Abram berjalan lunglai mendapati kenyataan bila Shanumi tengah hamil. Dulu saat mereka menikah sebanyak apapun kerja keras mereka selalu tak membuahkan hasil, tapi sekarang?
Abram memasuki mobilnya dan mengendarainya tak tentu arah. Ia hanya mengikuti kemana tangannya bergerak. Tanpa sadar ia kembali menuju kerumahnya, rumah yang ia tinggali bersama dengan Kartika.
Berjalan pelan ia memasuki rumahnya namun kening berkerut saat keheningan yang menyambutnya. Biasanya Abim akan bermain di ruang tengah atau Kartika akan menyambutnya datang saat mendengar suara mobilnya.
"Kemana semua orang?" Tanyanya pada Siti pelayannya. Siti hanya menunduk tanpa mampu menjawab.
"Saya tanya kemana Kartika dan Abim!?" Ulangnya lagi membentak.
"I-ibu pergi membawa den Abim, Pak." Jawab Siti terbata karena terkejut dengan bentakan Abram.
"Pergi? Kemana?"
"Ibu ndak bilang apa-apa, tapi tadi sambil nangis dan membawa kopernya." Jawab lagi Siti lalu pamit undur diri ke belakang.
Segera saja Abram berjalan cepat menuju kamar Abim, namun tak menemukan apa-apa selain mainan anaknya yang berantakan. Sementara lemari anak itu kosong. Ia pun juga menuju kamarnya dan tak menemukan satupun pakaian Kartika yang biasa masih tersimpan di lemari pakaiannya, bahkan kopernya pun tak ada.
Abram segera menghubungi ponsel Kartika namun tidak aktif. Kesal ia membuang ponselnya yang beruntung terjun di kasur.
Abram kembali keluar dan meminta Siti untuk menghubunginya bila Kartika datang atau bila istrinya itu menghubunginya.
Saat hendak keluar ia bertemu dengan Laras, Ibunya."Mau kemana kamu malam-malam gini?" Tanya Laras yang melihat wajah putranya kusut.
"Cari Tika, dia pergi dari rumah bawa Abim juga koper." Jawabnya dan tak mendengarkan panggilan Ibunya lagi.
Abram mengendarai mobil menuju Bogor, rumah mertuanya. Berharap istri dan anaknya berada disana. Setelah selama sejam lamanya perjalanan, akhirnya ia sampai di depan halaman rumah mertuanya. Kebetulan saat ini Bapak mertuanya duduk di teras rumahnya.
"Loh, nak Abram? Mari masuk." Ajak sang mertua yang melihat menantunya turun dari mobil dan berjalan menuju rumahnya.
"Apa kabar Pak, sehat2?" Tanya Abram basa-basi sambil sesekali matanya melirik ke dalam rumah.
"Alhamdulillah sehat. Nak Abram sendiri bagaimana, anak dan cucu Bapak sehat juga? Tumben malam-malam kesini?" Jawab Pak Arif, mertuanya. Abram mengkerutkan keningnya saat mendengar ucapan mertuanya, menandakan bila istrinya tak pulang ke Bogor.
"Ah iya Pak, alhamdulillah mereka juga baik. Saya habis ada urusan deket sini. Kebetulan lewat sekalian mampir lihat keadaan Bapak dan Ibu." Jawabnya berdusta.
"Oh begitu. Ya sudah mari masuk. Biar Bapak panggilkan Ibu dulu." Ajak Pak Arif dan memberitahu istrinya bila sang menantu datang.
"Loh ada nak Abram, kok Tika dan Abim ndak dibawa?" Tanya Ibu Ratna padanya.
"Iya Bu, tadi abis ada urusan kerjaan jadi sekalian mampir." Jawabnya lagi mengulangi jawaban yang sempat di berikan pada Ayah mertuanya.
"Nak Abram sudah makan? Kebetulan Ibu baru aja selesai masak kesukaannya Tika." Ujar bu Ratna padanya dan Pak Arif mengajaknya makan malam bersama.
Dengan canggung ia makan bersama dengan mertuanya. Abram merasakan hatinya sesak saat melihat masakan yang kemarin lalu pernah dimasak juga oleh Kartika, namun dengan teganya ia tak menyantapnya.
Dalam hatinya berkecamuk, pikirannya berkelana memikirkan kemana perginya Kartika dan Abim. Setelah makan malam bersama ia mengecek transaksi terakhir tabungan Kartika yang ia berikan dulu saat menikah. Namun betapa terkejutnya ia mendapati saldonya tak berkurang sama sekali meski selalu bertambah karena dia selalu mentransfer sejumlah uang untuk biaya sehari-hari istri dan anaknya.
Laporan dari anak buahnya juga mengatakan hal yang sama, bila tak ada pengambilan uang dari rekening resmi Kartika. Lalu, darimana istrinya mendapatkan uang bila saldo tabungannya saja masih utuh di nominal 200juta?
Bahkan transaksi terakhir yang terjadi hanyalah saat ia mengirimkan uang bulanan beberapa hari lalu.
Abram frustrasi mendapati kenyataan bila istrinya pergi membawa anaknya namun saldo tabungannya masih utuh.
Segera saja ia memerintahkan anak buahnya untuk mencari dan memantau transaksi rekening tabungan istrinya itu.
Sementara di lain tempat orang yang kini di cari sedang sibuk menidurkan anaknya di salah satu rumah kerabatnya yang lain.
"Kamu ndak mau kabarin suamimu, Dek?" Tanya seorang pria yang berdiri bersandar di pintu kamar yang kini di tempati Kartika dan Abim.
"Ndak usah dulu, Mas. Biarin aja dulu. Aku masih butuh waktu." Jawabnya masih menepuk paha gempal anaknya tanpa mau menatap lawan bicaranya.
"Seandainya dulu kamu gak gegabah, mungkin saat ini kita udah bisa bahagia sama-sama." Ucap pria itu lirih menatap sensi wanita yang pernah dan akan selalu di cintainya itu.
"Maafin aku, Mas. Aku di jebak dan tak mungkin aku membiarkan Mas Dika yang bertanggung jawab atas kesalahan yang bukan milik Mas." Jawab Kartika pada Dika.
Andika Prabowo, salah satu kerabatnya juga sahabat kecilnya dulu bersedia menampungnya sementara. Dengannya lah selama ini ia berkeluh kesah. Meski ia sadar rasanya tak pantas menceritakan permasalahan rumahtangganya, namun ia tak memiliki tempat bersandar dan bernaung selama menjadi istri seorang Abram Malik Iskandar. Meski tak semua permasalahan ia ceritakan, hanya sebagian kecil saja namun itu cukup membuatnya bisa bernafas lega setiap kali Abram menyiksa bathinnya.
"Ya sudah, sebaiknya kamu juga tidur dengan Abim. Mas ada di sebelah kalau butuh apa-apa kamu ketuk aja pintunya." Ujar Dika yang di jawab dengan senyuman lelah oleh Kartika.
Baru saja ia hendak menutup pintu kamarnya tiba-tiba tubuhnya menegang saat Dika memeluknya. Hanya pelukan semangat namun dirinya yang tak pernah bersentuhan dengan pria lain selain suaminya membuatnya terlalu sejenak.
"Istirahat ya, jangan pikirin hal yang gak penting dulu." Ucap Dika setelah melepaskan pelukannya dan mengusap lembut kepala Kartika.
Setelah ia pergi menuju kamarnya meninggalkan Kartika yang masih terdiam dan tersadar kembali saat mendengar rengekan anaknya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
CLBK (End)
General FictionPerpisahannya dengan mantan suami beberapa tahun lalu membuat hati Shanumi Elmira Azzahra tertutup rapat untuk sekedar berkenalan dengan lawan jenis. Ia teramat kecewa dengan pernikahannya yang berujung perpisahan akibat campur tangan sang mertua ha...