dua puluh dua

1.9K 235 2
                                    

Selepas makan malam di rumah Tiara, Raka tak langsung pulang ke rumahnya melainkan singgah sebentar karena paksaan Tiara. Mau tak mau Raka menuruti kemauan gadis itu mengingat hari sudah malam dan gadis itu berada di rumah sebesar ini sendirian karena Hendra tak pulang hari ini.

"Ayo temenin nonton TV," ajaknya sambil memohon kepada Raka.

"Hm."

Mereka pun berakhir di ruang keluarga. Tiara sibuk menonton film Boboiboy yang disalurkan lewat YouTube ponselnya kw televisi. Sedangkan Raka hanya diam memperhatikan tayangan dan sesekali ia melihat ke arah Tiara yang tak henti-hentinya tersenyum. Apa sesuka itu ia terhadap Boboiboy? Tanya Raka dalam hati.

"Tuh Mas, liat deh. Si Gopal mah badan doang gede, nyalinya mah seuprit," ujar Tiara sambil menunjuk ke arah televisi yang menampilkan salah satu karakter pada film Boboiboy.

"Mas?" tanya Raka memastikan.

Tiara lantas mengalihkan pandangannya pada Raka. "Iya. Cocok, 'kan?" tanya Tiara dengan diakhiri senyumannya.

"Terserah kamu saja," sahut Raka.

"Dulu Mama aku sama kayak Mama-nya Yaya," ujar Tiara tiba-tiba.

Raka pun kembali memandang Tiara yang mulai bercerita.

"Mama selain pinter dalam pelajaran, beliau juga pinter masak apapun. Ya walaupun kalo masak sesuatu kadang suka aneh, hehe."

"Persis seperti anaknya," batin Raka.

"Makanya aku juga suka masak. Tapi kenapa aku nggak pinter dalam pelajaran juga, ya? Katanya ibu menurunkan kepintarannya pada anak."

"Enggak ada anak yang bodoh. Mereka hanya pandai dalam hal tertentu, nggak semua anak bisa menguasai semua bidang," sahut Raka.

"Enak nggak Mas jadi populer?" tanya Tiara.

"Mas Raka ganteng, pinter, mapan. Banyak lagi hal yang bisa dibanggain."

Raka agak tidak suka dengan tatapan Tiara. Tatapan yang sendu, serta senyuman yang tidak menggambarkan kebahagiaan.

"Populer bukan hal yang perlu dibanggakan. Apalagi karena tampan atau apapun. Orang yang melihat saya dengan tatapan seperti itu, saya merasa bersalah karena membuat mereka mengalami zina mata dan pikiran," ujar Raka sembari menyandarkan tubuhnya pada sofa.

"Termasuk aku?" tanya Tiara.

Raka mengangguk ragu. "Mungkin."

"Ara suka banget sama Bap--Mas. Tolong usahakan buka hati buat Ara, ya?"

***

Keesokan harinya Tiara terbangun dari tidurnya. Ia melihat ke arah jam dinding yang berada tepat di atas televisinya. Jarum jam menunjukkan pukul setengah lima yang artinya sudah masuk waktu salat subuh. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling untuk mencari keberadaan Raka. Ia terbangun di ruang keluarga dengan selimut tipis menutupi tubuhnya.

"Setauku tadi malem hujan deh? Mas Raka pulangnya hujan-hujanan? Dia pake motor apa pake mobil ya?" tanya Tiara pada dirinya sendiri.

Ia pun bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri serta mengambil air wudhu sebelum salat. Saat melewati ruang tamu, netranya tertuju pada jendela rumahnya yang menampilkan air hujan yang masih mengguyur kota Jakarta Selatan.

Setelah menjalankan salat subuh, Tiara lanjut bersiap untuk sekolah. Mulai dari mengenakan baju seragamnya, menyiapkan buku yang akan dibawa, memasukkan beberapa roti coklat bergambar Boboiboy ke dalam tas, menyiapkan sarapan serta makanan untuk ayahnya yang akan pulang hari ini.

"Hujannya kok belum berhenti si?" gumam Tiara begitu membuka pintu depan.

Ia pun kembali masuk ke dalam rumah lalu duduk di sofa ruang tamu sembari menunggu hujan reda. Ia pun memberi pesan pada Rini untuk memberi tumpangan padanya. Tak butuh waktu lama Rini membalas,

WhatsApp

Anaknya Pack Su'ep
[Ngokhey.]

Tak butuh waktu lama, mobil keluarga Rini tiba di depan gerbang rumah Tiara. Tiara pun bergegas mengambil payung lalu keluar menuju mobil Rini.

"Gimana makan malamnya? Lancar? Pak Raka gimana responsnya?" tanya Rini begitu sesampainya Tiara di dalam mobil.

"Atuh satu-satu," ujar Tiara.

"Hehe, maaf. Gimana tadi malem?"

Tiara menghela napas pelan lalu meniup ke arah ujung jilbabnya. "Makanannya aku buang gara-gara Mas Raka telat dateng," sahut Tiara.

"Mas?" tanya Rini memastikan.

Tiara tersenyum senang lalu mengangguk semangat. "Panggilan baru buat Mas Cube," sahut Tiara.

"Kok seneng si? Bukannya sedih gara-gara masakan kamu nggak jadi dimakan?"

"Siapa bilang nggak dimakan? Pak—eh maksudnya Mas Raka ternyata lupa punya janji dinner sama aku. Akhirnya malamnya dia dateng ke rumah," ujar Tiara.

"Pulangnya dia kehujanan dong?"

Tiara menggelengkan kepalanya, "Aku juga nggak tau dia bawa mobil atau motor."

***

Tiara tak henti-hentinya tersenyum menatap Raka yang tengah menerangkan materi bahasa Inggris yang sama sekali tidak masuk ke otak Tiara. Ia teringat kembali waktu makan malam bersamanya dengan Raka, ah ralat, hanya Raka yang makan. Tapi setidaknya Raka memakan masakannya.

"Baiklah saya akhiri, untuk tugas Minggu depan tolong kerjakan tugas explanation text halaman enam puluh bagian A dan B," ujar Raka sembari menutup buku materinya.

"Iya, Pak."

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh."

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh."

Setelah membalas salam dari Raka, Tiara langsung bergegas berlari menyusul Raka. Rini yang melihat kepergian Tiara pun hanya menggelengkan kepalanya pelan.

Di sisi lain Tiara tersenyum senang ketika melihat Raka yang belum jauh dari kelasnya. Ia pun mempercepat langkahnya mendekati gurunya tersebut.

"Pak Raka," panggilnya begitu tiba di sebelah Raka.

"Hm."

"Tadi malem pulang jam berapa?" tanya Tiara.

Raka memijat keningnya yang terasa pening. "Setengah sepuluh," sahut Raka.

"Bapak kehujanan dong semalem?"

Raka mengangguk singkat lalu mempercepat langkahnya. Tiara pun ikut mempercepat langkah kakinya.

"Bap--"

"Bisa tidak jangan ganggu saya?! Saya pusing, jadi tolong tenang untuk hari ini!" titahnya tegas sambil menghentikan langkahnya lalu menatap tajam Tiara.

Tiara sontak bungkam. "Ma-maaf, Pak."

"Kamu bisa pergi! Jangan ikuti saya!"

Setelah berucap demikian, Raka langsung meninggalkan Tiara yang masih berdiam diri di tempat sembari menatap punggung Raka yang semakin menjauh. Ada rasa sakit ketika melihat ekspresi wajah Raka dengan sorot mata tajam tertuju padanya. Baru tadi malam ia dibuat senang, kini ia kembali ke kenyataan bahwa Raka masih belum bisa menerima posisinya.

Raka Untuk TiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang