Jam berdenting menunjukkan pukul dua belas malam kurang lima menit. Malam dingin namun cerah karena pancaran sinar rembulan, menusuk masuk lewat kaca jendela yang sudah tertutup berjam-jam lalu. Nyanyian jangkrik yang menjadi lagu penghantar tidur, kesunyian yang membuatnya semakin nyaman.
Di sebuah rumah kecil ada beberapa manusia yang terbangun karena sudah berencana melakukan sesuatu, semuanya nampak semangat menunggu jam ini tiba. Jam dimana salah satu temannya berulang tahun, sekaligus anak semata wayang dari perempuan cantik yang kini tengah membawa sebuah kue tar bertopikan lilin kecil. Gemercik api dari lilin tersebut menjadi pencahayaan mereka untuk bisa pergi ke kamar anaknya yang kini sedang berulang tahun. Bukan perayaan besar, bahkan hanya sedikit yang bisa mereka lalukan, dan semoga saja anaknya merasa bahagia di ulang tahun menuju usia legal ini.
Sesampainya di kamar atas, mereka tertawa kecil sembari menitupi mulutnya masing-masing agar tidak menimbulkan bising yang dapat membangunkan si gadis. Lalu di ketuklah pintu kamar tersebut beberapa kali, tak menunggu lama, dia membukanya. Perempuan berambut pirang yang tengah mengucek mata kaget melihat ada banyak orang di depan kamarnya berdiri bergerombol sambil membawa kue ulang tahun bertuliskan; Selamat Bertambah Umur, Ara!
"Mama?"
"Selamat bertambah umur, Ara!" ucap mereka serentak.
Perempuan bernama Ara itu lantas tersenyum haru melihat teman dan Mama nya memperlakukannya begini. Memang tidak mewah, tapi mampu membuat air mata Ara keluar karena terkesan dengan mereka yang mau jauh-jauh datang kesini, ditambah ini sudah tengah malam.
Selama hidup, Ara tidak pernah diperlakukan begini, bahkan saat kecil dia tidak diberi kue di hari ulang tahunnya. Hanya kecupan dan ucapan selamat dari Mama.
"Ayo tiup lilinnya dulu." lantas Ara meniupnya sampai semua lilin padam.
Seruan selamat terucap satu persatu terlontar dari temannya, saling memeluk dan tak lupa mendoakan.
"Makasih semuanya udah repot-repot dateng kesini."
Salah satu temannya menepuk lengan gadis itu, "Enggak kok, engga repot. Lagian kan ini buat yang terakhir. Besok-"
Perempuan itu tidak melanjutkan kalimatnya, malahan mereka semua saling lempar pandang sembari terdiam. Sebab besok adalah hari dimana sebuah hal besar terjadi, dan mereka sama sekali tidak menyukainya. Hari dimana dia-ralat, mereka para perempuan meninggalkan rumah untuk pergi ke suatu tempat selama dua tahun atau lebih meninggalkan Mama dan kampung halaman.
Karena tidak mau memakan waktu yang lama dan karena ini juga sudah hampir terbit fajar, langsung saja Ara bagikan rotinya satu persatu kepada teman dan Mama. Khusus untuk Mama ia beri roti yang ada buah cerinya, dan untuknya yang biasa-biasa saja karena Ara tidak begitu suka dengan cream. Sebelum besok Ara pergi, dia ingin menghabiskan waktu dengan Mamanya lebih banyak, walau kemarin malam sudah, ia tetap ingin melakukannya. Karena dua tahun tidak bertemu dengan Mama itu terasa sangat lama, bukan? Bahkan sampai sekarang Ara belum pernah membalas jasa Mama nya.
Selesai makan mereka bergegas pamit untuk pamit. Ara melambaikan tangan sembari melihat punggung teman-temannya yang lambat laun mulai menghilang di belokan rumah.
"Mama, kayaknya aku bakal kangen." Ara bilang begini waktu dia tidur bersebelahan di ranjang bersama Mama nya.
"Kayaknya Mama juga bakal kangen."
"Bisa nggak sih aku nggak usah pergi? Aku maunya sama Mama, aku nggak mau ketemu sama Ayah-"
"Sstt..." Mama menutup mulut Ara dengan telapak tangan, "jangan ngomong gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
BORDER: another universe
Fiksi PenggemarSaat manusia dibagi menjadi dua kelompok. Laki-laki dan perempuan dipisahkan, mereka harus mengikuti aturan dunia jika tidak ingin ada hal buruk terjadi. Reproduksi yang diatur oleh pemerintah, kebijakan gila yang harus dipatuhi. Tidak ada yang bera...