dua puluh delapan

2K 205 3
                                    

"SAYA MAU PARA BERANDAL ITU DIKELUARKAN DARI SEKOLAH INI!" seru Hendra dengan wajah marah.

Ruang guru seketika menjadi ricuh begitu kedua orang tua yang saling berdebat membela anak masing-masing. Di sisi lain Tiara tengah menangis tersedu-sedu dengan ditemani Rini yang ikut membantu menenangkan Tiara. Hendra menatap tajam ke arah gerombolan siswa SMP yang memiliki usia lebih tua dari Tiara.

"Jelas-jelas putri anda yang menggoda laki-laki! Yang pasti anak saya tidak bersalah!" sahut ibu dari salah satu siswa tadi.

Hendra lantas semakin dibuat marah akibat hinaan yang tertuju pada putrinya. "Anda tidak bisa lihat?! Putri saya korban! Dengan pakaian sopan dan tertutup seperti itu anda masih bisa menyalahkan putri saya?!"

Wanita itu berdecih pelan. "YAELAH, BELOM JUGA DIPERAWANIN. LAGIAN JAMAN SEKARANG MAH BANYAK PEREMPUAN MENUTUP DIRI TAPI BANYAK TUH YANG JADI KORBAN PELECEHAN. KENAPA LAGI KALO BUKAN KARENA GENIT?!"

Kepala sekolah serta wali kelas masing-masing murid lantas dibuat terkejut dengan ucapan wanita tersebut. Hendra semakin naik pitam, ia berjalan mendekati anak dari wanita tersebut lalu merobek seragam yang siswa itu kenakan dengan kasar.

"Pantas saja tingkahmu seperti hewan. Ibumu saja tidak memiliki otak," ujar Hendra pada siswa tadi.

"Berani-beraninya anda menyentuh anak saya!" bentak wanita itu dengan marahnya akibat perlakukan Hendra pada putranya.

"Lebih parah mana tindakan saya, atau putra anda pada putri saya?"

Siswa tadi menatap sekilas Tiara yang duduk berhadapan dengannya lalu kembali menundukkan kepalanya.

"JANGAN PERNAH LAGI MENATAP PUTRI SAYA!" bentaknya tepat di depan wajah siswa tadi.

"Maaf Ibu, Pak Hamdan sebagai saksi dalam tragedi sudah memberikan pengakuan. Anak ibu dan siswa yang terlibat akan kami keluarkan dari sekolah karena telah melakukan pelanggaran berat di sekolah," ujar kepala sekolah tersebut dengan tegas.

Ibu dari siswa itupun langsung menatap tajam ke arah kepala sekolah dan beralih menatap Hendra. "Anak saya juga nggak perlu sekolah di tempat kayak gini! Ayo Leo! Kita pergi!"

"Saya pastikan anak anda tidak tenang!"

"Tiara sayang ...," lirih Hendra seraya menyentuh bahu Tiara.

Sontak Tiara langsung berteriak histeris sembari menepis kasar tangan Hendra dari bahunya. Rini memeluk tubuh Tiara guna menenangkan. Hendra semakin dibuat kesal karena tragedi ini, putrinya mengalami trauma berat.

"Jangan sentuh, Mamah aku bakal marah!" seru Tiara sambil menyebutkan nama almarhumah ibunya.

"Jangan sentuh aku!"

"Mamah aku bakal marah!"

"Jangan sentuh!"

Hendra yang baru saja masuk ke dalam kamar putrinya pun langsung berlari menuju ranjang dan membantu menyadarkan Tiara dari mimpi buruknya. Ia menepuk pelan pipi Tiara dan mengangkat tubuh Tiara.

"Tiara bangun, Nak."

Tiara mulai membuka matanya dengan perlahan. Ia menatap wajah Hendra dengan kedua mata yang sudah basah dan wajah ketakutan serta tubuh yang bergetar. Ia memeluk tubuh Hendra dengan kuat seakan minta perlindungan. Hendra ikut mengeratkan rengkuhannya pada putrinya sembari mengusap punggung Tiara lembut.

"Bapak Tiara takut ...," lirihnya di tengah-tengah isak tangisnya.

"Ush ... ush .... tenang, ada Bapak."

Raka Untuk TiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang