8 | One Soft Kiss

44 11 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





















Derap langkah kaki menggema besar di lapangan pelatihan tentara yang menjadi rumah ke dua bagi Clata, puluhan orang berjajar rapi membentuk barisan depan belakang, bergerak mengikuti irama satu sama lain selama pemanasan gerak jalan.

Clata memang bukan bagian dari tentara negara, namun ia menggunakan seragam yang sama untuk totalitas, ditambah itu adalah perintah langsung dari Ayahnya.

Bersama dengan laki-laki lain, disinilah Clata berlatih dari ia remaja hingga menjadi dewasa, bahkan ada beberapa tetua yang mengetahui seluk beluk Clata bisa ada disini bersama mereka. Tak hanya sekali perempuan itu diremehkan oleh teman yang lain, mereka pikir Clata hanya bermain-main disini, padahal kemampuan Clata jauh lebih memumpuni ketimbang mereka-mereka yang menjelekkan Clata.

Cahaya matahari pagi yang membias keseluruh lapangan, menyebabkan hawa panas yang berujung membuat mereka semua mandi keringat. Dengan begini pun Clata tidak mengeluh bahkan di dalam hati sekalipun, karena Clata menjalankan semua ini dengan perasaan ikhlas.

Selesai pemanasan, mereka harus lari lagi keliling lapangan yang besar itu lima kali. Dilanjutkan push up, pull up, squat jumps, sit up, lari ditempat, lalu baru latihan penembak. Ini hari kelima mereka diajarkan menembak. Masih kaku, tapi juga lumayan.

Clata belum bisa tepat mengenai sasaran, Ayah bilang tidak apa karena dia masih baru, tapi akan lebih baik jika beberapa hari kedepan Clata bisa menguasai latihan menembak ini.

Karena gerah hebat yang ia rasakan, Clata membuka atasannya, hanya tersisa kaos tanpa lengan yang berwarna sedana dengan seragam tentaranya. Hal itu sudah biasa Clata lakukan, tetapi tetap saja ada mata keranjang yang terpancing dengan tubuh exotic perempuan itu.

"Tidak usah melihat lama-lama, kembali fokus dengan titik koordinat tembakan kalian!" seru pelatih.

Anak yang lain menurut, pun Clata dengan sigap menempatkan dirinya, tengkurap di tanah, sejajar dengan teman yang lain. Peredam suara sudah ia pakai, kacamata dan sarung tangan juga.

Mereka berjajar panjang, berhadapan langsung dengan tembakan besar yang sudah dipersiapkan sedari tadi.

"Sebelum mulai aba-aba jangan ada yang melepas bidikan!"

Mereka menjawab tanpa bersuara.

"Pastikan kalian tau titik mana yang akan kalian tembakkan. Jangan melesat, fokus pada satu tujuan, atau keberhasilanmu akan melayang. Kalau begitu--"

"--kita mulai dari sini. Fokus, lalu bidikkan."

Aba-aba yang pelatih berikan memanglah bukan seruan, namun hal itu mampu membuat para anak didiknya paham apa yang harus mereka lakukan. Satu persatu suara tembakan terdengar bersahut-sahutan di berbagai sudut, mereka sudah melepas peluru masing-masing ke titik yang menjadi pusat fokusnya. Sedangkan di sisi lain Clata masih ragu-ragu untuk membidikkan pelurunya, berulang kali dia memainkan jari yang ada di pelatuk, matanya mencoba fokus pada satu titik, entah kenapa terasa sangat berat untuk melepas peluru ini.

BORDER: another universe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang