dua puluh sembilan

2K 216 6
                                    

Selepas melakukan perjanjian dengan Raka, pada malam harinya Tiara belajar bahasa Inggris dengan sangat bersungguh-sungguh. Padahal jika menurut jadwal, esok pagi jadwal bahasa Indonesia dan Sejarah.

"Ra, mending belajar sejarah dulu. Bahasa Inggris masih besok Rabu," saran Rini yang ikut menemani aktivitas belajar Tiara malam ini.

"Justru aku harus belajar dari jauh-jauh hari supaya pas ujian nilai aku bagus," sahut Tiara tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.

"Tumben amat mau belajar bahasa Inggris?"

Tiara pun menatap Rini lalu tersenyum kecil. "Ada deh."

"Dapet ruang berapa kamu?" tanya Rini.

"Sama kayak kamu kok ruang delapan. Bangku nomor tujuh belas," sahut Tiara.

"Wah, kita satu ruang sama Kak Karel."

"Kok bisa?"

Rini mengedikkan bahunya tanda tak tahu. "Wajar aja si. Kan ujiannya digabung sama anak kelas 12 IPS, mungkin kelas Kak Rel kebagiannya yang absen awal-awal," ujar Rini.

"Kenapa nggak seruang sama Mas Juni aja si? Kenapa harus Karel?" tanya Tiara.

"Mas Juni IPA, ya. Beda server sama kita," sahut Rini seraya menutup buku sejarahnya.

"Setidaknya bisa bantu matematika sama bahasa Inggris."

***

Tiara berjalan gontai menuju ruang ujiannya. Begitu masuk ke dalam, suasana ramai langsung menyambutnya. Dapat ia lihat kondisi ruangan yang diisi dengan beberapa siswa yang tengah belajar dan ada juga yang tengah mengobrol. Rini melambaikan tangannya begitu melihat kedatangan Tiara. Rini mendapatkan kursi di bagian depan sedangkan Tiara duduk di bagian tengah.

"Aah ... sedih banget dapet tempat di depan," keluhnya sembari menidurkan kepalanya di atas meja.

Tiara terkekeh pelan. "Ganti nama sana."

"Aqiqah lagi dong."

Selang beberapa menit, bel masuk pun berbunyi. Seluruh siswa mulai menduduki kursi masing-masing serta pengawas ujian mulai memasuki ruangan. Karel sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Tiara dari samping kanannya. Beruntung sekali ia mendapatkan kursi di tengah-tengah dan berdekatan dengan kursi Tiara yang hanya berjarak satu meter.

"Jangan ada yang mencontek! Jika Ibu melihat ada gerak-gerik mencurigakan, Ibu nggak bakal tinggal diam! Paham semua?!"

"Paham, Bu!" sahut seluruh murid dengan serempak.

Tiara mengerjakan soal-soal bahasa Indonesia dengan mudahnya. Sesekali ia mengingat beberapa materi yang sempat terlupakan dalam otaknya. Karena merasa diperhatikan, Tiara pun menolehkan kepalanya ke arah kiri dan langsung bertepatan dengan Karel yang tengah menatap dirinya.

"Bantuin ...," ujar Karel dengan lirih agar suaranya tidak dapat didengar oleh pengawas.

Tiara yang tidak begitu mendengar ucapan Karel hanya mengerutkan keningnya, bingung.

"Hah?"

Karel berdecak pelan lalu kembali mengulangi pergerakan bibirnya. "Bantuin ...."

"Karel!" tegur sang pengawas.

Karel sontak menegakkan kembali tubuhnya lalu terkekeh pelan. "Nanya doang Ibu," elaknya.

"Kamu pikir saya bodoh? Kamu nggak malu nyontek sama adek kelas?" tanya sang pengawas.

"Mana ada saya nyontek. Saya mau bantuin si Tiara, tadi dia nanya ke saya."

Tiara sontak menatap tajam ke arah Karel yang baru saja melemparkan dusta padanya.

"Benar itu Tiara?" tanya pengawas.

Tiara menggelengkan kepalanya cepat. "Enggak Bu, ya Allah. Kak Rel pitnah tuh!"

"Tiara ... kalo ujian tidak boleh bohong. Nanti tidak barokah nilainya," ujar Karel seakan-akan tengah menasihati Tiara dengan nada layaknya seorang guru yang menegur muridnya.

"Aku tandain muka kamu, Kak."

"Sudah-sudah, tidak ada saling tanya. Fokus pada soal sendiri-sendiri."

***

Rini mendudukkan tubuhnya di kursi yang berhadapan langsung dengan Tiara. Rini menghela napas pelan ketika melihat Tiara tengah fokus mempelajari buku bahasa Inggris. Sebenarnya apa yang terjadi pada Tiara sampai-sampai gadis itu begitu berambisi untuk mendapatkan nilai bagus dalam bahasa Inggris? Pasti ada sangkut pautnya dengan Raka, pikir Rini.

"Ra, ke kantin yuk."

Tiara menggelengkan kepalanya pelan lalu merogoh tas miliknya lalu mengeluarkan beberapa roti coklat dari dalam tasnya.

"Makan nih, aku lagi belajar."

"Atuh belajarnya mah sejarah dulu aja. Bahasa Inggris 'kan masih dua hari lagi," ujar Rini seraya membuka kemasan roti coklat yang selalu Tiara bawa.

"Alhamdulillah-nya hari ini mapel yang gampang-gampang, jadi masih ada waktu buat belajar mapel yang susah."

"Kalo gampang ngapain tadi kamu nyontek ke Kak Karel? Udah tau kalo dia rada bego otaknya," tanya Rini.

Tiara merotasikan matanya jengah. "Kamu percaya omongan dusta Kak Rel? Aku nggak nyontek," sahut Tiara dengan yakin.

"Dia tuh tadi kayak ngomong sesuatu ke aku, cuman aku rada nggak nanggep apa yang dia omongin," imbuhnya.

"Nggak heran si. Semester kemarin aja dia dapet peringkat sembilan puluh tujuh parallel," ujar Rini seraya menyuapkan sepotong roti coklat pada  Tiara.

"Wah, dia bodoh juga ternyata."

"Emang kamu kemarin dapet peringkat berapa?" tanya Rini.

"Sembilan puluh enam paralel," sahut Tiara dengan santainya.

Rini menatap jengkel Tiara. "Kalian cuman selisih satu, astagfirullah."

***

AKU TIDAK PUNYA IDEEEEE😭😭😭😭😭😭😭

Raka Untuk TiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang