Pagi hari di pasar kota, suasana terlihat sangat ramai. Salah satunya ada anak manusia yang sedari tadi duduk di depan tangga berudak rumah kosong dekat pedagang buah-buahan, ia menamati segala proses jual beli disana. Yah dia penasaran bagaimana rakyatnya bisa hidup, sedangkan hampir semua yang ada disini adalah laki-laki, hanya segelintir perempuan itupun bisa di hitung dengan jari. Dia baru ingat kalau sebentar lagi kegiatan reproduksi akan dilakukan, jadi jauh hari yang lalu ada pertukaran anak di wilayah ini dan sekitarnya. Sakra tahu karena dia juga sering menamati kegiatan negara.
Menengok kanan kiri layaknya kamera pengintai, tak lama ia menemukan seorang perempuan yang berjalan mendekat ke toko buah yang ada di depannya. Perempuan itu terlihat berbeda dari perempuan yang lainnya, Sakra merasa ada sesuatu dalam diri gadis itu. Perempuan bertopi baret menggelembung, rambut blonder panjang yang membuatnya terlihat pucat dan polos, bulu mata lentik serta lesung manis kecil di pipi kirinya. Sakra jatuhkan pandangannya ke dia. Secara tidak langsung perempuan tadi mengambil perhatian Sakra tanpa Sakra ketahui sendiri.
Siapa gerangan perempuan itu?
Dia terlihat membeli empat buah jeruk besar, dua buah apel, serta setandan buah tin. Selesai memilih, ia masukkan buah-buahan itu ke dalam tas, namun tidak ia sadari secarik amplop terjatuh dari dalam tasnya.
Sakra tidak menyia-nyiakan kesempatan, langsung saja ia ambil amplopnya, gadis itu sudah pergi tanpa sadar barangnya ada yang hampir hilang.
Ia lajukan langkahnya cepat seraya mengejar si gadis yang sudah pergi agak jauh, semakin lebar kakinya melaju hingga mendahului si gadis dan lantas berhenti di depannya.
Perempuan itu mengerutkan dahinya.
"Kehilangan sesuatu?"
Dia tidak paham.
"Adakah sesuatu yang jatuh dari tasmu?"
Reflek saja perempuan itu menggeledah tasnya, mengabsen satu persatu barang yang sebelumnya ada di dalam sana, dan betul saja, dia kehilangan--
"Amplop surat?"
"Iya. Amplop suratku nggak ada." ia periksa lagi tasnya, mencari sepucuk surat itu.
Sakra langsung saja menyodorkan surat yang ia temukan tadi dan menjelaskan bagaimana bisa amplop ini jatuh saat ia membeli buah-buahan disana. Rasa terimakasih Sakra terima dengan sepenuh lapang dada. Dia ingin membalas Sakra dengan menawarkan satu buah jeruk besar, namun laki-laki itu tolak dan malah meminta si perempuan memberi tahu namanya sebagai imbalan.
"You can call me Ara."
Oh namanya Ara.
"And who are you?"
"Sakra Ewildarn."
Tentunya Sakra berbohong. Dia memanipulasi nama aslinya, tidak mungkin Sakra menjabarkan nama lengkap dan mana keluarga secara terang-terangan, bisa-bisa Sakra ketahuan kalau dia keturunan dari orang-orang gila itu dan takut jika Ara berpikir macam-macam tentangnya.
"Your name is so beautiful, like you."
"Thank you. Tapi itu pujian atau rayuan?"
"Whatever."
"Oke, aku bakal anggap itu sebagai pujian," katanya sembari melangkah, disusul Sakra yang juga ikut melangkah menyamakan jalannya, "Sakra Ewilldarn? Namamu hampir mirip kayak nama orang-orang bangsawan itu."
Ara tidak berat hati membiarkan Sakra berjalan dengannya, sebab dia terlihat seperti laki-laki baik. Walau Ara tahu tidak seharusnya dia menilai seseorang dari sampulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORDER: another universe
FanfictionSaat manusia dibagi menjadi dua kelompok. Laki-laki dan perempuan dipisahkan, mereka harus mengikuti aturan dunia jika tidak ingin ada hal buruk terjadi. Reproduksi yang diatur oleh pemerintah, kebijakan gila yang harus dipatuhi. Tidak ada yang bera...