Queen 13

1.5K 213 30
                                    

"Sudah siapkah kamu membaca kisahku? Kisah gadis usang yang dipenuhi luka kecewa yang menyeru."

"Apakah kematianku begitu diharapkan Tuhan?"
—Queen Clara Praditya.

Happy reading!
•••••

Saat ini, Clara dan Dion sedang jalan-jalan disebuah Mall. Tapi ternyata, Dion sedang ada kerjaaan yang tak bisa ditinggalkan yang terpaksa membuat Dion harus meninggalkan Clara sementara untuk mengurusi kerjaanya.

Sebenernya Dion sudah membujuk Clara, tapi Clara tetap kekeh ingin jalan-jalan. Terpaksa Dion harus merelakan. Oh ya, Dion memang sudah diajari bekerja oleh papahnya agar nanti saat lulus ia bisa bekerja dan kuliah.

Saat sedang melihat sekeliling mall. Clara lalu keluar untuk pergi ke toko ice cream. Belum sampai keluar, tanganya sudah lebih dulu dipegang oleh seseorang yang membuat Clara kaget dan langsung membalikan badan.

'Deg'

Disitu ada mamah dan papahnya dengan ekspresi wajah dingin. Mereka lalu tiba-tiba menyeret Clara menuju tempat yang Clara tidak tau. Sesampainya mereka ditempat yang terlihat sepi. Mamah Clara tiba-tiba saja mencengkram erat pergelangan tanganya yang membuatnya menahan rasa sakit.

"DASAR ANAK TIDAK TAU DIRI!"

"SUDAH SAYA BERBAIK HATI MERAWAT, KAMU TIDAK MAU MEMBALAS BUDI!"

"LIHAT KAKAKMU, DIA KESAKITAN DISANA MEMBUTUHKAN DONOR DARAH, TAPI KAMU? JADI JALANG KAH DISINI? IYA? ATAU JADI SIMPENAN OM-OM?" cercah mamahnya kepada Clara seperti melampiaskan rasa kesal dan marah.

Diam, rasanya begitu menyakitkan. Mamahnya sendiri, dengan amat menyayat lukanya. Mamahnya, yang ia anggap sebagai tempat kasih sayang, justru menorehkan luka bayang. Rasanya menyakitkan, ia harus apa? Ini terlalu kelu, bahkan untuk sekedar menjawabpun rasanya tak mampu.

"KENAPA DIAM? JADI BISU SEKARANG, IYA?!" bentak mamahnya lalu menjambak rambut Clara. Clara mencoba untuk menarik tangan mamahnya agar tidak menjabaknya, ini sakit.

"Tolong," ucap clara sambil terus mencoba melepaskan tangan mamahnya dari rambutnya.

"Pah ... tolong clara, Pah," pintanya berharap papahnya akan membantunya. Tapi ternyata, nihil, papahnya hanya diam membisu.

"Pah, tolong, Clara mohon," pintanya lagi sambil mencoba menggenggam tangan papahnya, berharap papahnya menolongnya.

'Plakk'

Hening. Semua disitu hening, mamahnya memang melepaskan tanganya. Tapi luka itu? kembali menganga. Papahnya menamparnya, membuat rasa sesak itu semakin jadi bayang.

"ANAK TIDAK TAU DIRI!"

"KERJANYA HANYA MENYUSAHKAN!"

"CONTOH KAKAKMU ITU! KAMU TUH NYUSAHIN GAK KAYAK KAKAKMU YANG MANDIRI!"

"DASAR ANAK TIDAK TAU BALAS BUDI!"

"SEHARUSNYA KAMU DULU TIDAK HADIR SAJA!"

"MUAK SAYA MELIHAT MUKA KAMU! ANAK SAMPAH!"

Diam. Clara tak berniat menjawabnya. Ia hanya mulai terduduk dan termenung. Perkataan mamah dan papahnya nyatanya menjadi bayang di kepalanya.

"Mah, Pah ... Clara harus apa biar mamah dan papah lihat Clara, sedikit aja Mah, Pah," pinta Clara dengan lirih sambil menatap dua orang didepanya.

"Haruskah Clara mati agar kalian bahagia? Iya?!" seru Clara sambil menatap mereka berdua dengan derai air mata yang terus mengalir.

"HARUSKAH CLARA SALAHKAN TUHAN KENAPA CLARA DILAHIRKAN DIMUKA BUMI INI?!"

"KENAPA KALIAN MEMBUAT LUKA YANG CLARA SENDIRI GAK BISA SEMBUHIN! KENAPA PAH MAH! KENAPA!!??" teriak Clara melampiaskan segalanya.

Kenapa mereka menyalahkan Clara. Atas kesalahan yang Clara saja tak paham. Jika mereka tak menginginkan Clara lahir, harusnya sejak dulu saja mereka membunuh Clara, agar Clara tak merasakan luka sedalam ini. Ini menyesakan Clara muak, Clara ingin menyerah saja.

"Kenapa Mah? Pah? tak cukupkah derita hidup ini? kenapa semua slalu menghampiri dengan luka? kenapa Pah? kenapa Mah? ... tolong Clara, Clara gak mau hidup, biarin Clara tenang—" tak kuasa menahan rasa sakit yang menyerang seluruh fisik dan hatinya.

"Mamah dan papah pengen bunuh Clara kan? atau kakak juga mau ikut? Ayo bunuh Clara Pah, Mah. Clara udah gak kuat Mah ... Pah ... tolong biarin Clara mati, agar Clara tenang Mah, Pah," lirih Clara sambil mulai menatap mereka berdua.

Orang tua yang harusnya memberikan kasih sayang dan usap lembut saat anak mereka terluka, justru memberikan kesan mendalam yang membuat derai air mata.  Katanya papah adalah cinta pertama anaknya, tapi kenapa papah justru menjadi patah hati pertama. Katanya mamah adalah orang yang paling akan merangkul kita, tapi kenapa setiap kali yang kulihat hanya semakin menambah derai air mata.

"KENAPA KALIAN DIAM? AYO BUNUH CLARA, CLARA MOHON!" teriaknya kepada alam semesta dan seisinya.

Hingga mengundang beberapa orang mulai datang dan membuat kedua orang tua Clara meninggalkan Clara seorang diri dengan keadaan yang mengenaskan penglihatan.

"Clar, are you okay? maaf, maaf," sesal Dion. Ia menyesal telah meninggalkannya Clara, harusnya ia tadi mengabaikan pekerjaannya.

"Dion, Dion mau bunuh Clara gak?" tanya Clara sambil tersenyum hampa kepada Dion yang membuat Dion merasakan rasa sesak yang menghantam hatinya.

"Dion, kenapa Clara gak diingini? Kenapa mereka memandang Clara dengan penuh kasihan dan iba? Kenapa Dion? Clara pengen kek yang lainya. Clara gak mau kek gini! Clara gak mau!" cerca Clara sambil terus meronta dipelukan Dion.

"Ngapain kalian lihat? pergi," ucap Dion dingin kepada mereka yang melihat Clara dengan prihatin. Lantas mereka pergi berhamburan setelah ucapan Dion.

"Sudah, ayo pulang," ajak Dion sambil berusaha menguatkan Clara.

"Clara mau mati aja Dion, Clara gak mau pulang, Clara mau sama Tuhan aja Dion," ucap Clara sambil seperti orang linglung yang membuat hati Dion rasanya tercabik-cabik.

"Clar, tatap gua," pinta Dion sambil mulai memegang bahu Clara dengan kuat namun lembut.

"Clar, kamu kuat, makanya lukanya lebat dan hebat. Clar, kamu itu belum waktunya pulang ke sana, aku dan yang lainya masih butuh kamu Clara. Kita sayang sama kamu," jelas Dion sambil mencoba menenangkan Clara.

"Tapi Dion, kenapa orang tua Clara, keluarga Clara, teman Clara gak ada yang sayang Clara? kenapa Dion?"  tanya Clara frustasi terhadap keadaanya yang terasa semakin menyakitkan.

"Clar, gua mohon. Jangan kek gini ... gua gak sanggup lihat ini ...  gua mohon," pinta Dion lirih dan langsung mendekap erat Clara, menyalurkan rasa khawatirnya kepada Clara agar Clara paham bahwa dia benar-benar sayang Clara.

"Clara udah gak kuat sama ini semua Dion, kenapa? kenapa hidup Clara semenyedihkan ini? kenapa Tuhan—"belum sempat melanjutkan ucapnya Dion sudah lebih dulu membekap mulutnya.

"Jangan ngomong apa-apa lagi plis ... gua bisa nangis disini Clara, gua mohon ... kembali ayo," pinta Dion yang membuat Clara diam sebelum melanjutkan ucapannya.

•••••

Terimakasih telah membaca hingga akhir. Terus bacalah cerita ini sampai hidup, agar Clara tau rasanya hidup. Bacalah sepenuh hati, agar Clara tau rasanya dicintai.

See u next part—piuu^^

Salam hangat dariku, Queen.

"Terimakasih, kamu sudah membacanya, itu membuatku kuat sampai kini"— Queen Clara Praditya.

QUEEN Of SADNESS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang