6 | Kadota

62 14 11
                                    

Kadota
(meaning) to dissaper, vanish: to get/be lost, be missing; to fade.




























Kata Jefrayen, nama Ara berasal dari pohon yang ada di surga. Dia pernah menceritakan itu sebelum mereka pergi tidur beberapa malam lalu.

Ara adalah pohon yang di kutuk sekaligus di berkahi. Menyimbolkan kebaikan namun juga keburukan, kesombongan dan kenyamanan. Tapi Jefrayen memberi nama itu bukan semata-mata untuk menumpahkan segala arti itu ke Ara. Jefrayen ingin menjadikan anaknya, Ara, sebagai sesuatu yang nyata.

"Manusia nggak selalu hidup dengan satu sifat, terkadang dia ngeluarin sifatnya yang lain di hadapan orang yang lain juga. Ayah pengin jadiin kamu sebagai sesuatu yang nyata. Punya pahala dan punya dosa, karena menurut Ayah dua hal itu wajar."

Selama ini Ara pikir namanya tidak memiliki makna tersendiri, tetapi ternyata namanya memiliki arti yang sangat mendalam. Ditambah nama akhirannya Cylindria, merupakan nama ilmiah dari Ilalang--Imperata Cylindrica--tumbuhan rumput yang tidak pernah lupa untuk berdiri tegak setelah angin kencang menggoyahkannya.

Jefrayen ingin Ara menjadi anak yang kuat seperti itu juga.

Tepatnya Jefrayen lah yang memberi nama Ara, Miran yang memberi nama Cylindria.

Mereka tidak merencanakan nama ini, karena dulu mereka belum tahu yang keluar laki-laki atau perempuan. Tidak ada tanda-tanda spesifik saat pemeriksaan ke dokter. Lagian mau diberi laki-laki atau perempuan mereka tetap saja harus bersyukur karena bisa menjadi orang tua. Saat persalinan dulu Miran menangis seharian, biasanya jika perempuan akan melahirkan ada serangkaian 'pembukaan' terlebih dahulu dari angka satu hingga sepuluh sebelum proses puncak. Jadi, hal itu menyebabkan perut Miran terasa mulas, nyeri, sakit, semuanya bercampur padu. Melihat Miran yang begini, Jefrayen bingung harus bagaimana, alhasil ia genggam tangan Miran, sesekali mengecupnya juga atau membantu mengusap-usap perut Miran untuk meredakan rasa nyeri. Jefrayen merasa kasihan, diam-diam hatinya merasa nyeri menyaksikan istrinya yang kesakitan.

Pukul sepuluh malam, barulah Miran merasakan kontraksi dahsyat di perut, Dokter bilang kalau ini sudah waktunya ia melahirkan. Di bawalah Miran ke tempat persalinan karena sebelumnya dia berada di kamar biasa, sepanjang jalan Jefrayen berjalan di belakang para suster. Saat masuk ruang bersalin pun Jefrayen tidak langsung disuruh masuk, jeda beberapa saat barulah dirinya dipanggil untuk menemani.

Jefrayen menggenggam tangan Miran lagi dan menyalurkan kekuatan dari sana. Ia remas tangan suaminya kuat, Jefrayen juga ikut menguatkan, sembari merapalkan kalimat-kalimat manis di telinga istri tercintanya.

Teriakan demi teriakan terdengan nyaring, hembusan napas dan keringat yang sama-sama beradu. Sesekali suara tangis Miran terdengar. Sudah berulang kali Dokter menyuruh Miran mengambil napas panjang agar bisa mendorong bayinya keluar. Lambat laun ketegangan di ruangan itu pecah, tergantikan oleh suara tangis bayi kecil yang membuat semua orang disana ikut bahagia.

"Selamat, bayinya perempuan."

Saking bahagianya, Jefrayen sampai mengeluarkan air mata.

Ah sungguh, kelahiran Ara menjadi hal paling membekas di hidup Jefrayen. Semua ini, kepanikan ini, kebahagiaan ini, sering kali ia kenang jika rindu dengan Miran sekaligus Ara yang tinggal jauh disana.

"Bayinya cantik, kayak kamu."

"Kayak kamu juga."

"Tapi walaupun dia udah lahir di dunia, rasa cintaku ke kamu nggak bakal berkurang kok."

"Apa sih kamu?" Miran malu karena disana masih ada suster yang tengah membersihkan ruangan setelah persalinan, "malu."

"Mau gendong?" sambung Miran.

BORDER: another universe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang