lima puluh

2K 248 66
                                    

Sudah cukup untuk liburan semester tahun ini. Tiara dan murid lainnya mulai kembali ke aktivitas semula yakni belajar di sekolah, begitu juga dengan Raka yang kembali mengajar. Hubungan Tiara dan Raka juga tidak bisa dikatakan semakin dekat, alias biasa saja. Raka tetap berbicara singkat dan seperlunya dan Tiara yang kini mulai memperbaiki diri dan tidak terlalu aktif mengejar Raka seperti dulu.

Seperti biasa, Tiara berangkat sekolah menggunakan sepedanya hanya saja kali ini sepedanya berubah warna. Sembari bersenandung kecil, ia menikmati semilir angin yang berhembus dingin karena masih terlalu pagi.

"Asik keren nih kalau boncengan sama gebetan, nanti namaku ganti jadi Tiara Hanindilan, icikiwir," monolognya sembari terkekeh kecil.

Saat sibuk mengayuh sepedanya, tiba-tiba sebuah motor metik berkendara tepat di sebelah motor Tiara. Tiara pun menolehkan wajahnya dan melihat seorang siswi SMA yang terlihat tidak asing di matanya.

"Halo, anak SMA Pandawa juga, 'kan?" tanyanya pada Tiara.

Tiara menganggukkan kepalanya sebagai tanggapan. "Mba Susan Maulida 'kan kamu?" tanya Tiara.

Susan mengangguk. "Lo kenal gue?"

"Mba 'kan yang pernah juara satu olimpiade Kimia tahun lalu," sahut Tiara.

Susan terkekeh kecil. "Tau aja lo. Biasa naik sepeda?"

"Iya, nggak bisa naik motor soalnya," sahut Tiara sambil mengencangkan kayuhannya agar motor Susan tidak perlu melaju pelan karena mengimbangi sepedanya.

"Naik mobil lah." Tiara menggelengkan kepalanya malu.

"Gue penasaran sama lo akhir-akhir ini. Btw, nama lo siapa?" tanya Susan.

"Tiara, Kak. Kenapa ya penasaran sama aku?" Aneh saja rasanya ada manusia bernyawa yang penasaran akan dirinya. Apalagi Susan dan Tiara bertegur sapa baru kali ini untuk pertama kali.

"Penasaran aja, soalnya akhir-akhir ini ada manusia aneh di sekitar gue," sahut Susan.

"Gue duluan deh, hati-hati naik sepedanya." Setelah berucap demikian, Susan melambaikan tangannya lalu kembali mempercepat laju motornya menuju sekolah.

"Aneh banget ...," gumam Tiara.

***

"YAAA! MANCING MANIA, MANTAP!"

"MANCING KERIBUTAN, LEBIH MANTAP!" seru Haekal dengan lantang di depan gerbang sekolah. Ia baru saja menertawakan Karel yang berujar bahwa dirinya ingin melupakan Tiara, tentu saja Haekal tidak percaya.

"Kurang ajar lo, Kal!"

"Jiah, sadboy. Malu dong sama Daus," ejek Haekal sambil menunjuk salah seorang siswa kelas IPS unggulan yang setiap harinya selalu mengenakan jaket dan kacamata. Hm, wibu's style.

Karel mendengus kesal. "Males gue curhat sama lo, mending sama Juni."

"Ooh! Lo lagi curhat? Curhat tuh di kantin sambil ngemil, curhat kok di depan gerbang."

"Babi lo."

"Terima kasih atas pujiannya," sahut Haekal.

"Noh, Tiara noh kikiw."

Sepeda Tiara tiba melewati ketiga laki-laki tersebut. Tiara tersenyum kecil lalu menundukkan kepalanya. Karel mau tak mau membalas senyuman Tiara.

"Tiara katanya sakit, udah sembuh?" tanya Juni.

Tiara lantas menghentikan sepedanya lalu membalikkan tubuhnya menghadap Juni. "Alhamdulillah udah sembuh, hehe. Duluan ya, Kak."

"Iya," sahut ketiga laki-laki tersebut.

Raka Untuk TiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang