Pertikaian

1.2K 129 3
                                    

Setelah Mark pindah ke kota kelahirannya, semuanya menjadi berubah. Kalian tahu, aku merasa ada hal yang berbeda. Sudah pasti aku merasa kesepian karena dia yang selalu menemaniku sekedar untuk bertukar pesan atau pun bercerita melalui panggilan telepon.

"Kamu sudah sampai?"

"Baru saja sampai di bandara, Alana. I'm in Canada right now!" Senyumku terbit melihat dirinya penuh semangat. Aku pun mengerti bahwa dia merindukan kampung halamannya.

"Ah, jemputanku sudah sampai. Nanti aku hubungi lagi ya? Bye, Al." Mark memutuskan sambungan video call kami bertepatan dengan Jefri yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dirinya memperhatikanku dengan lamat-lamat.

"Ada apa?" tanyaku tak suka karena diperhatikan sedemikian rupa olehnya.

"Kamu dan si Canada itu kapan berencana menikah?"

Pertanyaan yang terbilang sangat aneh. Apa dia tidak berpikir sebelum melontarkan pertanyaan itu?

Jujur, aku tidak pernah mengerti apa yang sedang dia pikirkan.

"Sudah seringkali aku katakan, namanya Mark. Tidak bisakah kamu menyebutkan namanya? M.A.R.K." Saking kesalnya aku sampai spelling nama Mark.

"Ck. itu bukan jawaban."

"Dan yang kamu lontarkan tadi itu bukan sebuah pertanyaan. Kamu pikir aku dan Mark segila itu? Meskipun aku menikah denganmu karena terpaksa, bukan berarti aku bisa main-main dengan janji suci pernikahan. Sudahlah Jef, aku lelah jika harus bertengkar denganmu terus. Apa kamu tidak lelah?"

"Kamu yang memulainya duluan, bukan aku!"

"Terserah!"

Kali ini aku menyerah dan memilih untuk membawa Yuno menjauh dari kamarnya. Aku sedang malas berdebat dengan Jefri.

Sore ini aku berniat mengajak jalan Yuno, tidak perlu bermain jauh. Aku berencana mengajaknya berkeliling di sekitaran taman kompleks saja demi menghilangkan rasa suntuk yang melanda. Terlebih ada Jefri di rumah ini. Tumben sekali pria itu betah berada di dalam rumah.

"Mau ke mana kalian?" tanya Kak Ten saat melihatku menuruni anak tangga. Ia menunggu kedatangan kami di lantai bawah.

"Aku dan Bunda ingin jalan-jalan sore, uncle," ujarku menirukan suara anak kecil. Kak Ten tersenyum lebar. Tangannya tergerak untuk mengusak suraiku dengan gemas.

Iya, aku menyebut diriku sebagai bunda, tidak dengan panggilan aunty lagi karena mulai besok statusku sudah berubah menjadi ibu sambung Yuno.

Aku hanya bisa berharap semoga keputusan yang aku ambil ini benar, Tuhan.

"Uncle ikut ya?"

"Oke. Ayo berangkat, jangan sampai kita pulang terlalu sore nanti."

"Tunggu sebentar tampan, Uncle mempersiapkan diri dulu ya?"

Aku terheran-heran dibuatnya, kami ini hanya jalan-jalan sore di sekitaran kompleks. Lalu mengapa Kak Ten mesti bersiap-siap?

"Kau ingin pergi ke mana?"

Aku menoleh ke arah Jefri yang baru saja muncul dari balik dinding bercat putih. Sepertinya dia baru saja dari dapur. "Kamu berbicara padaku?"

Brother In Law | Jung Jaehyun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang