tiga puluh satu

2K 209 20
                                    

Selama mengerjakan soal-soal ujian Tiara tidak dapat fokus sama sekali. Ia masih terbayang dengan ucapan Karel beberapa menit yang lalu. Sesekali ia melihat ke arah tempat duduk Karel dan saat itu juga ia melihat laki-laki itu tengah menatapnya. Tiara sontak kembali fokus ke soal ujiannya.

Begitu bel istirahat berbunyi, Tiara langsung meninggalkan ruangan sambil membawa buku paketnya ke perpustakaan demi menghindari Karel. Sebenarnya Tiara begitu tak enak hati menghindari Karel yang sudah menolongnya tadi, tapi Tiara juga ingin menghindari kesalahan pahaman.

Saat hendak membuka pintu perpustakaan, pergerakannya terhenti kala suara yang tak asing lagi di telinganya memanggil namanya.

"Tiara." Tiara tak langsung membalikkan tubuhnya menghadap sang pemanggil.

"Gue tau lo ngehindar," ujarnya.

Dengan berat hati Tiara membalikkan tubuhnya. Di hadapannya kini sudah ada Karel tengah menatapnya dengan tatapan yang Tiara sendiri tidak dapat mengerti.

"Maaf," ujar Tiara.

"Gue yang harusnya minta maaf. Gue ngomong kayak tadi supaya Alya nggak banyak omong ke lo lagi."

Tiara menganggukkan kepalanya pelan. "Iya, aku ngerti. Cuman kaget aja," ujar Tiara.

"Jangan ngehindar ... gue nggak suka."

"Tapi ... Kak Rel nggak beneran suka sama aku, 'kan?" tanya Tiara sembari menatap Karel.

Karel tak langsung menjawab pertanyaan Tiara. Lidahnya seketika kelu untuk menjawab. Tidak mungkin jika ia harus menyatakan perasaannya pada Tiara setelah melihat tingkah Tiara begitu ia mengungkapkan rasa sukanya, walau yang gadis itu tahu bahwa ia hanya pura-pura. Berpura-pura saja Tiara sudah menghindar, apalagi ia nyatakan yang sesungguhnya? Apa Tiara akan pindah sekolah demi menghindarinya?

Tiara yang tak kunjung mendapat sahutan pun melambaikan tangannya ke wajah Karel guna menyadarkan lamunan Kakak kelasnya itu.

"Kak?"

"Ah? Oh, yakali gue suka sama cewek pendek kek elu. Selera gue mah bukan kayak elo, minimal mah kayak Selena Gomez lah," sahut Karel dengan diakhiri kekehan ringan agar menyakinkan gadis di hadapannya.

Tiara menghela napas lega setelah mendengar jawaban Karel. Ia tidak mungkin membiarkan Karel menyukainya selama ia masih menyukai Raka. Ia tidak mungkin membiarkan Karel mengharapkan seseorang yang justru mencintai orang lain. Tapi tanpa ia sadari, gadis itu telah melukai perasaan laki-laki yang justru mencintainya.

"Emang Mbak Selena mau sama kamu Kak?" tanya Tiara dengan sedikit bergurau.

Karel menyisir rambutnya ke belakang. "Ganteng begini siapa yang berani nolak?" tanyanya dengan penuh percaya diri.

***

R

aka menyandarkan tubuhnya pada kepala kursi sembari menunggu kedatangan Dava di sebuah kafe langganan mereka semasa SMA dulu. Setelah tugas mengawasnya selesai, Raka langsung melesat ke kafe sesuai ajakan Dava.

"Dah lama, Bro?" tanya Dava begitu tiba.

"Salam dulu kek."

Dava terkekeh kecil. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Tumben lo kagak kerja?" tanya Raka.

Dava mendudukkan dirinya di kursi tepat di hadapan Raka lalu menyodorkan sebuah amplop berukuran besar pada Raka. "Jangan lupa dateng."

Raka menerima amplop tersebut lalu membukanya dengan penasaran. Seusai melihat isi amplop, Raka membulatkan matanya terkejut kemudian menatap penuh tanya ke arah Dava yang tengah tersenyum merekah.

"Lo mau kawin?!" tanya Raka dengan antusias.

"Iyalah."

"Tobat lo?"

Dava memutar bola matanya jengah dengan pertanyaan Raka yang seakan tidak percaya dengan berita bahagianya.
"Bajingan."

"Gila, pacaran sama banyak cewe jadinya sama mantan. Kok Kinanti mau sama lo?"

Dava menyisir rambutnya ke belakang dengan tampang bangga. "Apasi yang seorang Dava nggak bisa dapatkan?"

Raka berdecih pelan lalu kembali membaca isi undangan pemberian Dava. "Pas banget acaranya setelah agenda kemah sekolah."

"Jangan lupa ajak gandengan, Brader," ujar Dava.

"Gandengan segala."

"Yee ... udah punya tunangan masa kagak lo ajak? Gue dah bilang sama Tiara buat ikut lo ke acara pernikahan gue," ujar Dava seraya menarik cangkir kopi yang sempat dipesan oleh Raka.

"Kenapa Tiara?" tanya Raka yang terkesan tidak tertarik untuk datang bersama gadis berisik seperti Tiara.

"Ya masa lo mau ngajak bini orang. Gue kagak mau tau, lo ajak si Tiara. Kasian anak orang bege lo cuekin mulu," titahnya tegas.

"Gue nggak suka sama tu cewe."

"Tapi tu cewek suka sama lo. Setidaknya lo hargailah perjuangan si Tiara demi dapetin perhatian lo. Suatu saat pasti lo bakal rindu sama tingkah laku Tiara yang adanya tiap hari ngisi hati-hati lo," ujar Dava dengan sungguh-sungguh.

Raka seketika tergelak sejenak kemudian menggelengkan kepalanya. "Kagak mungkinlah," ujarnya.

"Yee ... kagak percaya lo sama pakar cinta kayak gue?"

"Justru gue geli denger lo bahas rindu-rinduan," sahut Raka.

Dava memandang jengkel ke arah sahabatnya itu. "Berani taruhan? Gue yakin lo bakal kangen sama si Tiara," ajaknya.

"Dosa!"

"Takut 'kan lo? Takut kalo lo nelen ludah sendiri?"

Raka yang tidak terima dengan ucapan Dava yang terkesan meremehkannya pun mengulurkan tangannya. "Siapa takut."

Dava tersenyum miring lalu menerima uluran tangan Raka. "Deal, ya."

***

Mari kita ucapkan hari patah hati untuk Karel kita tersayang.

Mari kita ucapkan hari patah hati untuk Karel kita tersayang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Salam dari Raka.

Salam dari Raka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Raka Untuk TiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang