Prolog

19.2K 1.5K 7
                                    

Hay semua!!

Aku mau infoin sesuatu nih. Jadi cerita MNVSCG MAU AKU REVISI SEPENUHNYA. Tapi semuanya aku ansur-ansur dulu ya.

Akan ada banyak perubahan alur dalam cerita ini. Jadi bagi yang masih bingung bacanya bisa aku perjelas di sini.

Biar kita sama-sama enak, jadi votenya harus sering ya😁😁

Ditunggu respon baiknya dan kayaknya aku bakal tamatin cerita ini sejelas-jelasnya.

Jadi, tolong ditunggu dan nantikan semua.

Terima kasih
  Melia












Prolog

"Bu!!" Panggil Kinan pelan saat melihat kedua orang tuanya telah pulang dari sawah dengan keadaan baju yang basah dan tubuh yang kotor karena lumpur yang menempel di tubuh mereka.

"Ada apa nduk ? Kenapa kamu menunggu kami di luar, ayo masuk ke dalam!!" Jawab sang bapak memasuki rumah yang dikuti Kinan dan juga istrinya di belakang.

"Nanti aja ya pak, bapak sama ibu bersih-bersih dulu aja ya. Kasian bapak sama ibu pasti capek habis pulang dari sawah," kata Kinan tersenyum sendu memandang tubuh orang tuanya yang tak lagi muda namun tetap harus pergi ke sawah.

"Ya sudah kalau gitu, bapak sama ibu bersih-bersih dulu ya. Kamu jangan lupa buat masak, ibu sama bapak sudah lapar soalnya," ucap Yanto menatap putri sulungnya lembut dan juga sedih.

Sedih karena melihat kondisi mereka yang seperti ini membuat putri sulungnya harus mengurungkan niatnya untuk kembali melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Dia dan istrinya hanyalah seorang petani miskin yang hanya memiliki sepetak sawah untuk mengcukupi kehidupan mereka yang sudah sangat susah.

Kinan yang paham akan keadaan keluarga mereka saat ini dengan tabah menerima keputusan sang ayah yang sama sekali tidak bisa membiayai pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Membuat impiannya yang bermimpi ingin menjadi seorang desainer ternama harus kandas di tengah jalan. Namun, bukannya sedih Kinan malah tersenyum ke arah sang ayah.

Flasback on

Saat ini di ruang keluarga terlihat Kinan dan juga sang ayah Yanto tengah membicarakan sesuatu yang sangat serius. Terlihat dari wajah mereka yang dari semulanya biasa-biasa saja perlahan-lahan mulai berubah hingga tak berselang lama raut wajah kesedihan mulai terpancar di wajah mereka berdua.

"Gak apa-apa pak kalau Kinan tidak lanjut kuliah, tapi yang penting adek-adek Kinan enggak putus sekolah. Mau jadi apa mereka kalau tidak sekolah, bapak gak usah mikirin Kinan lagi, bagi Kinan tamat SMA saja sudah lebih dari sekedar cukup buat Kinan," sahut Kinan tersenyum manis membuat sang ayah menatap dirinya berkaca-kaca.

Yanto menatap Kinan penuh rasa bersalah. "Maafin bapakmu ini Kinan karena enggak bisa buat kamu bahagia," jawab Yanto menghela nafas panjang karena merasa kecewa kepada dirinya sendiri karena tidak bisa menyekolahkan anaknya hingga tamat sarjana.

"Hush bapak ini, gak baik ngomong kayak gitu pak. Siapa bilang bapak tidak membuat Kinan bahagia, Kinan bahagia loh pak dengan keadaan kita yang seperti ini. Meskipun dengan keadaan kita yang susah bapak mampu menyekolahkan keempat anak bapak hingga sampai tamat SMA. Bukannya senang bapak malah bicara seperti ini. Asal bapak tahu ya, para tetangga aja gak ada satupun anaknya yang bisa tamat SMA kayak Kinan, bagi mereka pendidikan seseorang itu tidaklah penting, tapi bapak enggak mau anaknya hanya sekedar bisa baca dan tulis. Karena itu bapak menyekolahkan kami dengan susah payah agar kami bisa hidup jauh lebih baik kedepannya kan pak." Ucap Kinan menyentuh tangan sang ayah yang terasa sangat kasar dan juga renta.

"Seharusnya Kinan yang minta maaf sama bapak, meskipun Kinan tamat SMA Kinan gak bisa meringankan beban bapak. Sekali lagi Kinan minta maaf ya pak," jawab Kinan sedih dengan kedua mata yang berkaca-kaca memohon maaf kepada sang ayah yang selama ini tidak bisa membantunya untuk meringakan beban hidup yang berada di pundak ayahnya.

"Gak apa-apa, yang jelas melihat kamu dan adek-adek sehat aja bagi bapak udah lebih dari cukup. Bapak gak mau ngelihat hidup kamu susah kayak hidup bapak. Karena itu kamu bapak sekolahin tinggi-tinggi agar hidup kamu nantinya berubah," Yanto berkata dengan lembut sambil memgusap-ngusap rambut lebat sang anak dengan perasaan sayang.

Kinan terharu akan ketabahan milik ayahnya itu. "Makasih pak, atas kerja keras bapak selama ini Kinan berhasil menyelesaikan sekolah Kinan hingga tamat SMA"

"Iya nduk, sama-sama. Bapak juga bangga sama kamu karena kamu sudah berhasil menyelesaikan sekolah kamu," jawab Yanto menatap anaknya penuh bangga.

"Yaudah, sekarang kamu lebih baik istirahat. Hari sudah larut, tidak baik anak perempuan tidur jam segini." Nasehat Yanto lembut yang langsung dituruti oleh Kinan.

"Bapak juga ya!!" ucap Kinan sebelum meninggalkan ruang keluarga yang dibalas anggukan oleh sang ayah.

Flasback of

"Ada apa toh nduk, kelihatannya dari tadi kamu seperti mau membicarakan sesuatu sama bapak. Memangnya apa yang mau kamu bicarain?" tanya Yanto yang telah selesai makan.

Dan disinilah mereka saat ini, duduk di ruang keluarga bersama dengan istri dan keempat anaknya yang lain termasuk dengan Kinan yang duduk lesehan tudak jauh dari tempat ayahnya berada.

Kinan menatap ayahnya gugup sembari memikirkan apakah ayahnya akan setuju dengan keputusannya ini atau tidak. "Pak, sebenarnya Kinan mau membicarakan mengenai suatu hal sama bapak. Kinan harap bapak enggak akan marah dengan apa yang akan Kinan ucapkan saat ini," seru Kinan menatap sang ayah takut-takut.

Yanto mengerutkan dahinya bingung. "Memangnya apa yang mau kamu omongin hingga akan membuat bapakmu ini marah, hem?"

Dengan menghela nafas panjang Kinan mulai memberanikan dirinya untuk melanjutkan ucapannya yang sempat terjeda. "Sebenarnya Kinan mau merantau pak ke kota orang, Kinan gak mau ngelihat bapak sama ibuk kerja ke sawah terus.
Bapak sama ibuk sudah tua, Kinan takut terjadi sesuatu hal yang buruk sama bapak, sama ibuk saat pergi ke sawah." Sahut Kinan menatap bapak dan ibuknya secara bergantian.

Mendengar apa yang barusan sang putrinya katakan membuat perasaan Yanto tiba-tiba menjadi gusar. Dirinya menghela nafas panjang seakan-akan berat untuk mengambil keputusan. Jangankan keputusan, mengeluarkan suaranya saja ia tidak sanggup.

Yanto menatap Kinan dengan tatapan penuh kesedihan. "Bapak tahu maksud kamu ini baik, tapi bapak enggak mau terjadi sesuatu hal yang buruk sama kamu saat kamu merantau nanti. Kamu anak perempuan, banyak yang menjadi beban pikiran bapak untuk melepas kamu merantau ke kota orang," jawab Yanto dalam satu tarikan nafas panjang membuat Kinan menatap ayahnya antara sedih dan juga bahagia.

Kinan kagum atas pemikiran bapaknya barusan. Kinan sangat bangga pada dirinya sendiri karena memiliki ayah sebaik dan setulus Yanto. Sungguh Kinan adalah orang yang paling beruntung di dunia ini karena bisa memiliki keluarga seharmonis keluarga Yanto, ayahnya.

"Kinan tahu apa yang menjadi beban pikiran bapak, namun sampai kapan Kinan akan terus disini pak. Kinan butuh pengalaman, dan selama disini Kinan hanya bisa diam dirumah tanpa bisa melakukan apa-apa untuk meringankan beban bapak sama ibuk," sahut Kinan kembali menatap ayahnya sedih.

"Biaya sekolah Rani, Maya, sama Reza makin lama makin membesar pak. Kinan sudah tamat sekolah pak, sudah seharusnya Kinan membantu meringankan beban bapak sama ibuk. Biarkan sekolah adek-adek Kinan yang tanggung tapi sebelum itu izinkan Kinan untuk pergi merantau ya pak. Semoga rejeki Kinan berada disana dan bisa mengubah hidup kita sekeluarga pak," seru Kinan membuat Yanto menatap istrinya Lastri, meminta persetujuan, yang dibalas Lastri dengan anggukkan kepalanya, membuat hati Yanto semakin dilanda rasa gelisah dan juga gusar.

"Berikan bapak waktu nduk untuk kembali memikirkan semua ini. Bapak tidak ingin mengambil keputusan secara gegabah dan berujung penyesalan yang tiada ujungnya," jawab Yanto berlalu meninggalkan ruang keluarga dan menuju ke kamar tepat dirinya dan sang istri mengistirahatkan tubuh mereka.
"Baik pak!!" Sahut Kinan menatap kepergian tubuh renta itu dengan pandangan sendu.

Kinan tahu bahwa ayahnya itu tengah khawatir kepada dirinya. Namun, Kinan tidak bisa melakukan hal lain selain mengambil langkah sebesar ini. Kinan yakin bahwa di kota nanti ia pasti akan mendapatkan sebuah pekerjaan, dan juga mampu meraih cita-citanya serta membiayai pendidikan adik-adik dan juga keluarganya.

"Ibu percaya sama Kinan dan ibu harap Kinan tidak akan mengecewakan kepercayaan yang ibu berikan ya!" Kata Lastri dan kemudian pergi mengikuti langkah sang suami.

"Rani, Maya, sama Reza ayo kita tidur. Hari sudah malam, besok kalian harus sekolah bukan?" Tanya Kinan yang dibalas anggukan kepala oleh mereka bertiga.

"Baik kak, kalau gitu kami pamit mau tidur dulu ya," ujar Reza dan bergegas menuju kamar mereka.

Di rumah Kinan memiliki tiga kamar yaitu satu kamar tidur untuk Yanto dan Lastri, satu kamar untuk Rani, Maya, dan juga Reza. Dan satu kamar Kinan yang berada di sebelah kamar Yanto dan juga Lastri.

Meskipun hidup Yanto susah, dirinya tidak ingin anak dan istrinya tinggal di tempat yang tidak layak huni.

Oleh karena itu, dengan susah payah dirinya membangun rumah ini agar layak untuk ditinggali.

Entah sudah berapa banyak keringat yang membanjiri pelipisnya selama membangun rumah ini, namun yang pasti akibat kerja kerasnya saat itu dia dan keluarganya dapat tinggal di tempat yang layak sehingga anak-anaknya tidak perlu takut untuk sekedar tidur dimalam hari.

Maniak Pelukan VS Cewek Gendut [ Tamat ] REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang