajak Yuno ke toko hari ini? Sudah seminggu aku tidak mengunjungi toko."

"Jangan mengajak Yuno. Dia masih terlalu kecil untuk perjalanan jauh. Kalau kamu mau pergi, kamu bisa pergi tanpa Yuno. Yuno bisa dititipkan Mama atau Bu Lilis untuk sementara waktu tapi ingat kamu sudah harus ada di rumah sebelum aku pulang dari bekerja."

Itu tandanya sebelum jam lima sore aku sudah harus berada di rumah ini.

"Baiklah, terima kasih," ujarku cepat.

Aku berlarian kecil ke arah kamar lalu bersiap pergi ke toko yang sudah seminggu ini tidak ku kunjungi. Ada sedikit hal aneh yang kupikirkan, aneh sekali jika Jefri menyetujui rencanaku dengan cepat dan tanpa adanya perdebatan.

Apa dia sedang dalam mood yang bagus?

Suara pintu diketuk pun terdengar. Mungkin orang yang dibicarakan Jefri tadi sudah sampai. Aku berjalan tergesa untuk menemuinya.

"Permisi, dengan Ibu Alana? Saya Lilis yang ditugaskan untuk membantu Bu Alana." Sebuah sapaan yang ku terima setelah membuka pintu.

Dari tutur kata dan gerak tubuhnya, terlihat sopan, beliau juga terlihat bersih dan rapi. Sepertinya Ibu Lilis orang yang baik dan mungkin saja seumuran dengan Mama.

Aku tersenyum lalu mempersilahkan beliau untuk memasuki rumah. "Iya, silahkan masuk Ibu Lilis." 

"Maaf Ibu, apa Ibu yang ada di hadapan saya ini Ibu Alana, istri dari Bapak Jefri?"

Ya Tuhan hampir saja aku lupa memperkenalkan diri.

"Iya Bu, saya Alana. Ibu bisa panggil saya Alana saja tidak perlu menggunakan kata penyerta apapun."

"Jangan, Bu. Saya bekerja untuk Ibu Alana dan Bapak Jefri."

"Tidak apa-apa. Ibu bisa panggil aku dengan sebutan Al saja. Apa aku terlihat tua di mata Ibu?"

"Tentu saja tidak. Bagaimana pun saya bekerja dengan Ibu jadi akan lebih sopan jika saya memanggil Ibu Alana dengan sebutan Ibu."

"Baiklah, tidak apa. Terserah Ibu saja," jawabku mengalah pada akhirnya.

"Sepertinya Ibu Alana ini seumuran dengan putri saya." Wah, ternyata benar, beliau bisa jadi seumuran dengan Mama.

"Benarkah? Kalau begitu Ibu bisa menganggap aku sebagai putri Ibu juga."

"Oh iya, apa Ibu sudah diberitahu Jefri apa saja yang harus Ibu kerjakan di sini?"

Bu Lilis mengangguk. "Saya sudah diberitahu Ibu Pradipta jika saya diminta untuk membantu pekerjaan di sini dari subuh dan pulang pukul lima sore."

Hah? Jadi Ibu Lilis tidak tinggal di sini?

Jefri! Tidak bisakah dia mengerti bahwa aku tidak hanya butuh bantuan melainkan aku juga butuh teman.  Seharusnya dia sudah paham tanpa perlu aku jelaskan.

"Baiklah. Urusan memasak dan Yuno biar saja menjadi tugasku. Ibu bisa membantuku untuk mengerjakan tugas yang lain termasuk untuk memenuhi kebutuhan Pak Jefri. Semua pakaian kotor dan pakaian bersih biar Ibu saja yang mengambil dan menata di kamarnya ya? Kalau ada yang mau Ibu tanyakan, jangan sungkan untuk bertanya kepadaku," jelasku.

"Maaf, apa sebaiknya tidak Ibu saja yang memenuhi semua kebutuhan Bapak? Nanti saya bisa bantu sisanya?" kata Bu Lilis takut-takut.

"Tidak apa-apa Bu. Pernikahanku dan Jefri itu tidak seperti pernikahan pada umumnya. Ibu pasti mengerti nanti tapi aku mohon dengan sangat, apapun yang Ibu dengar dan Ibu lihat di sini tolong jangan sampai orang lain tahu. Ibu mau berjanji kepadaku kan? Aku percaya Ibu adalah orang baik. Maka dari itu, aku mempercayai Ibu. Jangan merasa sungkan. Anggap aku sebagai puterimu juga seperti apa yang aku katakan tadi."

Brother In Law | Jung Jaehyun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang